Stockholm - Dua orang ilmuwan perempuan sukses meraih anugerah Nobel Kimia 2020.
Adalah Emmanuelle Charpentier dari Prancis dan Jennifer Doudna dari AS yang dianugerahi Nobel Kimia 2020, untuk pengembangan teknik editing genetika yang dikenal dengan nama CRISPR-Cas9 atau gunting genetika.
Advertisement
"Dengan menggunakan teknik ini, para peneliti bisa mengubah DNA binatang, tumbuhan atau organisme mikro dengan presisi sangat tinggi," demikian Komite Nobel di Stockholm mengumumkan Rabu 7 Oktober 2020.
Lebih jauh para juri di Stockholm menyatakan: Teknologi ini memberikan impak revolusioner pada ilmu pengetahuan kehidupan, berkontribusi pada terapi baru penyakit kanker dan mungkin saja suatu hari nanti impian menyembuhkan penyakit keturunan bisa menjadi kenyataan.
Charpentier (51), dan Doudna(56) merupakan perempuan keenam dan ketujuh dari seluruhnya 185 peraih Nobel Kimia.
Teknik gunting genetika itu pada masa lalu sudah berulangkali diusulkan untuk mendapat hadiah Nobel. Walau begitu penemu gunting genetika Charpentiermenyatakan kepada wartawan, tetap mengalami kejutan.
"Cukup aneh juga, saya sudah berulangkali diberi tahu, mungkin penemuan saya akan mendapat hadiah Nobel. Tapi ketika hal itu jadi kenyataan, saya tetap surprise dan merasakan ini bukan kenyataan. Tapi ini kenyataan dan saya kini harus menikmatinya," papar ilmuwan ini seperti dikutip dari DW Indonesia, Kamis (8/10/2020).
Terilhami Gunting DNA Bakteri
Penemuan itu dimulai saat Charpentier meneliti sejenis bakteri yang tidak berbahaya. Ia menemukan molekul yang sebelumnya tidak dikenal, yang merupakan bagian dari sistem kekebalan purba bakteri bersangkutan. Molekul ini melumpuhkan virus dengan cara menggunting bagian DNA-nya.
Setelah mempublikasikan temuan ilmiah ini pada 2011, Charpentier bekerjasama dengan Doudna untuk merekayasa gunting genetika dari bakteri bersangkutan. Mereka menyederhanakan pemotong kode genetika bersangkutan, agar mudah digunakan pada material genetika organisme lainnya.
Kedua ilmuwan perempuan pemenang Nobel Kimia 2020 ini memprogram ulang gunting genetika, agar bisa memotong DNA molekul apapun pada bagian yang sudah ditetapkan sebelumnya. Ini membuka jalan bagi para ilmuwan, untuk menulis ulang kode genetika di lokasi DNA digunting.
Saksikan Juga Video Ini:
Merevolusi Sains Kehidupan
Gunting genetika CRISPR-Cas9 sudah berkontribusi siginifikan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya menciptakan tanaman unggul, dengan merekayasa kode genetikanya, agar tanaman lebih tahan kekeringan dan serangan hama.
Teknologi gunting genetika temuan Charpentier dan Doudna juga sudah digunakan dalam terapi inovatif kanker. Banyak ilmuwan mengharapkan, suatu hari nanti dengan bantuan teknik CRISPR-Cas9 bisa menyembuhkan penyakit keturunan dengan melakukan manipulasi genetika.
"Ada kekuatan luar biasa dalam gunting genetika ini, yang akan mempengaruhi kita semua. Teknik ini tidak hanya merevolusi ilmu pengetahuan dasar, melainkan juga menghasilkan tanaman inovatif dan akan mengarahkan kita pada terapi medis baru yang merupakan terobosan“, ujar Claes Gustafsson, ketua Komite Nobel untuk kima, dalam sebuah pernyataan.
Bisa Disalahgunakan
Teknik CRISPR-Cas9 yang mudah digunakan para ilmuwan, juga memicu niat tidak baik para ilmuwan tak bermoral. Misalnya saja pada tahun 2018 ilmuwan Cina He Jiankui memicu sebuah skandal internasional, yang membuatnya ditendang dari komunitas ilmuwan internasional.
Pakar biofisika Cina ini menggunakan gunting genetika untuk menciptakan “manusia pertama yang diedit kode genetikanya“. He Jiankui merekayasa DNA pada embrio manusia, yang kemudian dilahirkan sebagai bayi perempuan kembar Lulu dan Nana.
Target ilmuwan Cina itu adalah menciptakan mutasi, yang mencegah kedua bayi perempuan itu terinfeksi HIV, walau sejauh ini tidak jelas alasannya mengapa prosesnya dilakukan pada kedua bayi itu.
Advertisement