Liputan6.com, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja (KSP) BUMN mengambil pernyataan sikap terhadap pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU) Cipta Kerja oleh DPR RI pada Senin kemarin.
Ketua Umum KSP BUMN Ahmad Irfan Nasution mengatakan, salah satu sikap yang diambil pihaknya yakni mengumumkan kepada seluruh pekerja BUMN agar tidak ikut dalam aksi mogok kerja seperti yang dilakukan kelompok serikat pekerja lain.
Advertisement
"Kita tetap harus berikan kinerja terbaik di tengah ancaman resesi ekonomi sebagai dampak pandemi, dan tantangan BUMN sebagai buffer perekonomian nasional untuk menghadirkan kesejahteraan rakyat Indonesia secara kolektif," serunya, Selasa (6/10/2020).
Irfan menyatakan, KSP BUMN juga telah memberikan masukan kepada pemerintah dan DPR terkait perumusan draft RUU Cipta Kerja sebelum disahkan.
"KSP BUMN akan mempelajari UU tersebut dengan seksama, terutama terkait pasal usulan KSP BUMN dan pasal yang merugikan pekerja," ujar dia.
Pernyataan sikap yang dikeluarkan KSP BUMN ini memang sedikit berbeda dengan kelompok buruh lainnya. Seperti yang diutarakan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPI), yang memastikan bakal tetap menyelenggarakan aksi mogok kerja nasional selama 3 hari, yakni pada 6-8 Oktober 2020.
Presiden KSPI Said Iqbal mengemukakan, aksi itu digelar sebagai bentuk penolakan terhadap RUU Cipta Kerja yang telah menjadi UU. Ada 7 poin alasan mengapa KSPI tidak setuju dengan Omnibus Law. Pertama, buruh menolak Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) bersyarat dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) dihapus.
Kedua, buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Lalu, penolakan seputar Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau kontrak kerja seumur hidup tanpa batas waktu.
Selanjutnya, buruh juga menolak UU Cipta Kerja terkait outsourcing seumur hidup, tidak mau mendapatkan jam kerja eksploitatif, mempermasalahkan hak upah atas cuti yang hilang, hingga menyoroti potensi hilangnya jaminan pensiun dan kesehatan akibat terus menggunakan karyawan outsourcing.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Pemerintah Klaim UU Cipta Kerja Mampu Ciptakan Lapangan Kerja Baru
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyambut baik keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang telah mengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU). Menurutnya keputusan ini tepat dan sejalan dengan Pidato Pelantikan Presiden Joko Widodo pada 20 Oktober 2019 lalu.
Dalam pidatonya, Jokowi menyampaikan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk dapat keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah dengan adanya bonus demografi. Namun untuk merealisasikan hal tersebut Indonesia dihadapkan pada tantangan besar. Salah satunya adalah bagaimana kesiapan pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja.
Menurut Airlangga, salah satu cara untuk meyediakan lapangan pekerjaan sebanyak-banyakan adalah dengan menarik investasi baik dalam maupun luar negeri. Namun permasalahan yang seringkali ditemui adalah masih banyak aturan yang tumpang tindih dan mempersulit.
“Namun tantangan terbesar adalah bagaimana kita mampu menyediakan lapangan kerja dengan banyaknya atauran atau hiper regulasi kita memerlukan penyederhanaan sinkronisasi,” kata Airlangga dalam sidang Paripurna, di Jakarta, Senin (5/10/2020).
Atas dasar itu, kehadiran UU Cipta Kerja bisa menurutnya bisa menjadi solusi. Karena dengan adanya UU Cipta Kerja ini bisa menghapus dan menyederhanakan UU yang mempersulit investasi.
“Untuk itulah diperlukan UU Cipta Kerja yang mengubah atau merevisi beberapa UU yang menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja. UU tersebut sekaligus sebagai instrumen dan penyederhanaan serta oeningkatan efektivitas birokrasi,” jelasnya.
Advertisement