Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengungkapkan salah satu alasan pemerintah menaikan tarif bea materai sebesar Rp10.000. Salah satunya yakni menyesuaikan kondisi dan perkembangan zaman yang ada.
“Meterai itu dulu nilai per lembarnya Rp 500 dan Rp 1.000, dengan perkembangan zaman yang Rp 500 jadi Rp 3.000 dan Rp 1.000 jadi Rp 6.000 di tahun 2020,” kata Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo saat media briefing online, Rabu (30/9).
Advertisement
Dia mengatakan, selama 20 tahun terakhir pemerintah tidak bisa menaikkan tarif meterai karena terbentur aturan sebelumnya, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 1985. Dalam beleid itu, maksimal kenaikan bea meterai hanya enam kali lipat dari UU tersebut.
“Dari Rp 500 ya maksimumnya cuma Rp 3.000, yang Rp 1.000 ya maksimumnya cuma Rp 6.000. Jadi kita enggak bisa naikkan sebelum UU-nya diubah. Ini yang jadi urgensi alasan kami kemarin untuk mengubah UU Bea Meterai,” jelasnya.
Suryo juga mengaakan, tarif Rp10.000 untuk meterai juga dinilai tak terlalu mahal jika menggunakan inflasi saat ini. Apalagi, yang dikenakan bea meterai di tahun depan hanya dokumen yang bernilai di atas Rp5 juta. Adapun saat ini, dokumen dengan nilai kurang dari atau sama dengan Rp1 juta sudah dikenai bea materai.
Selain dokumen dengan nilai di bawah Rp 5 juta, dokumen yang sifatnya untuk penanganan bencana alam juga tidak dikenai bea materai. Dokumen untuk kegiatan yang bersifat non komersil juga tidak diwajibkan untuk dikenai bea materai.
“Tarif Rp 10.000 ini kalau lihat inflasi, masih cukup murahlah,” pungkasnya.
Seperti diketahui, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Bea Materai menjadi Undang-Undang. Kesepakatan tersebut diambil dalam sidang Paripurna pembicaraan tingkat II pengambilan keputusan terhadap RUU Bea Materai.
Dalam UU tersebut tarif bea materai menjadi tunggal hanya Rp10.000 dan mulai berlaku pada 1 Januari 2021. Adapun saat ini, bea mererai masih berlaku Rp3.000 dan Rp6.000.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sah, DPR Setujui Bea Materai Naik Jadi Rp 10.000
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Bea Materai menjadi Undang-Undang. Kesepakatan tersebut diambil dalam sidang Paripurna pembicaraan tingkat II pengambilan keputusan terhadap RUU Bea Materai.
"Selanjutnya kami menanyakan kepada 9 fraksi. Apakah rancangan undang-undang bea materai dapat disetujui dan disahkan menjadi undang-undang?" tanya Ketua DPR RI, Puan Maharani dalam sidang Paripurna, di Jakarta, Selasa (29/9/2020).
"Setuju," jawab seluruh anggota DPR dari beberapa fraksi.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyampaikan Terima kasih serta penghargaan setinggi-tingginya kepada ketua, para pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang telah mendukung proses pembentukan RUU Bea Materai ini. Sehingga sampai pada tahap pengambilan keputusan dalam sidang paripurna.
Bendahara Negara ini menyampaikan, Bea Materai adalah pajak atas dokumen yang dasar hukumnya pemungutannya saat ini adalah mengacu kepada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai yang telah berlaku sejak tanggal 1 Januari 1986.
Sejak saat itu belum mengalami perubahan. Sementara isituasi kondisi yang ada yang terjadi di dalam masyarakat dalam lebih dari tiga dekade telah mengalami banyak perubahan, baik di bidang ekonomi hukum sosial dan teknologi informasi.
Hal ini menyebabkan sebagian besar pengaturan bea materai yang ada sudah tidak lagi menjawab tantangan kebutuhan penerimaan negara yang meningkat serta perkembangan situasi dan kondisi yang ada di dalam masyarakat.
"Oleh karena itu untuk menjawab dan menyesuaikan dengan perkembangan tersebut serta mengantisipasi tantangan perubahan teknologi di masa yang akan datang pemerintah memandang perlu untuk melakukan pergantian undang-undang bea materai di dalam rangka melakukan penyesuaian terhadap kebijakan pengenaan bea materai, dengan tetap berpegang pada asas kesederhanaan efisiensi keadilan kepastian hukum dan kemanfaatan," kata dia.
Dia menambahkan, persetujuan DPR RI untuk menetapkan RUU bea materai sebagai pengganti undang-undang yang lama merupakan wujud nyata DPR RI terhadap upaya peningkatan kemandirian bangsa melalui optimalisasi sumber pendapatan negara dan pajak khususnya Bea Materai. Itu juga menjadi bukti di dalam rangka memperkuat ketahanan fiskal dan mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan serta berkeadilan.
"Pengesahan RUU ini sangat bermanfaat sebagai salah satu peran perangkat untuk mewujudkan perbaikan kesejahteraan rakyat dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas serta perbaikan tata kelola bea materai dengan tetap mempertimbangkan asas keadilan," tandas dia.
Advertisement
Sebelumnya
Sebelumnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah telah menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Bea Meterai tingkat I di dalam Panitia Kerja (Panja) Komisi XI DPR RI. Keduanya sepakat membawa RUU ini dalam sidang paripurna.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam sambutannya menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih kepada seluruh anggota Komisi XI atas pembahasan RUU Bea Meterai dalam tahap pembahasan di tingkat Panja. Di mana pembahasan ini telah dilakukan secara intensif 2 hari, mulai tanggal 31 Agustus sampai dengan 1 September 2020.
"Kami terima kasih sekali pada Komisi XI para pimpinan dan para anggota Komisi XI yang telah beri waktu dan perhatian yang sangat cepat kepada pembahasan RUU Bea Meterai. Sehingga sekarang bisa dilakukan pengambilan keputusan tingkat 1 untuk dibawa pada rapat paripurna. Ini pecahkan rekor. Semoga hal yang sama untuk UU lain," jelas dia di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (3/9).
Dia mengatakan, meski dalam waktu singkat, tetapi pembahasan ini sudah menghasilkan draf RUU yang komprehensif sebanyak 32 pasal. Dan hal-hal yang sangat penting di dalam perubahan dari UU yang sebetulnya sudah 34 tahun belum pernah direvisi yaitu adanya penyetaraan pemajakan atas dokumen.
"Jadi dengan UU Bea Meterai baru, diharapkan bisa memperlakukan dokumen yang tidak hanya dalam bentuk kertas namun juga dalam digital. Ini sesuai kemajuan dan perubahan zaman sehingga kita berharap, dengan UU ini kita bisa memberikan kesamaan perlakuan untuk dokumen kertas dan non kertas," jelas dia.
Kemudian dalam UU ini nantinya dioptimalkan dari sisi tarifnya yakni hanya single tarif Rp 10.000 dari yang tadinya ada 2 tarif Rp 3.000 Rp 6.000. Namun pemerintah tetap memberikan pemihakkan terhadap usaha kecil menengah termasuk mereka yang nilai dokumennya di bawah atau sama dengan Rp5 juta yang tidak perlu gunakan meterai.
"Ini adalah salah satu bentuk pemihakkan. Ini kenaikan yang tadinya dokumen di atas 1 juta harus biaya meterai," sebutnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com