Petani Tembakau Minta Pemerintah Tunda Kenaikan Cukai di 2021 07 Oktober 2020

Kenaikan cukai yang terjadi di masa pandemi Covid-19 ini menjadi ancaman bagi rantai bisnis tembakau, termasuk bagi petani.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Okt 2020, 17:35 WIB
Para petani tembakau di lahan perkebunan mereka di Desa Jatiguwi, Kabupaten Malang (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Liputan6.com, Jakarta - Petani tembakau meminta pemerintah untuk menunda kenaikan cukai di 2021. Pasalnya, kenaikan cukai yang terjadi di masa pandemi Covid-19 ini menjadi ancaman bagi rantai bisnis tembakau, termasuk bagi petani.

“Mewakili para petani, kami meminta agar kenaikan cukai ditunda dengan mempertimbangkan dampaknya kepada petani tembakau," Perwakilan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Parmuji dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (1/10/2020). 

Dia menilai, upaya peningkatan pendapatan negara dan menekan angka konsumsi rokok dicanangkan melalui reformasi fiskal yang arahnya kian meningkatkan tarif cukai rokok serta menghidupkan kembali aturan penyederhanaan struktur tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang sebelumnya pernah dibatalkan tak tepat.

"Kami juga meminta kebijaksanaan pemerintah dalam menyusun regulasi terkait IHT termasuk RPJMN 2020-2024. Terlebih lagi di masa pandemi yang kian berdampak pada kelambatan serapan komoditas oleh pabrikan dan harga yang anjlok," ungkap dia.

Sebelumnya, Bupati Temanggung, M Al Khadziq telah meminta pemerintah pusat diminta kembali mempertimbangkan kenaikan tarif cukai rokok, khususnya untuk rokok berbahan baku hasil produksi para petani. Ini merupakan permintaan Bupati Temanggung, M Al Khadziq.

Seperti diketahui, kenaikan tarif cukai rokok sendiri sudah berlaku efektif sejak awal tahun sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

"Mohonlah kenaikan cukainya jangan terlalu tinggi untuk memberikan ruang hidup bagi masyarakat kita sendiri. Toh mereka adalah saudara-saudara kita para petani tembakau yang juga dari dulu ikut berjuang mendirikan negara ini mereka adalah saudara-saudara kita semua yang harus kita bela yang harus kita tempatkan untuk tempat yang layak," kata dia dalam diskusi bertajuk 'Mengakhiri Polemik Kebijakan Cukai' yang diadakan di Jakarta, Minggu (23/8/2020).

Dia mengatakan, kalaupun pemerintah ingin melakukan perubahan di industri tembakau dan pergeseran maka para petani harus dibina dan dipikirkan betul.

"Kalaupun memang cukai ini harus dinaikkan oleh pemerintah yang mohonlah bagi hasilnya yang bisa dirasakan oleh petani tembakau porsinya diperbesar," kata dia.

Sebagai daerah penghasil tembakau terbesar, Kabupaten Temanggung hanya memperoleh dana bagi hasil cukai hasil tembakau sekitar Rp30-31 miliar saja. Sementara kabupaten lainnya menerima porsi lebih besar.

"Di Temanggung saat ini harga jual semakin anjlok, selain dari cuaca yang kurang mendukung, kami melihat pabrikan enggan menyerap. Ketika saya ulik lebih jauh, ternyata alasannya karena cukai naik, penjualan mereka lantas turun. Kuota pembelian pabrikan menurun sampai 15-20 persen. Di lapangan, dampaknya hasil panen menumpuk di rumah petani, tidak terbeli. Kami sangat berharap, pemerintah bisa melindungi daerah-daerah seperti Temanggung, yang setengah penduduknya bergantung pada tembakau. Kami harap kenaikan cukai tidak tinggi-tinggi karena sudah terbukti menurunkan kesejahteraan petani," jelas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Pandangan Konsumen

Petani Tembakau (Foto:Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Perwakilan konsumen dari Komunitas Kretek Aditia Purnomo turut menyampaikan pandangannya akan kebijakan-kebijakan yang kian menekan IHT. Menurutnya, dengan menjadikan cukai sebagai instrumen dalam menekan angka konsumsi rokok, tidaklah tepat.

Kekhawatiran akan meningkatnya jumlah perokok muda di bawah umur, semestinya dibarengi dengan adanya fungsi pengendalian yang dijalankan secara aktif oleh pemerintah, dan bukan melalui cukai. “

Komunitas Kretek tidak melihat adanya urgensi dalam kenaikan tarif dan penyederhanaan cukai rokok. Terlebih di masa pandemi yang berkepanjangan, fokus pemerintah semestinya bisa diarahkan pada perbaikan ekonomi terlebih dahulu. Beberapa catatan dari Komunitas Kretek sendiri bukan berarti tanpa dasar, jika memang RPJMN 2020-2024 bertujuan ingin mengurangi prevalensi perokok anak, maka yang perlu ditingkatkan ialah kegiatan edukasi dan kontrol, dengan memperketat mekanisme pembelian rokok sehingga tidak diakses oleh anak di bawah umur,” tuturnya.

Aditia menambahkan, bagi konsumen rokok seperti dirinya, peningkatan cukai yang pasti akan disusul dengan meningkatnya harga produk hanya akan membuat konsumen beralih pilihan membeli sesuai kemampuannya.

“Hal ini patut menjadi bahan pertimbangan pemerintah, karena bukan tidak mungkin ini menyebabkan maraknya kembali perdagangan rokok illegal, yang juga tidak didukung oleh komunitas kami. Kenaikan tarif cukai dan simplifikasi akan memberikan dampak yang ke seluruh elemen IHT, yang ujung-ujungnya akan merugikan petani cengkeh, petani tembakau, pekerja di pabrik rokok, juga pedagang asongan," kata dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya