Survei BPS: PHK jadi Opsi Terakhir Perusahaan Demi Bertahan di Masa Pandemi

Sejumlah perusahaan masih tetap mempertahankan karyawan mereka di tengah hantaman pandemi covid-19.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 03 Okt 2020, 10:00 WIB
Pegawai pulang kerja berjalan di trotoar Jalan Sudirman, Jakarta, Selasa (12/5/2020). Pemerintah memberi kelonggaran bergerak bagi warga berusia di bawah 45 tahun untuk mengurangi angka pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi virus corona COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah perusahaan masih tetap mempertahankan karyawan mereka di tengah hantaman pandemi covid-19. Sementara keputusan untuk melakukan PHK cenderung menjadi langkah terakhir yang diambil terhadap tenaga kerjanya.

“Ada berbagai upaya perusahaan untuk tetap mempertahankan tenaga kerjanya meskipun aktivitas perusahaan sangat terdampak oleh pandemi. Keputusan untuk melakukan PHK cenderung adalah langkah terakhir yang diambil terhadap tenaga kerjanya,” dikutip dari keterangan Badan Pusat Statistik (BPS), Sabtu (3/10/2020).

Menanggapi situasi saat ini, Secara rinci, pengurangan jam kerja adalah langkah yang relatif lebih banyak diambil oleh perusahaan dibandingkan pilihan lainnya. Yakni dengan persentase 32,66 persen.

Keputusan terbanyak kedua yakni dirumahkan tanpa upah sebesar 17,06 persen, diberhentikan dalam jangka waktu singkat 12,83 persen.

Kemudian dirumahkan dengan upah sebagian menjadi opsi paling banyak diambil keempat. Serta 3,69 persen perusahaan memilih merumahkan karyawan dengan upah yang dibayarkan penuh.

“Optimisme bahwa pandemi akan segera berakhir cenderung membuat perusahaan tidak mengambil keputusan PHK permanen. Memberhentikan pekerja dalam waktu singkat adalah pilihan yang relatif lebih baik,” tulis BPS.

 

**Ingat #PesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Ekonom: Gelombang PHK Terus Berlanjut Meski Pandemi Covid-19 Usai

Doc. Kementerian Ketenagakerjaan.

Ekonom INDEF Aviliani, menilai gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tidak hanya terjadi selama pandemi covid-19, melainkan ke depannya PHK akan tetap terjadi dampak dari perubahan perilaku masyarakat pasca covid-19.

“Nah kalau kita lihat sekarang PHK sudah ada tapi memang belum terlalu signifikan atau besar-besaran tetapi kecil-kecilan, namun ke depan menurut saya PHK itu bukan hanya terjadi karena pandemi aja tapi karena behavior masyarakat kita yang berubah menjadi permanen,” kata Aviliani dalam The 2nd Series Industry Roundtable (Episode 8) Banking Industry Perspective, Selasa (29/9/2020).

Menurutnya, pandemi covid-19 ini memaksa kita untuk mempercepat digitalisasi, yang semula perusahaan berencana mengurangi pegawai dalam 5 tahun lagi, namun sekarang dipercepat sehingga PHK tidak bisa dielakkan.

Lantaran Oktober nanti, Aviliani menilai akan banyak perusahaan yang meminta restrukturisasi atau bantuan. Karena daya tahan perusahaan hanya mampu bertahan selama 6-1 tahun saja dalam menghadapi krisis,  mau tidak mau Ketika perusahaan-perusahaan sudah mulai tumbang maka akan banyak terjadinya PHK.

“Kalau perusahaan itu kreatif sebenarnya dia bisa memanfaatkan ini sebagai peluang, saya bilang the power of kepepet punya ide untuk survive, kalau yang kayak gitu perusahaan ini tidak akan PHK justru mereka bisa mengambil keuntungan di tengah pandemi,” ujarnya.

Namun sebaliknya, bagi perusahaan yang tidak bisa kreatif dan tidak bisa melakukan apapun, atau mungkin perusahaan hanya bisa melakukan cost efficiency maka akan banyak yang kena PHK.

“Nah ini harus diantisipasi oleh masyarakat maupun pemerintah karena ini akan terjadi (PHK) mau tidak mau,” pungkasnya.    


Jakarta Kembali PSBB, PHK Massal Tak Terbendung

Pegawai pulang kerja menunggu bus Trassnjakarta di Halte Dukuh Atas, Jalan Sudirman, Jakarta, Selasa (12/5/2020). Pemerintah memberi kelonggaran bergerak bagi warga berusia di bawah 45 tahun untuk mengurangi angka pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Ekonom Institute for Development of Economics (Indef), Bhima Yudhistira menyebutkan adanya kemungkinan PHK massal seiring diperketatnya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta.

Hal ini, kata Bhima, terjadi sebagai antisipasi atas turunnya permintaan atau demand selama PSBB berlangsung. “Diperkirakan akan terjadi PHK massal sebagai antisipasi turunnya permintaan,” ujar dia kepada Liputan6.com, Kamis (10/9/2020).

Sehingga peran pemerintah menjadi krusial dalam menjamin bantalan sosial sebelum PSBB resmi diterapkan kembali.

“Di sini tugas pemerintah pusat dan pemda penting, ketika rem darurat di injak maka sebelum penerapan psbb bansos harus digenjot. Waktunya kan tidak banyak sebelum tanggal 14 (September 2020). Masyarakat miskin dan rentan miskin di supply sembako dulu secara masif sehingga bisa bertahan hidup,” kata dia.

Sebagai informasi, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali akan kembali memberlakukan pengetatan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) setelah semakin meningkatnya kasus terkonfirmasi positif Covid-19.  

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya