UU Cipta Kerja jadi Senjata Pemerintah Capai Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen di 2021

Kementerian Keuangan menargetkan pertumbuhan ekonomi pada 2021 sebesar 5 persen pada APBN 2021.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 06 Okt 2020, 17:30 WIB
Deretan gedung perkantoran di Jakarta, Senin (27/7/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta mengalami penurunan sekitar 5,6 persen akibat wabah Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menargetkan pertumbuhan ekonomi pada 2021 sebesar 5 persen pada APBN 2021.

Untuk mencapainya, pemerintah mengaku tengah fokus untuk penanganan pandemi covid-19. Upaya lainnya, yakni reformasi birokrasi, salah satunya melalui Undang-Undang (UU) yang baru disahkan bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yaitu UU CIpta Kerja.

“Kita menggunakan asumsi pertumbuhan 5 persen itu bukan sesuatu yang Simsalabim ini bukan sesuatu yang mudah ini yang harus kita kejar dengan kerja keras,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Febrio Kacaribu dalam diskusi daring, Selasa (6/10/2020).

Adapun kerja keras yang dimaksud adalah penanganan covid-19, termasuk penyediaan vaksin. Selanjutnya ada dukungan ekspansi fiskal baik dari sisi demand maupun supply. Dimana pemerintah melanjutkannya hingga 2021 dan memastikan agar pelaksanaannya tepat sasaran.

“Lalu ini ini bagian penting di akselerasi reformasi. Bahwa untuk bisa tulis di 2021 Omnibus Law Cipta Kerja itu menjadi satu modal. Kenapa demikian? Kalau kita lihat terjadi pertumbuhan di 2020 semua komponen PDB konsumsi, investasi ekspor itu semuanya negatif. Hanya pemerintah yang positif. Di 2021, nggak mungkin hanya pemerintah yang positif. KAlau pemerintah lagi yang positif semuanya negatif ya kita masih berada di kontraksi,” kata Febrio.

Untuk itu, ia mengungkapkan kegembiraannya karena UU tersebut telah selesai dan disahkan oleh DPR. Harapannya, ini akan segera dapat menarik investor dan menciptakan usaha baru yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.

“Mudah-mudahan setelah ini peraturan PP, PMK, Peraturan Menteri, Perpres itu bisa diselesaikan segera supaya bisa segera dilaksanakan dan menarik banyak usaha yang baru. Sehingga bisa mempekerjakan lebih banyak orang. Sehingga recovery kita dibandingkan 2020 benar-benar bisa mencapai 5 persen tadi itu,” jelas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Belanja Pemerintah jadi Penentu Pertumbuhan Ekonomi di Akhir 2020

Pemandangan deretan gedung dan permukiman di Jakarta, Rabu (1/10/2020). Ekonomi Indonesia pada kuartal III 2020 membaik dari kuartal II 2020 lalu yang tumbuh minus 5,32 persen. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Nathan Kacaribu, memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2020 minus 1,1 persen. Sementara untuk skenario terbaik, ekonomi nasional hanya tumbuh sebesar 0,2 persen.

"Prediksi kita untuk akhir tahun 2020 ekonomi -1,1 persen sampai 0,2 persen. Tadinya jadi -1,7 persen sampai -0,6 persen," ujar dia dalam acara Dialogue Kita, Jumat (2/10).

Menurut Febrio, prediksi atas pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini dipengaruhi oleh jebloknya pertumbuhan ekonomi sejak kuartal I 2020. Kemudian, di kuartal II terkontraksi cukup dalam sebesar 5,32 persen.

"Karena kita berangkat dari lowbase di 2020, satu, jadi pasti ada dampaknya ke pertumbuhan kita," terang Bos BKF itu.

Lebih lanjut, dia menyebut satu-satunya sektor yang bisa tumbuh positif dan mampu menjadi bantalan ekonomi nasional hingga akhir tahun ialah pengeluaran pemerintah sendiri. Untuk itu, belanja pemerintah harus digenjot pada sisa dua kuartal tahun ini dan tahun selanjutnya.

"Jadi, memang pemerintah tetap melanjutkan kebijakan countercyclical pada 2021. Tetap juga akan dilakukan belanja pemerintah," tambahnya.

Kemudian, pemerintah juga terus melakukan evaluasi terhadap berbagi program ekonomi nasional (PEN) yang tidak berjalan. Khususnya program yang dianggap sulit untuk diimplementasikan segera.

" Seperti, KUR banyak tidak digunakan untuk pagu 2020. Harapannya dari waktu ke waktu kita terus evaluasi, apakah policy yang disiapkan ini inline dengan kebutuhan usaha dan ekonomi keseluruhan," tandasnya 


Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Bisa 5 Persen di 2021, Ini Syaratnya

Pekerja tengah menyelesaikan proyek pembangunam gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (27/8/2019). Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2020 sebesar 5,3%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengaku optimis pertumbuhan ekonomi di 2021 sebesar 5,0 persen dapat terealisasikan. Menurutya, pemulihan ekonomi sendiri diproyeksikan pada kuartal III dan kuartal IV-2020 dan akselerasinya baru terjadi di 2021.

"Kita proyeksikan di kisaran 5,0 persen dan tentu ini suatu pemulihan yang harus diupayakan dan jaga melalui berbagai kebijakan termasuk APBN," kata dia dalam video conference di Jakarta, Selasa (29/9).

Dia menyebut ada berbagai faktor yang bisa memulihkan ekonomi indonesia dan membuat ekonomi RI tumbuh di 5,0 persen. Salah satunya adalah upaya penanganan Covid-19 yang terus digencarkan pada tahun ini dan dilanjutkan di 2021 dengan disiplin protokol kesehatan secara ketat.

"Semakin kita bisa kendalikan melalui disiplin protokol, akan bantu utk tangani covid sekaligus mulai pemulihan ekonomi dan sosial," kata dia.

Selanjutnya, faktor kedua yakni ketersediaan vaksin. Menurutnya, banyak hal-hal optimis mengenai penemuan dan produksi vaksin termasuk dari Indonesia maupun kerjasama dengan internasional. Keberadaan vaksin menjadi penting, dan akan memberikan harapan baru bagi masyarakat.

"Kita lihat, timeline dari vaksin diperkirakan bisa mengurangi ketidakpastian terutama pada akhir tahun ini dan awal tahun depan. Ini tentu pengaruhi dari pemulihan ekonomi. Kalau bisa dapatkan vaksin dan vaksinasi cukup luas, kita mampu akselerasi pemulihan ekonomi juga," kata dia.

Di samping itu, program pemulihan ekonomi nasional (PEN) juga jadi fokus dan senjata pemerintah di tahun depan untuk menjaga demand dan supplai. Dari sisi demand, berbagai bantuan sosial dan bantuan ke masyarakat secara langsung diharapkan bakal bisa menjaga paling tidak daya beli dan juga ketahanan dari masyarakat terutama 40 persen terbawah.

Kemudian dari sisi supply side, pemerintah bakal berikan dukunganinsentif pajak, bantuan kredit dan penjaminan mulai dari usaha kecil menengah hingga korporasi.

"Dengan demikian, untuk bantuan kredit dan penempatan dana diharapkan akselerasi dan jadi stimulus katalis bagi permintaan terhadap kredit modal kerja dan investasi. Ini merupakan hal yang diharapkan terjadi dan terakselerasi melalui intervensi pemerintah," tandasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com  

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya