Liputan6.com, Kuwait City - Putra Mahkota Syekh Nawaf al-Ahmed ditunjuk oleh kabinet di negara tersebut sebagai pengganti Emir Kuwait, Syekh Sabah al-Ahmed al-Sabah yang meninggal dunia pada usia 91 tahun.
Dikutip dari laman BBC, Kamis (1/10/2020), ia adalah saudara tiri dari Emir Kuwait yang saat ini berusia 83 tahun.
Pemimpin baru Kuwait, Putra Mahkota Syekh Nawaf telah dilantik selama sesi Majelis Nasional. Negara yang berada di kawasan Teluk Arab ini telah memulai masa berkabung nasional selama 40 hari.
Baca Juga
Advertisement
Syekh Sabah mendapatkan reputasi sebagai pemimpin luar biasa yang membantu mengarahkan negaranya melalui invasi Irak tahun 1990, jatuh di pasar minyak global dan pergolakan di parlemen dan di jalanan, demikian dikutip dari Al Jazeera.
Para pemimpin dunia dan orang Kuwait sama-sama memuji warisan dari Emir Kuwait tersebut. Ia dianggap sebagai arsitek kebijakan luar negeri modern dan mediator dalam beberapa krisis terburuk yang mencengkeram kawasan Teluk.
"Pria ini adalah pengaman dunia Arab, bukan hanya untuk Kuwait," kata Bandar al-Dahani, seorang warga Kuwait, kepada kantor berita AFP. Insya Allah, kebaikan itu ada pada Putra Mahkota Syekh Nawaf dan dia akan mengikuti jalan sang emir.
Syekh Nawaf, yang telah memegang jabatan tinggi selama beberapa dekade, mengambil alih Kuwait dan kini menghadapi dampak krisis Virus Corona COVID-19, yang memicu penurunan tajam harga minyak dan konsekuensi ekonomi yang parah bagi negara-negara Teluk.
Negarawan yang dinobatkan sebagai ahli waris pada tahun 2006, menjabat sebagai menteri pertahanan ketika pasukan Irak memasuki emirat kaya minyak itu pada tahun 1990, dan juga sebagai menteri dalam negeri yang menghadapi tantangan dari kelompok bersenjata.
Sosok Pupuler
Pemimpin baru ini populer di dalam keluarga al-Sabah yang berkuasa dan dilaporkan menjadi pilihan konsensus bagi penguasa. Dia juga memiliki reputasi yang baik dengan sikap sopannya.
Perubahan kebijakan yang signifikan tidak diharapkan selama masa pemerintahannya, bahkan setelah kawasab Teluk mengalami pergeseran seismik dengan tetangga Kuwait, Uni Emirat Arab dan Bahrain, yang memilih untuk menjalin hubungan dengan Israel.
Normalisasi dengan negara Yahudi sangat tidak populer di kalangan masyarakat Kuwait, yang sebagian besar mendukung posisi bersejarah dunia Arab dalam menuntut penyelesaian perjuangan Palestina sebelum memberikan konsesi diplomatik kepada Israel.
Simak video pilihan berikut:
Kemungkinan Persaingan Takhta Baru?
Konstitusi Kuwait menetapkan bahwa penguasa haruslah keturunan pendiri bangsa, Mubarak al-Sabah, tetapi takhta telah berpindah-pindah antara keturunan putranya, Salem dan Jaber, selama empat dekade.
Kandidat untuk peran putra mahkota yang baru dikosongkan termasuk putra Syekh Sabah dan mantan wakil perdana menteri, Nasser Sabah al-Ahmed al-Sabah, seorang politikus Kuwait.
"Syekh Nawaf al-Ahmed harus dipandang lebih sebagai juru kunci daripada sebagai pemimpin baru yang menentukan," kata Cinzia Bianco, seorang peneliti di Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri.
Namun, di balik layar, pangeran yang lebih muda kemungkinan akan terus bersaing untuk menggantikannya.
Advertisement