KSPI Bantah Keluarkan Surat Pembatalan Aksi Protes Disahkannya RUU Cipta Kerja

Kahar Cahyono membantah, pihaknya mengeluarkan surat edaran untuk membatalkan aksi mogok yang akan dilakukan 6-8 Oktober 2020.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 06 Okt 2020, 11:54 WIB
Buruh saat melakukan aksi di depan Gedung DPR RI, Jakrta, Selasa (25/8/2020). Aksi tersebut menolak draft omnibus law RUU Cipta Kerja yang diserahkan pemerintah kepada DPR. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Kahar Cahyono membantah, pihaknya mengeluarkan surat edaran untuk membatalkan aksi mogok yang akan dilakukan 6-8 Oktober 2020, sebagai bentuk protes terhadap disahkannya RUU Cipta Kerja.

"Kami sampaikan, bahwa surat tersebut adalah hoaks. Tidak benar," kata dia saat dikonfirmasi, Selasa (6/10/2020).

Dia menegaskan, KSPI tetap memprotes disahkannya RUU Cipta Kerja. Karena itu, sikap pihaknya tak berubah dan akan tetap melakukan mogok nasional.

"KSPI mengecam pihak-pihak yang telah memalsukan surat KSPI," tegas dia.

Kahar menambahkan, beredarnya surat palsu adalah upaya untuk melemahkan aksi penolakan terhadap disahkannya RUU Cipta Kerja ini. Karenanya dia meminta kepada segenap elemen buruh untuk tidak terpengaruh terhadap surat palsu tersebut.

"Kami juga menghimbau kepada buruh Indonesia dan elemen masyarakat yang lain untuk mengabaikan surat tersebut," dia menandasi.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Aksi Mogok

Sebanyak 32 federasi dan konfederasi serikat buruh siap bergabung dalam unjuk rasa serempak pada tanggal 6-8 Oktober 2020 yang diberi nama mogok nasional. Hal tersebut disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal.

Said Iqbal menyebut, mogok nasional ini dilakukan sesuai dengan UU No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU No 21 Tahun 2000 khususnya Pasal 4 yang menyebutkan, fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan.

“Selain itu, dasar hukum mogok nasional yang akan kami lakukan adalah UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik,” ujar Said Iqbal dalam keterangannya, Senin (5/10/2020).

Dia menyebut, mogok nasional ini akan diikuti 2 juta buruh yang meliputi pekerja dari sektor industi seperti kimia, energi, pertambangan, tekstil, garmen, sepatu, otomotif dan komponen, elektronik dan komponen, industri besi dan baja, farmasi dan kesehatan, percetakan dan penerbitan, industri pariwisata, industri semen, telekomunikasi, pekerja transportasi, pekerja pelabuhan, logistik, dan perbankan.

“Jadi provinsi-provinsi yang akan melakukan mogok nasional adalah Jawa Barat, Jakarta, Banten, Jogjakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Riau, Lampung, NTB, Maluku, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Papua, dan Papua Barat,” ujarnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya