Kemenkeu Klaim Program PEN Sudah Sesuai dengan Kebutuhan Dunia Usaha

Kementerian Keuangan melakukan evaluasi terhadap program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 02 Okt 2020, 16:00 WIB
Menteri Keuangan (Menkeu) melantik Febrio Nathan Kacaribu sebagai Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), menggantikan Suahasil Nazara yang telah diangkat sebagai Wakil Menteri Keuangan. (Dok Kemenkeu)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan melakukan evaluasi terhadap program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), utamanya untuk dunia usaha. Dari hasil evaluasi tersebut, bantuan yang telah digulirkan pemerintah sejalan dengan apa yang menjadi kebutuhan usaha.

“Kita melakukan evaluasi terhadap program PEN. Caranya adalah kita minta lembaga bukan kementerian keuangan untuk melakukan survei. Lalu kita lihat apa yang terjadi di perilaku dinamika sektor usaha, lalu kita bandingkan dengan policy yang kita punya. Nah kurang lebih cocok dengan apa yang dibutuhkan oleh sektor usaha,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Febrio Kacaribu dalam Dialogue Kita, Jumat (2/10/2020).

Secara rinci, Febrio memaparkan sejumlah permasalahan yang dialami sektor usaha serta kebijakan yang ditawarkan pemerintah. Diantaranya ada bantuan modal usaha, dimana untuk hal ini pemerintah telah menggulirkan Pembiayaan Investasi kepada Koperasi (LPDB). Juga Bantuan Presiden Usaha Mikro (BPUM) Penjaminan Kredit UMKM, penjaminan kredit korporasi non UMKM dan padat karya, dan penempatan dana pemerintah dalam rangka penyaluran modal kerja murah kepada dunia usaha.

“Jadi misalnya sektor usaha minta bantuan modal usaha, yes itu yang kita berikan. Keringanan tagihan listrik, yes itu yang kita sediakan. Relaksasi penundaan pembayaran pinjaman, yes itu kita koordinasikan dengan OJK,” kata dia.

Pemerintah juga telah memberikan kebijakan terkait dengan penundaan pembayaran pajak hingga kemudahan administrasi pengajuan pinjaman.

“Lalu ada juga subsidi bunga. Penundaan Pembayaran pajak itu juga sudah kita sediakan. Kemudahan administrasi pengajuan pinjaman, ini yang memang masih harus kita kerjakan dan KUR itu memang masih banyak pagunya yang belum digunakan tahun 2020 ini,” jelas dia.

Untuk itu, Febrio mengatakan pihaknya kana terus melakukan evaluasi untuk memantau keefektifan dari berbagai program yang digulirkan pemerintah.

“Inilah harapannya waktu demi waktu kita terus evaluasi. Apakah policy yang kita siapkan ini inline dengan kebutuhan dari usaha kebutuhan dari perekonomian kita secara keseluruhan,” pungkas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Penyaluran Dana PEN Capai Rp 304 Triliun, Ini Rinciannya

Tumpukan uang di ruang penyimpanan uang BNI, Jakarta, Senin (2/11/2015). Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat jumlah rekening simpanan dengan nilai di atas Rp2 M pada bulan September mengalami peningkatan . (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sampai dengan 28 September 2020, realisasi penyaluran anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) mencapai Rp 304,63 triliun. Angka tersebut sebesar 43,8 persen dari pagu yang tercatat Rp 692,2 triliun.

“Realisasi program PEN sudah mengalami akselerasi yang signifikan selama bulan Agustus dan September 2020,” ujar Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam video konferensi, Rabu (30/9/2020).

Akselerasi tersebut, diantaranya dipengaruhi percepatan belanja penanganan covid-19. Percepatan program PEN lainnya, seperti DAK fisik, DID Pemulihan dan Kartu Prakerja. Juga adanya program-program baru yang langsung segera direalisasikan. Seperti Bantuan Produktif UMKM dan subsidi gaji.

Dalam paparannya, Suahasil merincikan realisasi PEN hingga 28 September 2020. Untuk klaster kesehatan, realisasinya naik 7,82 persen dibanding Agustus mencapai Rp 21,99 triliun. Perlindungan sosial baik 37,92 persen mencapai Rp 150,86 triliun.

“Kluster kesehatan peningkatan realisasinya cukup tinggi. Perlindungan sosial ini rutin. Karena berlangsung rutin setiap bulannya mungkin sekitar Rp 35-37 triliun,” kata dia.

Kemudian realisasi penyaluran anggaran PEN sektoral K/L dan Pemda realisasi nya Rp 25,3 triliun atau naik 11,55 persen. Insentif usaha naik 8,76 persen sebesar Rp 27,61 triliun. Serta dukungan UMKM naik 26,97 persen menjadi Rp 79,06 triliun.

“Untuk pembiayaan korporasi, kita menunggu proses administrasi tata kelolanya dalam bentuk penerbitan peraturan peraturan pemerintah,” pungkas dia. 


Ekonom: Masalah Utama Penyaluran PEN Terletak pada Data

Pekerja mengemas paket bantuan sosial (bansos) di Gudang Food Station Cipinang, Jakarta, Rabu (22/4/2020). Pemerintah pusat menyalurkan paket bansos selama tiga bulan untuk mencegah warga mudik dan meningkatkan daya beli selama masa pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, ekonom Indef yang juga menjabat sebagai Komisaris Independen PT Bank Mega Tbk Aviliani mengatakan, permasalahan penyerapan bantuan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) terletak pada data. Ia menilai program PEN sangat bagus, tetapi masalahnya ada pada realisasi penyaluran yang terkendala data. 

“Untuk yang berkaitan dengan demand side sebetulnya cukup besar yaitu Rp 203 triliun dan sisanya sekitar Rp 400 triliun sekian itu untuk supply side. Nah di dalam demand side pemerintah ada beberapa persoalan yang dihadapi, pertama persoalan data,” kata Aviliani dalam The 2nd Series Industry Roundtable (Episode 8) Banking Industry Perspective, pada Selasa 29 September 2020.

Menurutnya, orang miskin baru selama covid-19 belum terdeteksi semuanya, hanya sebagian orang miskin yang telah diberikan bantuan. Tetapi untuk sebagian lagi orang miskin baru sedang diverifikasi datanya. Sehingga masalah utama dari penyaluran PEN adalah masalah data.

Lanjutnya, masalah kedua, untuk bantuan subsidi gaji di bawah Rp 5 juta ini banyak merangkul sektor formal dibanding sektor informal. Padahal kata Aviliani sektor informal cukup banyak, hanya saja belum terdeteksi dari sisi pendataan Pemerintah.

“Oleh karena itu memang problem pemerintah adalah implementasinya (PEN) sampai dengan bulan September ini baru 35 persen, makanya dikatakan kita masuk jurang resesi. Mudah-mudahan di triwulan ke-4 bisa terserap, oleh karena itu mungkin yang dibutuhkan adalah gunakanlah data yang ada saja,” ujarnya.

Di samping itu, pemerintah harus mencari-cari data baru tapi susah. Kata Aviliani, lebih baik memberikan bantuan secara menyeluruh kepada data yang sudah diperoleh dahulu. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya