Hari Batik Nasional, Mari Berkontribusi Nyata Lestarikan Kain Batik Indonesia

Jangan sampai Hari Batik Nasional jadi selebrasi tahunan tanpa makna.

oleh Asnida Riani diperbarui 02 Okt 2020, 07:02 WIB
Seorang pekerja menjemur batik di pabrik "batik" kain tradisional Indonesia di Sidoarjo, Jawa Timur (12/11/2019). UNESCO menetapkan batik sebagai karya agung lisan dan warisan budaya takbenda kemanusiaan. (AFP Photo/Juni Kriswanto)

Liputan6.com, Jakarta - "Gampang saja. Pakailah batik," kata Tumbu Ramelan, aktivis Yayasan Batik Indonesia (YBI), dalam webinar "Menuju Hari Batik Nasional" Kamis, 1 Oktober 2020. Dengan begitu, kain batik Indonesia akan otomatis terlestarikan.

Sebagai catatan, upaya mempertahankan salah satu wastra sarat makna ini harus tepat sasaran. Selain fokus pada pemeliharaan eksistensinya, memperpanjang napas para perajin batik pun jadi pertimbangan krusial.

"Setidaknya adalah enam ribuan motif batik. Yang biasa kita kenal jumlahnya tak sampai 100," ungkap Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Hilmar Farid Setiadi.

Direktur Google Arts and Culture, Amit Sood, menambahkan bahwa saat sudah tahu nilai kain batik, penghargaannya akan lebih. Jadi, jangan cuma dilihat dan dipakai, tapi diketahui kisah di balik selembar kain batik.

Di samping, menurut Tumbu, dalam perjalanannya, para perajin dan pengusaha kain batik telah bekerja sama dengan desainer guna menciptakan motif lebih sederhana. "Kain batik kan citranya gelap, warnanya tak menarik. Kami kemudian menciptakan (kain) batik warna pastel," tuturnya.

Kemudian, mengenalkan bagaimana memakai kain batik dengan lebih sederhana. Hal ini dilakukan dengan memperlonggar tabu-tabu yang harusnya dilaksanakan dalam pemakaian kain batik.

"Tak harus kaku memakai kain batik," tegasnya.

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Improvisasi dan Promosi di Masa Pandemi

Pengrajin tengah membatik di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta, Kamis (1/8/2019). Pada acara batik kemerdekaan tersebut para pengrajin membatik pada kain sepanjang 74 meter. Angka 74 disesuaikan dengan usia Republik Indonesia yang akan dirayakan 17 Agustus mendatang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ketua Umum Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia, Komarudin Kudya, menjelaskan bahwa perajin dan pengusaha batik, sebagaimana pelaku industri tekstil lain, pun ikut merasakan dampak pandemi.

Tak putus akal, pihaknya menggelar webinar selama pandemi yang partisipasinya membantu para perajin batik. Di samping, materi yang disampaikan pun turut memperkenalkan kain batik Indonesia pada khalayak luas.

Menurut Hilmar, improvisasi tak kalah penting dilakukan di masa krisis dengan jeli melihat peluang. Misal, dengan mentranformasi produk kain batik yang bisa dimanfaatkan sebagai interior rumah. "Sementara, produknya yang sifatnya garmen tetap terus berjalan," katanya.

Juga, pemanfaatan di barang yang relatif terkait dengan keseharian, seperti casing ponsel maupun laptop. Menyebarnya motif batik lokal dikatakan akan berpengaruh pada cara orang memahami tekstil dalam bentuk visual.

"Pengayaan narasi juga penting. Jadi, orang tahu ceritanya dan mendapat nilai yang relevan dengan momen kehidupan. Makanya kami sedang gencar mengembangkan narasi," ungkapnya.

Pelestarian kain batik pun tak bisa berjalan sendiri. Karenanya, Hilmar menyarankan para pekerja kreatif duduk bersama membuat produk yang relate dan mudah diterima.

"Misal, bisa tampil di gim atau produk yang dikonsumsi anak-anak. Jangan cuma jadi dekorasi, tapi juga tahu value (motif batik)," tandasnya.

Batik-batik Berbagai Negara

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya