Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 9.346 personel gabungan dari Polda Metro Jaya dan Kodam Jaya serta instansi terkait dikerahkan untuk menjaga situasi di Jakarta, salah satunya di sekitaran Gedung MPR/DPR. Sebab, sejumlah massa diperkirakan turun ke jalan pada hari ini untuk memprotes pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja.
"Di DKI Jakarta kami kerahkan 9.346 personel," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus, Rabu (7/10/2020).
Advertisement
Polisi bersama dengan TNI, Dinas Perhubungan dan Satpol PP memperketat pengamanan di sekitaran DPR/MPR untuk menghalau massa yang akan berunjuk rasa terkait RUU Cipta Kerja. Walaupun sebetulnya, aksi unjuk rasa dilarang selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Dia mengatakan, aparat keamanan mengedepankan tindakan preemptive. Masyarakat diharapkan dapat memahami bahwa tujuan pelarangan unjuk rasa untuk mencegah penularan Covid-19.
"Kita sudah memberitahukan kepada masyarakat selama masa PSBB tidak akan kita keluarkan (izin keramaian). Kita harap teman semua tidak melakukan kegiatan kumpul-kumpul. Kami ingin mereka mengerti bahwa Jakarta ini sudah masuk zona merah Covid-19," ucap dia.
Sebelumnya, Yusri meminta kepada semua pihak agar mengurungkan niatnya untuk turun ke jalan untuk menolak Omnibus Law Cipta Kerja. Sebab menurut dia, hal itu demi mencegah munculnya klaster penyebaran Covid-19 pada massa aksi.
"Kita imbau nggak ke mana-mana, jangan turun. Jangan jadi klaster baru," ujar Yusri di Jakarta, Selasa (6/10/2020).
Menurut Yusri, masyarakat juga tidak mengharapkan adanya demo menolak RUU Cipta Kerja di tengah pandemi Covid-19 seperti saat ini.
"Masyarakat juga mengharapkan jangan ada demo-demo, jangan mengganggu kamtibmas, jangan mengganggu arus lalu lintas. Makanya selebaran-selebaran itu janganlah, nggak benar itu," tutur dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Demo Pengesahan RUU Cipta Kerja
Sebelumnya DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU). Kesepakatan tersebut dicapai dalam sidang paripurna pembicaraan tingkat II atas pengambilan keputusan terhadap RUU tentang Cipta Kerja.
Wakil Ketua DPR, Aziz Syamsuddin mengatakan, dari sembilan fraksi, enam di antaranya menerima RUU Cipta Kerja untuk disahkan menjadi UU. Kemudian 1 fraksi menerima dengan catatan, dan dua diantarang menolak.
Ribuan buruh di berbagai daerah pun melakukan aksi mogok kerja dan turun ke jalan sebagai protes disahkannya Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Mereka turun ke jalan untuk meluapkan kekecewaannya kepada DPR dan pemerintah yang menggesahkan RUU Cipta Kerja tanpa berunding dengan buruh.
Seperti yang terpantau di kawasan industri Cikupa Mas, Kabupaten Tangerang. Buruh wanita maupun laki-laki, turun ke jalan kawasan industri tersebut. Meski berdesakan, para buruh tetap mengenakan masker.
"Janjinya pemerintah, anggota dewan dan perwakilan buruh, akan membahas pasal satu per satu. Tapi di tengah perjalanan, malah seperti kejar tayang lalu disahkan," protes Budiono, Wakil Ketua DPC KSPSI Tangerang.
Menurut dia, pada hari ini sebanyak 14 ribu buruh yang mogok kerja dan turun ke jalan.
"Hampir semua para pekerja perusahaan melakukan aksi mogok kerja ini. Di Cikupa ada 14 ribu karyawan keluar semua," ungkapnya.
Aksi protes ini akan dilakukan berhari-hari, yakni kemarin tanggal 5 hingga 8 Oktober mendatang.
"Harapan kami selaku pekerja Indonesia, mengharap pemerintah segera mencabut atau membatalkan UU Omnibus Law ini," tegasnya.
Aksi protes ini juga dilakukan oleh buruh di Jawa Timur. Ratusan elemen buruh dari berbagai organisasi mendesak pemerintah mencabut UU Cipta Kerja.
Aksi buruh ini juga terjadi di Bekasi. Sekitar 800 buruh melakukan long march bermula dari Jalan RE Martadinata, SGC, Jalan Raya Industri Jababeka hingga ke Kantor Pemkab Bekasi.
Sementara puluhan ribu buruh wanita dari PT Nikomas Gemilang, memblokade akses Jalan Raya Serang, yang merupakan jalur arteri dari Kota Serang dan Kabupaten Serang menuju Tangerang Raya.
Advertisement
Pemerintah Pastikan UU Cipta Kerja Lindungi 2 Sisi, Pekerja dan Pengusaha
Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja telah dinyatakan sah sebagai Undang-Undang (UU). Meski menuai banyak polemik, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyatakan RUU tersebut telah menjadi UU pada 5 Oktober 2020 melalui rapat paripurna di DPR.
Pemerintah menilai, dengan diterbitkannya UU ini, akan dapat membantu pemulihan ekonomi dalam negeri. Utamanya pemilihan ekonomi nasional pasca covid-19. Dimana sasaran utamanya adalah untuk menarik investasi sebanyak-banyaknya.
Bukan hanya dari sisi usaha atau investor, Staf Khusus Menkeu Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal Regional, Candra Fajri Ananda menjelaskan, UU ini mencoba melindungi keduanya, baik pengusaha maupun pekerja.
"Bisa dilihat dari berbagai aspek secara umum, UU Cipta Kerja berusaha melindungi dua sisi, pekerja dan pengusaha," kata Staf Khusus Menkeu Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal Regional, Candra Fajri Ananda kepada Liputan6.com, seperti ditulis Rabu (7/10/2020).
Untuk pengusaha atau investor, melalui UU ini dilakukan pemangkasan birokrasi. Sehingga perizinan pendirian usaha menjadi lebih efisien. Sementara untuk pekerja, Candra menyebutkan sejumlah manfaat yang dimuat dalam UU ini.
Di antaranya, pertama, Kepastian perlindungan bagi pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) melalui pemberian jaminan kompensasi.
Kedua, kepastian pemberian pesangon, dimana pemerintah menerapkan program JKP dengan tidak mengurangi manfaat JKK, JKm, JHT, dan JP, serta tidak menambah beban iuran dari pekerja atau pengusaha. Ketiga, pekerjaan alih daya (outsourcing) tetap diatur UU dengan tetap memperhatikan putusan MK.
Lalu program JKP dilaksanakan pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan dengan tidak mengurangi manfaat JKK, JKM, JHT, dan JP, serta tidak menambah beban iuran dari pekerja atau pengusaha.
"Pengaturan jam kerja khusus untuk pekerjaan tertentu, yang sifatnya tidak dapat dilakukan pada jam kerja umum, yang telah diatur UU Ketenagakerjaan, dilaksanakan dengan memperhatikan tren pekerjaan yang mengarah kepada pemanfaatan digital. Termasuk industri 4.0 dan ekonomi digital," kata Candra.
Enam, Candra juga menerangkan bahwa PHK tetap mengikuti persyaratan yang diatur UU Ketenagakerjaan. Kemudian, UU Cipta Kerja tidak menghilangkan hak cuti haid dan cuti hamil yang telah diatur UU Ketenagakerjaan.
"Ini yang sudah dirumuskan dan perlu aturan operasionalnya," kata Candra.