Cegah Klaster Baru Covid-19, Epidemiolog Sarankan Tak Ada Orasi di Demo UU Cipta Kerja

Selain menjaga jarak, pendemo juga wajib memakai masker dan membersihkan tangan menggunakan hand sanitizer.

oleh Luqman RimadiLiputan6.com diperbarui 08 Okt 2020, 13:23 WIB
Mahasiswa Universitas Indraprasta atau Unindra menggelar longmarch menolak UU Cipta Kerja di Jalan TB Simatupang, Jakarta, Rabu (7/10/2020). Sekitar 200 mahasiswa Unindra longmarch sebagai bentuk kekecewaan atas pemerintah dan DPR yang telah mengesahkan UU Cipta Kerja. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Buruh dari berbagai organisasi menggelar aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja di sejumlah daerah di Indonesia. Demonstrasi ini diperkirakan akan memicu munculnya klaster baru Covid-19.

Epidemiolog Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, mengatakan ada beberapa hal yang harus dilakukan pendemo untuk menekan penularan Covid-19 saat demonstrasi berlangsung.

Pertama, membuat kelompok demo. Menurut Miko, setiap kelompok beranggotakan maksimal lima orang.

"Lima orang itu harus menjaga jarak," katanya saat dihubungi Merdeka.com, Kamis (8/10/2020).

Selain menjaga jarak, pendemo juga wajib memakai masker dan membersihkan tangan menggunakan hand sanitizer. Jarak antar satu kelompok pendemo dengan kelompok lainnya minimal satu meter.

"Terakhir, adalah tidak bicara, jangan orasi. Jadi bawa tulisan saja semua. Itu akan aman," jelasnya.

Buruh di sejumlah daerah menggelar aksi unjuk rasa dalam beberapa hari terakhir hingga hari ini. Mereka menolak Undang-Undang Cipta Kerja yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam rapat paripurna, pada Senin, 5 September 2020. 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini : 


7 Polemik di UU Cipta Kerja

Massa terlibat bentrok dengan aparat kepolisian di kawasan Pejompongan, Jakarta, Rabu (7/10/2020). Belum bisa dipastikan apakah aksi tersebut berkaitan dengan isu aksi penolakan pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengatakan ada tujuh hal yang ditolak buruh dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Pertama, UMK bersyarat dan UMSK dihapus.

Said Iqbal menegaskan, UMK tidak perlu bersyarat dan UMSK harus tetap ada. Karena UMK tiap kabupaten/kota berbeda nilainya. Kedua, para buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Di mana 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.

"Poin ketiga yang ditolak keras adalah KWT atau kontrak seumur hidup tidak ada batas waktu kontrak. Buruh menolak PKWT seumur hidup," tegas Said Iqbal.

Keempat, outsourcing pekerja seumur hidup tanpa batas jenis pekerjaan yang boleh di-outsourcing. Poin kelima yang ditolak para buruh adalah waktu kerja tetap eksploitatif.

Keenam, buruh menolak hak cuti dan hak upah atas cuti hilang. Ketujuh, menolak hilangnya jaminan pensiun dan kesehatan para pekerja dan buruh.

 

Reporter: Titin Supriatin

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya