Liputan6.com, Jakarta - Sejak batik ditetapkan Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009, batik banyak diproduksi. Beberapa daerah bahkan menyebut memiliki batik, seperti Papua, Kalimantan, begitu pula dengan negara lain.
"Itu bukan batik, tapi motif batik. Pembuatan batik itu terdiri dari dua unsur, unsur teknik pembuatan dan unsur pesan," kata desainer batik Era Soekamto, saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 2 Oktober 2020.
Baca Juga
Advertisement
Dalam teknik printing dikenal dengan ancient printing yang ada sudah sejak lama. Ia menyebut bahkan ancient printing itu ada di China, Jepang, dan negara lain, tapi itu bukan batik.
"Batik itu merupakan perpaduan antara babat dan titik yang mempunyai subliminal message. Batik mempunyai makna yang tersirat. Contohnya saja batik parang, banyak orang yang tidak tahu, bahwa itu tidak boleh ditaruh di lantai karena itu hasil tirakatan,” ungkap Direktur Kreatif Iwan Tirta Private Collection.
Sebagai suatu kreativitas, motif batik bisa berkembang di mana saja, tapi batik punya filosofi dan sejarah tersendiri. Hal itu yang tak dimiliki oleh bangsa lain.
"Jadi, sebenarnya kehadiran motif batik dari negara lain itu tak berpengaruh terhadap batik Indonesia. Karena yang mereka produksi itu bukan batik, tapi motif batik," kata Era.
Bagi Era, orang yang membatik itu harus tahu aturan dan pakemnya. Selain itu, tahu juga subliminal mesaage-nya, baik secara spiritual dan ideologinya, serta peradaban yang disampaikan para empu. "Saya berusaha untuk menjaga pakem dan aturan itu," kata Era.
Era menambahkan, pangsa pasar batik di luar negeri, tetap pembelinya tetap orang-orang Indonesia. Bukan orang Jepang atau New York.
"Marketnya tetap orang Indonesia. Karena mereka menganggap batik seperti Hawaiian short saja," ujar Era. "Jadi, keberadaan motif batik dari nehgara lain itu tidak berpengaruh terhadap batik Indonesia," tegas Era.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tak Bisa Melarang
Dihubungi seca terpisah, desainer Musa Widyatmodjo mengungkapkan kehadiran motif batik dari negara lain itu, tak masalah. Karena orang tak bisa melarang orang lain untuk menyalurkan kreativitasnya dalam beragam karya, termasuk membuat motif batik.
"Batik itu asal Indonesia. Tapi saya pikir tak ada orang yang bisa melarang negara lain untuk membuat karya motif batik. Setiap negara tentu punya pandangan yang berbeda-beda dan selera yang berbeda dalam membuat motif batik. Jadi, persaingan itu tentu saja ada," kata Musa, kepada Liputan6.com, Jumat, 3 Oktober 2020.
Musa menambahkan, negara-negara lain pun punya teknik yang hampir sama dengan negara lain, baik teknik tradisional maupun modern. Ia menyebut canting, alat untuk membatik bisa jadi perpaduan dari China.
"Di Afrika itu ada juga namanya wax printing yang kemudian diangkat Christian Dior. Mereka membuat motif batik secara lebih modern," kata Musa.
Oleh karena itu, di tengah munculnya motif-motif batik dari negara lain, Indonesia perlu beradaptasi. Salah satu caranya, kata Musa, dengan cara membuat batik dengan motif kekinian.
Hal senada juga diungkapkan Era Soekamto, baginya adaptasi perlu dilakukan terkait perkembangan teknologi. Ia mencontohkan, Afrika sudah mempunyai mesin wax printing untuk membuat motif batik dalam jumlah besar.
"Indonesia masih belum punya alat seperti itu. Jadi, kalau orang memesan batik dalam jumlah besar, tentu harus menunggu waktu yang sangat lama," kata Era.
Advertisement