Liputan6.com, Jakarta - Pariwisata menjadi salah satu sektor yang terdampak pandemi Covid-19. Berbagai upaya dilakukan agar sektor tersebut dapat bangkit dari ketepurukan, salah satunya adalah mengubah strategi.
Konsep wisata berkelanjutan seperti wisata alam diyakini akan semakin banyak diminati karena dinilai lebih aman terutama dari segi kesehatan. Tren wisata dalam masa adaptasi kebiasaan baru akan lebih berorientasi pada penerapan protokol Cleanliness, Health, Safety, and Environmental Sustainability (CHSE), fokus ke wisata domestik, dan pariwisata non-massal.
"Kalau ditanyakan ke saya, apa yang harus kita lakukan agar pariwisata bisa bangkit lagi di masa pandemi ini, jawabannya sudah pasti ekowisata, karena saya di bidang itu dan tahu betul kalau wisata alam itu risikonya lebih kecil dari segi kesehatan," terang Prof Yonariza , guru besar bidang pertanian dan kehutanan dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat dalam webinar bertajuk “What Now for Sustainable Tourism in Southeast Asia?”, Jumat, 2 Oktober 2020.
Baca Juga
Advertisement
"Sekarang ini akan tempat wisata yang massal seperti kebun binatang dan taman hiburan ditutup untuk sementara, karena berpotensi mendatangkan banyak orang sehingga agak sulit dan berisiko menerapkan protokol kesehatan. Ini beda dengan wisata alam, terutama ekowisata yang terbukti sekarang sudah banyak yang buka kembali, tentunya tetap menerapkan protokol kesehatan," lanjutnya.
Pola perjalanan ekowisata memang memungkinkan untuk dilakukan saat ini, mengingat karakter ekowisata yang menjunjung tinggi kelestarian alam serta masyarakat dan budaya lokal, dengan mempertimbangkan kapasitas jumlah pengunjung. Ekowisata tidak hanya mengandalkan pada jumlah kunjungan, tapi mementingkan kedalaman makna dan manfaat dari perjalanan wisata.
Masa pandemi ini memungkinkan stakeholder pariwisata untuk benar-benar meningkatkan mutu destinasi wisata, serta mempertimbangkan sustainability, keamanan dan kenyamanan berwisata. Kegiatan seperti mendaki gunung, observasi di taman nasional, kunjungan ke area konservasi alam dan budaya, termasuk produk terkini dalam rupa desa wisata, merupakan sejumlah aktivitas ekowisata yang kali ini mendapat peluang untuk tumbuh berkembang.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Terapi Hutan
"Saat kita tak bisa bepergian jauh, saya sendiri lebih memilih wisata alam di daerah saya, di Sumatera Barat, seperti ke Gunung Singgalang dan gunung-gunung lainnya, karena di sana kita tidak bergerombol, jadi bisa lebih menjaga jarak dan menjalan protokol kesehatan dengan baik," tutur Prof Yonariza.
Ia menambahkan, hal serupa juga terjadi di sejumlah negara di Asia Tenggara, karena tiap negara seperti Thailand, Kamboja dan Malaysia juga banyak potensi ekowisata dan wisata alam yang menarik.
Ada satu lagi potensi wisata alam yang bisa lebih dimaksimalkan terutama di Indonesia yaitu wisata healing forest atau terapi hutan. Terapi ini dapat dilakukan dengan cara memasuki kawasan hutan, lalu membiarkan hutan tersebut terhubung dengan semua indera manusia, seperti indra penciuman, penglihatan, pendengaran, pengecap, peraba dan gerakan. Semua anggota tubuh akan terhubung dengan suasana di hutan.
"Healing forest ini mulai banyak disukai karena menghubungkan diri dengan alam, serta menimbulkan rasa labih nyaman setelah mengunjungi tempat tersebut, Tentunya berbeda dengan wisata pada umumnya yang bergerombol, wisata healing forest bisa dilakukan secara mandiri sehingga bisa menjalankan protokol kesehatan dengan lebih baik," tutup Prof Yonariza.
Advertisement