Epidemiolog Prediksi Curva Kasus Covid-19 di Indonesia Belum Akan Turun

Dia menilai seharusnya pemerintah mengambil kebijakan menurunkan kurva kasus Covid-19 di Indonesia. Bukan malah membuat kurvanya semakin naik dan tidak kunjung turun.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Okt 2020, 07:46 WIB
Petugas memeriksa alat pendukung perawatan pasien virus corona COVID-19 di Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Minggu (22/3/2020). RS Darurat Penanganan COVID-19 dilengkapi dengan ruang isolasi, laboratorium, radiologi, dan ICU. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dan DPR resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) pada sidang paripurna DPR RI (5/10/2020). Pengesahan RUU yang kontroversial itu memicu amarah masyarakat, khususnya para buruh. Sejak 5 Oktober, demonstrasi sudah berlangsung di kawasan DPR RI maupun di sejumlah kantor DPRD berbagai daerah.

Ahli epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono merasa seharusnya pemerintah bisa mengambil langkah kebijakan yang menurunkan kurva kasus Covid-19 di Indonesia. Bukan malah membuat kurvanya semakin naik dan tidak kunjung turun.

Dengan disahkannya RUU Cipta kerja di tengah pandemi Covid-19, kata Pandu, maka akan membuat kerumunan. Jika dalam kerumunan itu ada yang positif Covid-19, Pandu yakin bahwa akan terjadi penularan.

"Kalau tidak ada satu pun yang terinfeksi, ya tidak apa-apa. Belum tentu akan naik juga (kasusnya), tapi kalau ada satu atau dua orang yang terinfeksi (Covid-19), maka lebih mudah masuk ke orang lain juga virusnya," ujar Pandu kepada merdeka.com, Rabu 7 Oktober 2020.

Terkait perkiraan apakah jumlah penambahan kasus positif Covid-19 akan meledak dalam 2 pekan ke depan, Pandu belum bisa memastikan. Yang pasti, kurva kasus Covid-19 di Indonesia tidak akan turun.

"Ya mungkin tidak ada lonjakan tapi kasusnya tidak turun-turun," tuturnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Harusnya Bisa Dicegah

Pandu mengatakan, seharusnya pemerintah bisa mencegah aksi dengan tidak mengesahkan RUU Cipta kerja. Dia yakin bahwa pemerintah tahu dampak dari disahkannya RUU tersebut, yakni memicu unjuk rasa. Pandu sangat menyayangkan terhadap apa yang pemerintah lakukan.

"Ya paling baik, harusnya dari kemarin (mencegahnya). Mengapa RUU Ciptaker itu diresmikan? Harusnya pemerintah dan DPR sudah tahu kalau RUU itu masih kontroversial," ujar Pandu.

Selain itu, lanjut Pandu, pemerintah tidak perlu terburu-buru dalam mengesahkan RUU yang dinilai bisa menimbulkan penolakan besar dari rakyat.

"Terkait RUU itu seharusnya masih harus dikomunikasikan. Itu salahnya pemerintah dan DPR, mengapa tidak membangun komunikasi dulu? Malah cepat-cepat (disahkan)," katanya.

Menurutnya, pemerintah tidak bisa melarang masyarakat untuk berdemo. Demo merupakan wujud dari negera yang demokratis, serta merupakan hak bagi seluruh rakyat Indonesia yang dilindungi oleh Undang-Undang.

"Ya mau diapakan lagi, kalau dilarang ya dilarang, tapi memang demo bisa dilarang? tidak ada undang-undang yang bisa melarang demo. Yang memancing demo kan pemerintah sendiri," ujarnya.

Secara terpisah, Polres Metro Jakarta Barat mengamankan 89 remaja yang diduga hendak melakukan aksi unjuk rasa di Gedung DPR/MPR hari ini, Rabu (7/10). Mereka diamankan dari berbagai lokasi. Mulai dari Cengkareng, Slipi dan Kalideres.

Setelah diamankan polisi, mereka di test swab. Ditemukan dua remaja yang hasil tesnya positif Covid-19. Polres Jakarta Barat pun langsung memanggil Satgas Covid-19 untuk menangani kedua remaja tersebut.

Sebelumnya, Juru bicara Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito meminta massa yang menggelar aksi unjuk rasa untuk tetap menerapkan protokol kesehatan, guna mencegah potensi penularan virus corona.

"Satgas mengimbau kepada masyarakat yang ingin melaksanakan hak-haknya dalam berdemokrasi untuk tetap menerapkan protokol kesehatan. Tetaplah memakai masker serta menjaga jarak," kata Wiku dalam konferensi pers di Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (6/10).

Reporter: Rifa Yusya Adilah

Sumber: Merdek.com

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya