Liputan6.com, Jakarta Kerugian negara akibat kasus gagal bayar asuransi Jiwasraya mencapai Rp 16,8 triliun. Jumlah perhitungan tersebut mengacu pada hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Hexana Tri Sasongko mengatakan, kerugian temuan BPK hanya sebatas kerugian investasi, sehingga masih terdapat kerugian yang harus ditanggung pemegang saham.
Advertisement
“Nilai tersebut belum meliputi seluruh kerugiaan Jiwasraya (Rp16,8 triliun) belum final. BPK sudah melakukan audit investigasi terhadap kerugian negara. Total kerugian negara terkait investasi senilai Rp 16,8 triliun,” ujarnya saat video conference di Jakarta, Minggu (4/10/2020).
Adapun, jika dihitung-hitung total kerugian diperkirakan mencapai Rp 37 triliun. Kerugian tersebut membuat negara memutuskan menanggung sebagian.
“Manajemen baru dibantu konsultan independen telah menghitung kebutuhan dana yang diperlukan untuk penyelamatan pemegang polis,” ucapnya.
Di menambahkan, pemberian penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 22 triliun diutamakan untuk program penyelamatan Jiwasraya.
Sehingga dana tersebut bisa menyelesaikan semua masalah dan menyelesaikan semua kewajiban pembayaran polis kepada para nasabah.
“Total dana melalui PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) sebesar Rp 22 triliun, dan itu didahului oleh program penyelematan Jiwasraya,” ucapnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Dirut Jiwasraya Buka-bukaan Soal Kasus Gagal Bayar Polis
Pemerintah menyuntikkan modal Rp 22 triliun dalam skema penyelamatan PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Nantinya, dana tersebut digunakan dalam pembentukan asuransi baru Indonesia Finansial Group (IFG) Life melalui PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI).
Direktur Utama Asuransi Jiwasraya, Hexana Tri Sasongko mengakui kondisi Jiwasraya saat ini tengah mengalami permasalahan keuangan yang serius. Sehingga mengakibatkan Perseroan tidak mampu memenuhi kewajiban secara penuh.
“Kondisi Jiwasraya sudah terjadi lama (10 tahun), sehingga Jiwasraya tidak mampu memenuhi semua kewajiban secara penuh,” ujarnya saat video conference, di Jakarta (4/10/2020).
Setidaknya ada empat faktor yang menyebabkan kondisi perseroan menjadi sulit. Pertama, permasalah likuiditas dan solvabilitas yang terjadi sejak 10 tahun. “Ini tidak diselesaikan secara fundamental atau solusi yang tepat,” jelas dia.
Kedua, adalah permasalah tata kelola Perseroan yang tidak sesuai dengan standar pasar. Ketiga, permasalahan investasi yang tidak menerapkan prinsip kehati-hatian.
“Terakhir, ada dugaan fraud dari manajemen lama yang sedang diproses di Kejaksaan Agung,” ucapnya.
Dia mencatat pemegang polis Asuransi Jiwasraya mencapai 2,6 juta orang per 31 Agustus 2020. Dari jumlah tersebut, sekitar 90 persen nasabah terdiri dari pemegang polis manfaat pensiun dan masyarakat menengah ke bawah.
“Untuk melindungi pemegang polis maka diperlukan program penyelamatan pemegang polis yang diinisiasi pemegang saham,” ucapnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement