Jakarta - Pandemi COVID-19 berdampak ke banyak hal di dunia, bahkan memicu krisis utang di beberapa negara. Sehingga para kreditor harus siap memberikan berbagai jenis keringanan, yang juga mencakup penghapusan utang, kata Presiden Bank Dunia David Malpass, dalam wawancara dengan harian ekonomi Jerman, Handelsblatt.
"Jelas bahwa beberapa negara tidak dapat membayar beban utang mereka. Oleh karena itu, kita juga harus mengurangi tingkat utang. Ini bisa saja sebagai keringanan atau sebagai pembatalan hutang," kata David Malpass dalam wawancara yang dirilis Handelsblatt hari Minggu 4 Oktober 2020 seperti dikutip dari DW Indonesia, Rabu (7/10/2020).
Advertisement
"Penting agar jumlah utang dikurangi dengan restrukturisasi," tambah Presiden Bank Dunia itu. Dia menunjuk langkah serupa yang pernah diambil dalam krisis-krisis keuangan sebelumnya, seperti di Amerika Latin dan apa yang disebut inisiatif HIPC untuk negara-negara dengan beban utang tinggi pada 1990-an.
Dihantam pandemi, Zambia Minta Penghapusan Utang
Zambia minggu lalu mengatakan, dia tidak bisa lagi membayar angsuran utangnya dan berharap agar para kreditor mau merundingkan restrukturisasi utang awal tahun depan dengan penghapusan utang sampai 1 miliar dolar AS. Wabah corona memukul perekonomian Zambia, salah satu produsen tembaga terbesar dunia, karena anjloknya permintaan terhadap bahan baku tersebut di pasar global.
Menteri keuangan Zambia Bwalya Ng'andu hari Jumat lalu 2 Oktober mengatakan, negara itu tidak akan mengambil pinjaman komersial baru pada tahun 2021 dan membatasi proyek yang ada dalam upaya untuk mengurangi utang yang membengkak.
Utang publik Zambia yang yang kaya mineral itu meningkat 4,3 persen dalam enam bulan pertama tahun 2020, mencapai USD 11,97 pada Juni. Utang itu sudah mencapai sekitar 80 persen dari PDB pada akhir 2019, menurut Bank Pembangunan Afrika (AfDB).
"Pemerintah tetap berkomitmen untuk memulihkan keberlanjutan utang publik dan telah memulai sejumlah inisiatif untuk mencapai tujuan ini," kata Bwalya Ng'andu ketika mengumumkan rencana anggaran tahun 2021. Dia berharap bisa melakukan perundingan dan menyepakati perjanjian restrukturisasi utang dengan para kreditor pada April 2021.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Juga Video Ini:
Negara-Negara Berkembang Juga Terancam Beban Utang
Negara-negara kaya bulan lalu mendukung perpanjangan pembekuan utang dalam skema Debt Service Suspension Initiative (DSSI) kelompok G20, yang disetujui pada bulan April lalu. Langkah itu disepakati untuk membantu negara-negara berkembang bertahan dari pandemi virus corona.
Sebanyak 43 dari 73 negara disebut berpotensi memenuhi syarat penangguhan utang senilai USD 5 miliar, dalam pembayaran utang sektor pemerintahan.
Di tengah peringatan bahwa pandemi dapat mendorong 100 juta orang jatuh ke dalam kemiskinan ekstrem, David Malpass memperbarui seruannya agar bank swasta dan bank investasi ikut terlibat dalam prakarsa itu. "Para investor ini tidak melakukan cukup banyak dan saya kecewa dengan mereka. Pengaruh dari langkah-langkah bantuan karenanya kurang dari yang seharusnya," katanya.
Dia memperingatkan bahwa pandemi dapat memicu krisis utang lain karena beberapa negara berkembang telah memasuki spiral pertumbuhan yang lebih lemah dan masalah keuangan.
"Defisit anggaran yang sangat besar dan pembayaran utang membebani perekonomian negara-negara ini. Selain itu, bank-bank di sana mengalami kesulitan karena kredit macet," tambahnya.
Advertisement