Liputan6.com, Jakarta - Di dalam masa pandemi Covid-19 ini, inklusi keuangan memegang peranan penting dalam percepatan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Khususnya, dengan mempercepat pemberian kredit bagi UMKM sehingga usaha mereka dapat meningkat kembali dan mendekati kondisi normal.
“Sementara gerakan menabung menjadi prioritas berikutnya mengingat perlunya spending dari masyarakat untuk menggerakkan sektor riil,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Iskandar Simorangkir saat memberikan sambutan dalam acara pembukaan Bulan Inklusi Keuangan Tahun 2020, Senin (5/10/2020).
Advertisement
Iskandar mengatakan, salah satu bentuk pemberian modal kerja yang diberikan pemerintah kepada UMKM adalah Bantuan Presiden (Banpres) Tunai. Bantuan ini untuk menghidupkan kembali kegiatan usaha yang sempat terhenti.
“Banpres tunai diberikan sebesar Rp 2,4 juta kepada 12 juta pelaku UMKM dan direncanakan akan ditingkatkan sampai 15 juta pelaku UMKM,” tutur Iskandar.
Selain itu, Pemerintah meluncurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Super Mikro (SUMI) dengan jumlah kredit sampai dengan Rp10 juta untuk Ibu Rumah Tangga (RT) dan pekerja terkena PHK yang ingin melakukan usaha dengan bunga 0 persen sampai dengan Desember 2020.
Inklusi keuangan tersebut tidak berhenti di situ saja. Pemerintah juga memberikan tambahan subsidi bunga 6 persen kepada pelaku UMKM dan debitur KUR sehingga bunga KUR semua skema menjadi sebesar 0 persen sampai akhir tahun ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Restrukturisasi Kredit
Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah membantu keringanan UMKM dengan restrukturisasi kredit akibat Covid-19 dengan merelaksasi kebijakan kredit dengan POJK Nomor 11.
Di tengah Pandemi Covid-19, kata Iskandar, Bulan Inklusi Keuangan yang diselenggarakan pada bulan Oktober ini memiliki peranan strategis.
“Dengan adanya Bulan Inklusi Keuangan, maka diharapkan indeks inklusi keuangan akan meningkat, mengingat pada tahun 2019 indeks inklusi keuangan Indonesia masih 76,2 persen,” imbuhnya.
Walaupun sudah naik pesat, angka Indeks itu masih di bawah negara emerging market seperti Cina dan India, yang telah mencapai indeks inklusi keuangan sebesar 80 persen, serta negara ASEAN seperti Malaysia sebesar 85 persen dan Thailand sebesar 82 persen pada tahun 2017 menurut Global Findex Bank Dunia.
“Literasi keuangan melalui edukasi keuangan perlu didorong sehingga indeks inklusi keuangan dapat ditingkatkan. Kesemua hal tersebut tentunya akan berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya kelompok bawah, serta usaha mikro dan kecil,” terang dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement