Kritik untuk DPR soal RUU Cipta Kerja, Disebut Bohong hingga Balik ke Orde Baru

DPR RI bersama perwakilan pemerintah telah mengesahkan RUU Cipta Kerja Senin 5 September 2020. Namun, hujan kritikan datang bagi mereka yang setuju

oleh Muhammad Radityo PriyasmoroYopi Makdori diperbarui 07 Okt 2020, 14:57 WIB
Wakil Pimpinan DPR Azis Syamsuddin (kiri) mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU disaksikan Ketua DPR Puan Maharani (kedua kiri), Wakil Pimpinan DPR Sufmi Dasco Ahmad (kedua kanan) dan Rachmad Gobel saat Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta (5/10/2020). (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - DPR RI bersama perwakilan pemerintah sepakat mengesahkan RUU Cipta Kerja Senin 5 September 2020. Namun, hujan kritikan datang bagi mereka yang setuju dengan produk hukum tersebut.

Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita mengaku, dibohongi lantaran dijanjikan pembahasan RUU Cipta Kerja ini tak tergesa-gesa.

"Kami kecewa terhadap pemerintah, mereka membohongi seluruh buruh lndonesia," kata Elly saat berbincang dengan Liputan6.com, Rabu (7/10/2020).

Menurut Elly, dia sempat bertanya kepada salah satu anggota dewan fraksi partai Gerindra. Pertanyaannya terkait apa benar RUU Cipta Kerjatersebut disahkan pada 8 Oktober 2020.

"Hoaks dari mana lagi itu tanggal 8, siapa yang bilang? Kami tak akan terburu-buru," tutur Elly mengingat kejadian itu.

"Tapi kok malah lebih cepat?" lanjut dia.

Selain merasa soal tanggal, Elly dan kelompok buruh merasa dibohongi soal isi beleid yang tidak sepenuhnya menampung suara mereka. "Kami ada 7 tuntutan, yang diakomodir hanya 5 dan itu tak utuh, hanya parsial hanya 3/4 yang 1/4 dibuang, kami tak mau seperti itu," tutur Elly.

Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) Agus Mulyono Herlambang mengatakan, dengan adanya RUU Cipta Kerja yang telah disahkan itu, DPR dan pemerintah telah memfasilitasi kepentingan monopoli ekonomi korporasi dan oligarki yang dilegalkan. Bukan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional.

"Untuk itu, PB PMII menolak keras UU Cipta Kerja, dan mengintruksikan PMII Se-Indonesia untuk melakukan aksi penolakan," kata Agus.

Menurut dia, apa yang disahkan DPR tersebut tidak mencerminkan pemerintahan yang baik. Sebab, dalam pembentukannya saja sudah main kucing-kucingan dengan rakyat, apalagi nantinya saat melaksanakan undang-undang tersebut, bisa jadi tidak benar.

"Tentu, PB PMII akan melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi," tutur Agus.

Pada sisi lain, politikus PKS yang juga anggota Banggar DPR RI Sukamta menilai, RUU Cipta Kerja yang baru disahkan, dapat mengulang kebijakan awal masa Orde Baru. Di mana mempermudah investasi asing masuk.

"Ini kan seperti mengulang kebijakan ekonomi pada awal Orde Baru yang memberi karpet merah kepada berbagai perusahaan asing untuk berinvestasi di Indonesia," kata Sukamta.

Sesaat Indonesia saat itu memang menikmati devisa, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan banyak lapangan kerja. Tetapi dalam jangka panjang semua pertambangan dikuasai dan dieksploitasi asing, berbagai industri besar menjadi milik asing.

"Rakyat Indonesia hanya kebagian menjadi buruh dan kuli di negeri sendiri," tukas dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Sudah Berdialog

Sejumlah buruh melakukan aksi mogok kerja di kawasan MM 2100, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (6/10/2020). Aksi mogok kerja dari tanggal 6-8 Oktober tersebut akibat pengesahan RUU Cipta Kerja oleh DPR dan Pemerintah RI. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah menyatakan, sejak awal pembahasan Rancangan Undang-Undang RUU Cipta Kerja telah melalui dialog dengan semua lapisan, terutama kalangan buruh.

Hal itu dikatakan Ida dalam surat terbuka yang ditujukan pada buruh.

“Kepada teman-teman serikat pekerja/serikat buruh. Sejak awal 2020 kita telah mulai berdialog tentang RUU Cipta Kerja, baik secara formal melalui lembaga Tripartit, maupun secara informal. Aspirasi kalian sudah Kami dengar, sudah kami pahami. Sedapat mungkin aspirasi ini kami sertakan menjadi bagian dari RUU ini. Pada saat yang sama kami juga menerima aspirasi dari berbagai kalangan,” kata Ida dalam suratnya, Senin (5/10/2020).

Ida mengaku berusaha di titik tengah yang tidak hanya memihak pekerja, melaikan juga penggangguran.

“Saya berupaya mencari titik keseimbangan. Antara melindungi yang telah bekerja dan memberi kesempatan kerja pada jutaan orang yang masih menganggur, yang tak punya penghasilan dan kebanggaan. Tidak mudah memang, tapi kami perjuangkan dengan sebaik-baiknya,” ujarnya.

“Saya paham ada di antara teman-teman yang kecewa atau belum puas. Saya menerima dan mengerti. Ingatlah, hati saya bersama kalian dan bersama mereka yang masih menganggur,” tambahnya.

Ida meminta buruh memikirkan masak-masak sebelum melakukan aksi mogok kerja secara massal.

“Terkait rencana mogok nasional, saya meminta agar dipikirkan lagi dengan tenang karena situasi jelas tidak memungkinkan untuk turun ke jalan, untuk berkumpul. Pandemi Covid masih tinggi, masih belum ada vaksinnya. Pertimbangkan ulang rencana mogok itu," katanya.

"Bacalah secara utuh RUU Cipta Kerja ini. Banyak sekali aspirasi teman-teman yang kami akomodir. Soal PKWT, outsourcing, syarat PHK, itu semua masih mengacu pada UU lama. Soal upah juga masih mengakomodir adanya UMK. Jika teman-teman ingin 100% diakomodir, itu tidak mungkin. Namun bacalah hasilnya. Akan terlihat bahwa keberpihakan kami terang benderang,” sambung Menteri Ida.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya