Liputan6.com, Jakarta - Penolakan atas Pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja oleh DPR RI terus bergulir pada tataran masyarakat. Publik menyoroti kilatnya proses penyusunan dan pembahasan UU sapu jagat tersebut.
Menyikapi kritik itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani membantah jika proses penyusunan dan pembahasan UU Cipta Kerja terlalu singkat. Menurutnya, pembahasan rencana perubahan atas UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ini sudah dilakukan ketika Abdul Muhaimin Iskandar menjabat sebagai Menteri Ketenagakerjaan periode 2009-2014.
Advertisement
"Pembahasan dari UU Cipta Kerja sangat panjang. Jadi kalau kita ingat, pada periode pak Menteri Muhaimin sebetulnya sudah gencar untuk melakukan amandemen UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan," ujar dia dalam webinar bertajuk UU Cipta Kerja (Klaster Ketenagakerjaan): Implikasinya Bagi Pekerja dan Dunia Usaha, Jumat (9/10).
Namun, sambung Hariyadi, dalam proses penyusunan dan pembahasan saat itu kerap menemui jalan butuh. "Berbagai wacana tersebut walaupun sudah dimulai rumusan usulan-usulannya, bahkan sudah di bahas dalam Tripartit tapi nggak bisa berjalan lancar," jelasnya.
Sehingga baru pada periode kedua Pemerintahan Presiden Joko Widodo wacana perubahan atas UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan kembali digalakkan. Terlebih laju pertumbuhan angkatan kerja baru disetiap tahunnya terus meningkat.
"Setiap tahunnya ada 2,5 juta angkatan kerja baru sehingga banyak yang tidak terserap. Inilah yang dilihat pemerintah bahwa harus dicari penyebab tenaga kerja ini tidak berjalan sesuai harapan," paparnya.
Maka dari itu, sektor Ketenagakerjaan dibuat usulan untuk dimasukkan ke dalam UU Cipta Kerja untuk percepatan dan penyempurnaan regulasi klaster ketenagakerjaan dan juga 10 klaster lainnya. "Jadi ada 11 klaster dalam omnibus law ini," tambahnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pengusaha Sebut Aksi Demo Buruh Tidak Produktif
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani meminta kaum buruh agar tidak turun ke jalan untuk menolak pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja oleh DPR RI. Sebab, aksi unjuk rasa dinilai tidak menguntungkan bagi kepentingan kaum buruh sendiri.
"Tidak perlu (buruh) bereaksi di jalan, karena memang akan menimbukan hal-hal yang kontraproduktif," ujar dia dalam webinar bertajuk UU Cipta Kerja (Klaster Ketenagakerjaan): Implikasinya Bagi Pekerja dan Dunia Usaha, Jumat (9/10/2020).
Untuk itu, Bos Apindo mengimbau sebaiknya penyampaian aspirasi oleh buruh disalurkan melalui judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Menurutnya hal itu juga sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia.
"Karena apapun itu, unjuk rasa di jalan tidak akan mengubah proses legislasi yang berjalan. Sementara yang bisa mengubah adalah gugatan di Mahkamah Konstitusi," tutupnya.
Hal senada juga diungkapkan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan, Donny Gahral mengimbau buruh dan masyarakat yang tidak puas disahkan Undang-undang Cipta Kerja mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Donny, Undang-undang Cipta Kerja sebelum disahkan menjadi peraturan sudah melalui proses yang panjang dan berkekuatan politik di DPR serta pemerintah untuk merumuskan terbaik.
"Apabila ada pihak yang tidak puas saya kira ada mekanisme konstitusional namanya judicial review bisa diajukan ke Mahkamah Konstitusi, bilamana dirasakan itu tidak memuaskan," kata Donny, Rabu (7/10).
"Apabila ada yang tidak puas, ya jalur konstitusional tersedia, silakan saja dan pemerintah sudah bersiap akan hal itu," tambah Donny.
Advertisement