Tim Mitigasi PB IDI Khawatirkan Demonstrasi Timbulkan Lonjakan Masif COVID-19 dalam 2 Minggu Mendatang

Peristiwa demonstrasi yang terjadi dalam beberapa hari belakangan ini dinilai sebagai salah satu potensi penularan COVID-19.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 09 Okt 2020, 07:01 WIB
Pengunjuk rasa berkumpul saat berdemonstrasi menolak UU Cipta Kerja di kawasan Harmoni, Jakarta, Kamis (8/10/2020). UU Cipta Kerja yang disahkan beberapa waktu lalu memicu demonstasi sejumlah kalangan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Peristiwa demonstrasi yang terjadi dalam beberapa hari belakangan ini dinilai sebagai salah satu potensi penularan COVID-19.

Ketua Tim Mitigasi PB IDI dr M Adib Khumaidi, SpOT mengatakan, demonstrasi mempertemukan ribuan orang yang sebagian besar mengabaikan protokol kesehatan. Ditambah besarnya kemungkinan para peserta datang dari kota atau wilayah berbeda sehingga jika terinfeksi, mereka bisa menyebarkan virus saat kembali ke daerah masing-masing.

"Peristiwa tersebut mempertemukan ribuan, bahkan puluhan ribu orang yang sebagian besar tidak hanya mengabaikan jarak fisik namun juga tidak mengenakan masker. Berbagai seruan nyanyian maupun teriakan dari peserta demonstrasi tersebut tentu mengeluarkan droplet dan aerosol yang berpotensi menularkan virus terutama COVID. Ditambah banyaknya kemungkinan peserta demonstrasi yang datang dari kota atau wilayah yang berbeda; jika terinfeksi, mereka dapat menyebarkan virus saat kembali ke komunitasnya," jelas Adib melalui pesan tertulis yang diterima Liputan6.com, Jumat (9/10/2020).

Adib menyampaikan, demonstrasi yang marak itu dikhawatirkan akan memunculkan lonjakan masif kasus positif yang akan terlihat dalam satu hingga dua minggu mendatang.

Hal tersebut tentunya juga akan berdampak pada tenaga medis dan fasilitas kesehatan yang saat ini pun telah kewalahan menangani pasien COVID-19 yang terus bertambah jumlahnya.

"Bukan tugas kami sebagai tenaga kesehatan untuk menilai mengapa orang-orang tersebut terlibat dalam demonstrasi. Dalam hal ini, kami menjelaskan kekhawatiran kami dari sisi medis dan berdasarkan sains - hal yang membuat sebuah peristiwa terutama demonstrasi berisiko lebih tinggi daripada aktifitas yang lain. Kekhawatiran kami sebagai tenaga kesehatan, akan terjadi lonjakan masif yang akan terlihat dalam waktu 1-2 minggu mendatang. Dalam kondisi saat ini saja, para tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan sudah kelimpungan menangani jumlah pasien COVID-19 yang terus bertambah."

 

 


Tindakan Pencegahan dengan Perilaku 3M

Sementara itu, Ketua Tim Pedoman dan Protokol dari Tim Mitigasi PB IDI Dr dr Eka Ginanjar, SpPD-KKV mengatakan, selama vaksin yang efektif dan aman belum ditemukan, maka tindakan pencegahanlah yang utama untuk melawan COVID-19. Pencegahan itu berupa penerapan protokol kesehatan seperti perilaku 3M, memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, serta menjaga jarak.

"Walaupun sulit dan banyak masyarakat belum terbiasa, namun langkah 3M ini adalah cara yang paling efektif hingga saat ini dalam mencegah penularan," kata Eka.

Khusus untuk penggunaan masker, Eka juga mengingatkan, apabila menggunakan masker kain (non medis), sebaiknya dicuci setelah beraktivitas dan diganti dengan masker baru yang bersih dalam aktivitas berikutnya.

Sedangkan apabila menggunakan masker medis seperti masker bedah, N95 dan KN95, maka sebaiknya masker dibuang di tempat sampah dalam keadaan tidak utuh untuk memcegah didaur ulang. Bila penggunaan untuk medis, maka digolongkan dalam sampah medis yang harus dikelola khusus.

Eka menyadari ketidaknyamanan masyarakat dalam menggunakan masker dalam beraktivitas. Namun ia menegaskan bahwa disiplin menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun ini adalah bukan hanya menjaga keselamatan diri sendiri, namun juga keluarga dan orang disekitar. Terutama saat ini yang paling diwaspadai adalah Orang Tanpa Gejala (OTG) yang bisa saja merasa sehat dan terus beraktivitas dengan mengabaikan protokol kesehatan.

"Sebagian besar pasien COVID yang ditangani para dokter merasa menyesal tidak mematuhi protokol kesehatan setelah terkena COVID, dan mereka merasakan betul bahwa COVID itu nyata dan menyiksa tubuh. Oleh karena itu, cegahlah diri Anda dari penularan dan cegahlah diri Anda juga untuk menjadi sumber penularan," tutup Eka.


5 Dokter Meninggal dalam Pekan Pertama Oktober 2020

Hingga hari ini, Jumat (9/10), Tim Mitigasi PB IDI mengumumkan bahwa selama minggu pertama Oktober 2020, sudah ada 5 dokter meninggal sehingga total ada 132 dokter wafat akibat COVID-19. Para dokter yang wafat tersebut terdiri dari 68 dokter umum (4 guru besar), dan 62 dokter spesialis (5 guru besar), serta 2 residen.

Keseluruhan dokter tersebut berasal dari 18 IDI Wilayah (provinsi) dan 61 IDI Cabang ( Kota/Kabupaten). Berdasarkan data provinsi, Jawa Timur 31 dokter, Sumatra Utara 22 dokter, DKI Jakarta 19 dokter, Jawa Barat 11 dokter, Jawa Tengah 9 dokter, Sulawesi Selatan 6 dokter, Bali 5 dokter, Sumatra Selatan 4 dokter, Kalimantan Selatan 4 dokter, DI Aceh 4 dokter, Kalimantan Timur 3 dokter, Riau 4 dokter, Kepulauan Riau 2 dokter, DI Yogyakarta 2 dokter, Nusa Tenggara Barat 2 dokter, Sulawesi Utara 2 dokter, Banten 1 dokter, dan Papua Barat 1 dokter.

Hal ini dikarenakan lonjakan pasien COVID-19 terutama Orang Tanpa Gejala (OTG) yang mengabaikan perilaku protokol kesehatan di berbagai daerah juga meningkat. Bahkan, klaster-klaster baru penularan COVID-19 terus bermunculan dalam beberapa minggu terakhir, karena sejumlah wilayah di Indonesia mulai melepas PSBB dan membuka wilayahnya kembali untuk pendatang yang berarti lebih banyak orang yang menjalani aktivitas di luar rumah. Salah satunya adalah peristiwa demonstrasi yang terjadi beberapa hari belakangan ini, yang merupakan salah satu penularan yang potensial.

 


Infografis Masker

Infografis Jangan Remehkan Cara Pakai Masker (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya