PERSI Tanggapi Isu Rumah Sakit yang 'Meng-Covidkan' Pasien Meninggal Dunia

Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) menanggapi pemberitaan terkait rumah sakit yang dianggap meng-Covidkan pasien.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 04 Okt 2020, 18:53 WIB
Pekerja medis Rumah Sakit Universitas Nasional Kyungpook memindahkan seorang pasien di Daegu, Korea Selatan, Rabu (4/3/2020). Jumlah total pasien yang terinfeksi virus corona (COVID-19) di Korea Selatan bertambah menjadi 5.621 kasus. (Xinhua/Lee Sang-ho)

Liputan6.com, Jakarta Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) menanggapi pemberitaan terkait rumah sakit yang dianggap meng-Covidkan pasien. Dalam arti, oknum rumah sakit melaporkan semua pasien yang meninggal dunia untuk mendapatkan anggaran dari pemerintah.

Sehubungan dengan ini, PERSI menyampaikan beberapa hal sebagaimana dikutip dari keterangan pers, Minggu (4/10):

1. PERSI berkomitmen dan senantiasa mendukung upaya Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam penanggulangan pandemi Covid-19 denganmemberikan pelayanan kesehatan bagi pasien Covid-19 maupun pasien umum yangmembutuhkan.

2. PERSI melalui Rumah Sakit anggotanya secara penuh kesadaran memenuhitanggungjawabnya untuk melayani kesehatan seluruh masyarakat baik pasien Covid19 dan non-Covid-19 dengan segala risiko tinggi pada berbagai aspek baik kesehatanmaupun non kesehatan.

3. Dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien Covid-19, Rumah Sakitmemegang teguh dan melaksanakan pelayanan kesehatan berdasarkan ketentuanperaturan perundang-undangan dan protokol kesehatan yang ditetapkan olehPemerintah dan Pemerintah Daerah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan dan PihakBerwenang lainnya.

4. Dalam hal manajemen klinis dan tatalaksana jenazah, Rumah Sakit berpedoman yangditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, terakhir revisi kelima yang ditetapkan dalamKeputusan Menteri Kesehatan Keputusan Menteri Kesehatan NomorHK.01.07/Menkes/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (Covid-19);

a. Diatur status pasien Covid-19 yaitu Suspek, Probable, Konfirmasi dan KontakErat;

b. Kasus probable merupakan kasus suspek dengan ISPA Berat/ARDS ataumeninggal dengan gambaran klinis yang meyakinkan COVID-19 dan belumada hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR.

c. Dalam hal pasien kasus probable dan konfirmasi meninggal dunia,pemulasaraan jenazah diberlakukan dengan tatalaksana Covid-19.

 

 

 

**Ingat #PesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Load More

Simak Video Berikut Ini:


Selanjutnya

5. Dalam hal mengajukan klaim pembayaran atas pelayanan pasien Covid-19, Rumah Sakit senantiasa didasarkan dan memang harus mematuhi ketentuan Keputusan MenteriKesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/446/2020 tentang Petunjuk Teknis KlaimPenggantian Biaya Pelayanan Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu Bagi RumahSakit Yang Menyelenggarakan Pelayanan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19);

a. Pengajuan klaim pasien Covid-19 harus dibuktikan dengan assesmen klinis,resume medis, pemeriksaan laboratorium dan data dukung lainnya;

b. Rumah sakit yang memberikan pelayanan tidak sesuai tata kelola pelayanandiatur dalam pedoman ini tidak akan diberikan penggantian biayapelayanan COVID-19;

c. Metode pembayaran klaim pasien Covid-19, pelayanan yang diberikan danmaksimal lama perawatan, ditentukan dengan menggunakan tarif INA-CBGdan tarif per hari (cost per day) yang efektif dan efisien;

d. Rumah Sakit mengajukan klaim pembayaran ditujukan kepadaKementerian Kesehatan dengan ditembuskan kepada Dinas Kesehatansetempat, dan diverifikasi oleh BPJS Kesehatan. Jika terjadiketidaksesuaian/dispute, dilakukan penyelesaian oleh Tim yang dibentuk olehMenteri Kesehatan;

e. Pembinaan dan pengawasan dalam pelaksanaan pengajuan dan pembayaranklaim ini dilakukan bersama-sama oleh Kemenkes, BNPB, BPPKP, DinkesProvinsi, Dinkes Kabupaten/Kota;

6. Adanya pernyataan atau tanggapan yang tak disertai fakta, bukti atau tidakterbukti kebenarannya membangun persepsi keliru atau menggiring opini seolaholah Rumah Sakit melakukan perilaku yang tidak sesuai dengan ketentuan ataukecurangan/fraud.

Persepsi keliru dan opini ini menghasilkan misinformasi dandisinformasi yang merugikan pelayanan rumah sakit dalam penanganan pandemiCovid-19;

7. Terbangunnya opini “Rumah Sakit mengcovidkan pasien” menimbulkan stigma danpengaruh luar biasa pada menurunnya kepercayaan publik terhadap rumah sakitdan meruntuhkan semangat dan ketulusan pelayanan yang dilaksanakan rumahsakit dan tenaga kesehatan. Hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan dampaknegatif dalam pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh rumah sakit kepada pasien danmasyarakat umum.

8. Jika benar dan dapat dibuktikan secara sah, PERSI sangat mendukungpemberian sanksi terhadap oknum petugas atau institusi rumah sakit yangmelakukan kecurangan dengan “meng-covidkan" pasien.

9. PERSI mengimbau, mengajak dan senantiasa berkolaborasi kepada para pihak yangberkepentingan memperbaiki pelayanan kesehatan dalam penanganan pandemi Covid19. PERSI menerima masukan, aspirasi dan keluhan dapat disampaikan dengan carayang tepat dan saluran yang benar.


Munculnya isu mengcovidkan pasien

Dokter gagal menyelamatkan pasien COVID-19 dari serangan jantung, beberapa menit sebelum pasien meninggal di ICU Rumah Sakit Nasional di Itagua, Paraguay, Senin (7/9/2020). (AP Photo/Jorge Saenz)

Isu ini mencuat setelah Kepala Kantor Staf Kepresidenen Moeldoko dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta pihak rumah sakit bersikap jujur mengenai data kematian pasien saat pandemi COVID-19 agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.

Moeldoko mengungkapkan hal ini sudah banyak terjadi, orang sakit biasa atau mengalami kecelakaan, didefinisikan meninggal karena COVID-19 oleh pihak rumah sakit yang menanganinya, padahal sebenarnya hasil tesnya negatif.

"Ini perlu diluruskan agar jangan sampai ini menguntungkan pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan dari definisi itu," ujarnya, dikutip Antara.

Ganjar membenarkan adanya isu tersebut dan menimbulkan keresahan dalam masyarakat sudah pernah terjadi di Jawa Tengah.

Untuk mengantisipasi hal itu, Ganjar menegaskan sudah menggelar rapat dengan jajaran rumah sakit rujukan COVID-19 di Jawa Tengah dan pihak terkait yang kemudian diputuskan, untuk menentukan atau mengekspos data kematian pasien harus terverifikasi terlebih dulu.

"Seluruh rumah sakit di mana ada pasien meninggal, maka otoritas dokter harus memberikan catatan meninggal karena apa. Catatan itu harus diberikan kepada kami, untuk kami verifikasi dan memberikan 'statement' keluar," ujarnya.

Dengan sistem itu, Ganjar mengakui akan terjadi keterlambatan data mengenai angka kematian.

"'Delay' data itu lebih baik daripada terjadi sesuatu yang tidak diinginkan," kata Ganjar.


Infografis Jangan Remehkan Cara Pakai Masker

Infografis Jangan Remehkan Cara Pakai Masker (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya