Aksi Demo RUU Cipta Kerja RI Berujung Kerusuhan Disorot Media Asing

Putusan DPR RI lantas memicu gelombang demonstrasi dan penolakan pengesahan RUU Cipta Kerja terjadi di sejumlah wilayah.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 09 Okt 2020, 13:21 WIB
Sebuah mobil plat merah atau mobil dinas dibakar massa di kawasan Gondangdia, Jakarta, Kamis (8/10/2020). Unjuk rasa menentang disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja berujung aksi anarkis merusak berbagai fasilitas umum. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Rancangan Undang Undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja) resmi menjadi undang-undang setelah DPR mengesahkannya pada Rapat Paripurna, Senin 5 September 2020. Pengesahan ini dikebut lebih cepat dari jadwal yang diagendakan pada Kamis 8 September 2020.

Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin mengatakan, dalam pengesahan ini terdapat enam fraksi menerima RUU Cipta Kerja untuk disahkan menjadi UU. Kemudian 1 fraksi menerima dengan catatan, dan dua fraksi menolak.

Putusan ini lantas memicu gelombang demonstrasi penolakan pengesahan RUU Cipta Kerja. Tak hanya di Jakarta, aksi demo juga terjadi di sejumlah daerah di Indonesia setelah DPR mengesahkannya lewat sidang paripurna pada Senin 5 Oktober 2020 lalu.

Jutaan buruh melakukan aksi mogok nasional dan memilih turun ke jalan menolak RUU Cipta Kerja. Begitu juga elemen masyarakat lainnya, seperti pelajar dan mahasiswa. Namun tak sedikit, aksi demonstrasi yang semula damai berujung anarkis.

Aksi demonstrasi ini juga menjadi pemberitaan media asing. Situs seperti CNN, Channel News Asia, The New York Times dan Deutsche Welle.

"Polisi Indonesia menangkap 400 orang pada Kamis, 8 Oktober 2020 dalam protes di ibukota Jakarta terhadap undang-undang Cipta Kerja yang kontroversial yang menurut para kritikus merusak hak-hak pekerja," demikian ditulis CNN.

Pada artikel bertajuk: "Hundreds arrested at protests over labor law in Jakarta" disebutkan juga bahwa sedikitnya 60 demonstran dan enam polisi terluka dalam demonstrasi di dekat Istana Kepresidenan selama hari ketiga pemogokan dan demonstrasi nasional.

"Video menunjukkan pengunjuk rasa berteriak, melempar batu, mendobrak gedung dan menyalakan api di dekat istana nasional ketika polisi mengerahkan meriam air dan gas air mata untuk membubarkan massa. Palang Merah Indonesia mengatakan, beberapa pengunjuk rasa menderita sesak napas setelah polisi menembakkan gas air mata. Mereka juga menembakkan water cannon untuk membubarkan massa," tulis CNN.

Tak ketinggalan, laman Channel News Asia juga melaporkan bahwa Polisi Indonesia dipersenjatai dengan bom molotov.

"Demonstrasi berlangsung di setidaknya 12 tempat pada hari Rabu, 7 Oktober 2020 dengan polisi yang menahan 183 orang di luar gedung di Palembang di Sumatera Selatan, dan menahan lebih dari 200 pengunjuk rasa untuk diinterogasi di ibu kota Jakarta, sehari setelah gas air mata."

"Rekaman video dari kota Semarang menunjukkan pengunjuk rasa yang marah merobohkan pagar kompleks DPRD, sementara di Jakarta dan Bandung, mahasiswa melempar batu dan membakar ban," demikian ditulis dalam artikel berjudul 'Hundreds held in Indonesia as tempers flare on second day of protests over new jobs law'.

Load More

Simak video berikut ini:


Demi Generasi Selanjutnya

Salah satu fasilitas umum yang dirusak massa aksi di Kawasan Sudirman, Jakarta, Jumat (9/10/2020). Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengatakan, kerugian akibat kericuhan massa saat demo menolak Undang-undang Cipta Kerja di ibu kota diprediksi mencapai Rp 25 miliar. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

The New York Times menyoroti pendapat dari Bahlil Lahadalia, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal yang mengatakan undang-undang baru tersebut akan memudahkan pencari kerja untuk mendapatkan pekerjaan, termasuk tiga juta orang yang memasuki angkatan kerja setiap tahun.

Ia mengatakan 153 perusahaan siap berinvestasi di Indonesia setelah undang-undang tersebut berlaku, menciptakan banyak lapangan kerja baru.

"Ini hukum untuk masa depan, bukan masa lalu," ujarnya dalam artikel 'Protests Spread Across Indonesia Over Jobs Law'.

"Ada keluhan dari pelaku usaha, sulitnya mendapatkan izin karena peraturan yang tumpang tindih, mahalnya lahan, dan mahalnya tenaga kerja," ujarnya.

"Undang-undang penciptaan lapangan kerja ini adalah jawabannya."

Sementara itu Deutsche Welle menulis: Reformasi "Omnibus" membuat perubahan pada 79 undang-undang untuk meningkatkan efisiensi birokrasi, tetapi pengunjuk rasa mengklaim bahwa undang-undang tersebut merugikan pekerja dengan mengubah cara sistem tenaga kerja mengatur pesangon, outsourcing dan berurusan dengan upah.

Dalam artikel 'Indonesia: Thousands protest against labor reforms' itu juga mengutip pernyataan Maulana Syarif, seorang pekerja produksi kendaraan berusia 45 tahun.

Ia mengatakan bahwa dia bergabung dalam protes tersebut demi generasi mendatang. "Kami minta undang-undang itu segera dicabut," ujarnya.

"Ini perjuangan kita untuk anak cucu kita dan generasi masa depan kita. Kalau seperti ini (dengan undang-undang baru) kesejahteraan kita akan menurun, dan kita akan kekurangan kepastian dalam pekerjaan," tambahnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya