OECD Tekankan Implementasi Pajak Digital di Tengah Pandemi Covid-19

OECD kini fokus menyelesaikan blueprint konsensus global pajak digital.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 07 Okt 2020, 20:10 WIB
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi atau Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) menekankan pentingnya penerapan pajak digital di tengah wabah pandemi virus corona (Covid-19) saat ini.

Direktur Pusat Kebijakan dan Administrasi Pajak OECD Pascal Saint-Amans mengatakan, pemerintahan di seluruh dunia perlu memiliki database pajak digital guna menghimpun pendapatan negara saat masa krisis seperti sekarang.

"Itu sangat penting, pajak digital selama pandemi. Pemerintah di seluruh dunia bisa mengumpulkan segala jenis pajak berdasarkan database pajak digital," tutur Pascal dalam International Tax Conference 2020 yang digelar virtual, Rabu (7/10/2020).

Oleh karenanya, Pascal mengutarakan, OECD kini fokus menyelesaikan blueprint konsensus global pajak digital. Rencananya, pihak organisasi bakal menyetorkan itu kepada G20 pada Senin, 12 Oktober 2020 mendatang.

"Senin pekan depan kami akan serahkan blueprint hasil kerja Inclusive Framework kepada G20," kata dia.

Selain itu, ia menambahkan, OECD juga fokus pada sektor perpajakan internasional dan akan merilis buku panduan untuk praktik transfer pricing selama masa pandemi.

"Saat ini (buku panduan) sedang dalam tahap finalisasi dan akan merilisnya pada akhir tahun ini," ujar Pascal.

Saksikan video pilihan berikut ini:


G20 Siapkan Aturan Pajak Digital, Namun AS Masih Belum Setuju

Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa negara-negara yang tergabung dalam G20 berharap perpajakan digital dapat segera diimplementasikan. Namun, saat ini Amerika Serikat (AS) masih belum setuju soal pajak digital tersebut.

“Basis perpajakan baru dari sisi digital itu diharapkan. Namun sampai hari ini belum ada kesepakatan mengenai prinsip meskipun saat ini OECD sudah mengatakan dua pilar yang sudah di-approach dalam menentukan bagaimana international taxation dalam bidang digital itu bisa disepakati,” kata Sri Mulyani dalam video konferensi, senin (20/7/2020).

Adapun pilar pertama yang dimaksudkan yakni Unified Approach. Sementara pilar keduanya Global Anti Base Eration Tax (GloBE).

“Pilar satu atau yang disebut Unified Approach fokusnya adalah membagi hak pemajakan dari korporasi yang beroperasi secara digital secara borderless. Jadi bagaimana membagi penerimaan PPh antar negara berdasarkan operasinya di berbagai negara,” beber Sri Mulyani.

“Ini akan terus didiskusikan di dalam G20. Sebetulnya diharapkan bulan Juli sudah ada kesepakatan, namun dengan Amerika Serikat melakukan langkah yang tidak menerima dulu, sehingga perlu dilakukan upaya tambahan agar kedua pilar ini bisa disetujui,” sambungnya.

Sementara pilar kedua, Global Anti Base Eration Tax (GloBE), yakni ketentuan yang berupaya menanggulangi permasalahan BEPS yang belum diatur dalam BEPS Action Plan.

GloBE memberikan hak pemajakan tambahan kepada suatu yurisdiksi atas penghasilan yang dipajaki lebih rendah dari tarif pajak efektif (ditentukan lebih lanjut) atau tidak dipajaki sama sekali oleh yurisdiksi lainya.

Pilar kedua ini terdiri dari 4 ketentuan, yaitu switch over rulessubject to tax ruleincome inclusion rule, dan undertaxed payment rule. Adapun mekanisme penerapan keempat ketentuan ini masih dalam pembahasan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya