Opex dan Capex Bio Farma Fokus untuk Penanganan Covid-19

untuk Capital expenditures (capex), Bio Farma menganggarkan Rp 152 miliar sampai dengan semester I 2020.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 05 Okt 2020, 14:06 WIB
Presiden Joko Widodo atau Jokowi (kanan) meninjau fasilitas produksi dan pengemasan di PT Bio Farma, Bandung, Jawa Barat Selasa (11/8/2020). Jokowi menggunakan pakaian lengkap penelitian untuk melihat Laboratorium Bio Farma. (Foto: Biro Pers Kepresidenan)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi VI DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Holding BUMN Farmasi pada Senin ini. RDP ini membahas rencana investasi dan operasional empat perusahaan BUMN farmasi salah satunya adalah PT Bio Farma (Persero).

Direktur utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir mencatat,  perseroan telah menganggarkan Operating Expense (Opex) atau biaya operasional sebesar Rp 263 miliar. Sebagian besar dana tersebut untuk pengembangan vaksin Covid-19.

“Opex paling banyak untuk pengembangan vaksin kalau di Bio Farma. Dari pengadaan bahan bakunya, untuk uji klinis, lisensi, transfer teknologi dan nanti juga biaya yang kita butuhkan untuk CSR,” kata Honesti pada Senin (5/10/2020).

Ia pun kemudian merincikan. Untuk uji klinis SaraCOv-Sinovac, Bio Farma menganggarkan Rp 22,5 miliar, untuk lisensi produk Covid-19 senilai Rp 96,5 miliar dan untuk pengembangan plasma convalesces sebesar Rp 5,2 miliar.

Tak berbeda jauh, untuk Capital expenditures (capex) Bio Farma menganggarkan Rp 152 miliar sampai dengan semester I 2020.

“Capex Bio Farma sendiri sekarang kita coba berikan untuk pengembangan produk penanganan covid-19 seperti PCR, reagen jadi dan juga untuk lab,” kata Honesti.

“Sementara kapasitas produksi untuk vaksin sendiri kami tidak butuh investasi," pungkas dia. 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.


Bio Farma: 656 Relawan Vaksin Sinovac Terima Suntikan Kedua

Seorang pekerja berada di dalam laboratorium di pabrik vaksin SinoVac di Beijing, Kamis (24/9/2020). Perusahaan farmasi China, Sinovac mengatakan vaksin virus corona yang dikembangkannya akan siap didistribusikan ke seluruh dunia, termasuk AS, pada awal 2021. (AP Photo/Ng Han Guan)

Sebelumnya, Direktur utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir menyampaikan, sebanyak 656 relawan vaksin Sinovac telah menerima suntikan kedua. Sedangkan jumlah yang telah mendapat suntikan tahap pertama sudah mencapai 1.319 relawan.

"Sampai saat ini belum ada reaksi serius dari suntikan ini. Mudah-mudahan ini bisa berjalan lancar supaya Januari bisa kami sampaikan hasilnya ke BPOM, sehingga Januari bisa produksi. Insyaallah akhir Januari atau awal Februari bisa vaksinasi," kata dia dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VI, Senin (5/10/2020).

 

Sementara itu, ada 244 relawan vaksin Sinovac yang sudah diambil plasma untuk pengetesan. Langkah tersebut untuk mengetahui 14 hari setelah penyuntikan kedua antibodi sudah terbentuk atau belum.

Dalam paparannya, Honesti menyampaikan komitmen untuk mendistribusikan sebanyak 15 juta dosis pada November dan Desember 2020. 35 juta dose pada Januari hingga Maret 2021, dan 210 juta dose pada April hingga Desember 2020 sebagai prioritas.

Honesti menambahkan, persoalan lain dalam proses produksi vaksinasi ke depan adalah soal kehalalannya. Untuk itu, Honesti mengaku telah beraudiensi dengan Wapres Ma'ruf Amin, MUI, dan Komisi Fatwa MUI untuk membicarakan soal kehalalan vaksin Sinovac.

“Arahannya menggembirakan. Kalau halal sangat bagus, tapi kalau belum memenuhi unsur halal tetap diberikan vaksinasinya karena dalam kondisi pandemi,” kata dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya