Liputan6.com, Jakarta - Aksi demo penolakan RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja yang terjadi di Jakarta menyisakan cerita.
Salah satunya adalah jurnalis merahputih.com atas nama Ponco Sulaksono yang bertugas meliput aksi demo di kawasan Monas Gambir Jakarta Pusat hingga Kamis malam, 8 Oktober 2020 pukul 23.30 WIB belum diketahui keberadaannya.
Advertisement
Tak hanya Ponco, ada pula dua jurnalis bernama Amalia Azhara dan Syarifah Nuraini yang dikabarkan hilang kontak sejak Kamis siang kemarin.
"Iya (hilang), dari tadi siang jam 11 mereka tidak ada kabar," kata Siti Nurjanah Pimpinan Umum UKM Perslima UPI kepada Liputan6.com, Kamis malam.
Sementara itu, dua jurnalis media online dari CNNIndonesia.com dan Suara.com, diduga mengalami kekerasan oleh pihak kepolisan saat meliput demo.
Berikut deretan fakta terkait dugaan hilangnya dan kekerasan jurnalis saat Meliput demo UU Cipta Kerja dihimpun Liputan6.com:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Hilang Kontaknya Jurnalis Merahputih.com
Jurnalis merahputih.com atas nama Ponco Sulaksono yang bertugas meliput aksi Demonstrasi Penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja di kawasan Monas Gambir Jakarta Pusat hingga Kamis, 8 Oktober 2020 malam pukul 23.30 WIB masih belum diketahui keberadaannya.
Terakhir Ponco Sulaksono mengirim berita melaporkan situasi demo penolakan UU Omnibus Law Cipta Karya di kawasan Gambir ke redaksi 15.14 WIB.
Beberapa saksi yang memberikan informasi, saat terjadi bentrokan antara massa dengan aparat pada Kamis sore, Ponco Sulaksono diamankan saat berada di Gambir, Jakarta Pusat.
"Beberapa saksi menyatakan, Ponco sempat terjatuh saat kericuhan di sekitar Tugu Tani, Jakarta Pusat. Namun, kami masih mencari detail info tersebut, dan belum bisa dikonfirmasi secara benar," kata Kepala Kompartemen News merahputih.com, Alwan Ridha Ramdan dalam keterangannya.
Redaksi merahputih.com dan rekan-rekan jaringan wartawan di lapangan juga sudah menyisir sejumlah rumah sakit di sekitar Gambir dan tidak menemukan keberadaannya.
Advertisement
2 Jurnalis Perslima UPI
Dua jurnalis perempuan Perslima Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung hilang saat meliput aksi unjuk rasa menolak pengesahan RUU Cipta Kerja (Ciptaker) di Jakarta.
Dua jurnalis tersebut bernama Amalia Azhara dan Syarifah Nuraini. Keduanya dikabarkan hilang kontak sejak Kamis siang, 8 Oktober 2020.
"Iya (hilang), dari tadi siang jam 11 mereka tidak ada kabar," kata Siti Nurjanah Pimpinan Umum UKM Perslima UPI kepada Liputan6.com, Kamis malam.
Siti menerangkan, awalnya Perslima menurunkan tiga jurnalis untuk meliput aksi tersebut. Namun satu jurnalis lagi kabarnya sudah diketahui.
"Sebetulnya yang liputan dari kami ini tiga orang sama Ato satu lagi, cuman kalau Ato sore tadi sudah ada kabar sama saya," tutur Siti.
Siti menjelaskan, kedua jurnalis yang memang kebetulan berdomisili di Jakarta itu meminta untuk diterjunkan dalam meliput aksi penolakan RUU Cipta Kerja.
Awalnya mereka berencana satu rombongan dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Rema UPI, namun rencana itu urung lantaran BEM Rema UPI tak jadi datang ke Jakarta. Akhirnya kedua jurnalis mahasiswa tersebut merapat ke rombongan BEM Rema UPI Serang.
"Nah setelah saya tanya ke BEM Rema UPI Serang itu memang enggak ada, belum terdata. Dan memang Syarifah-nya juga enggak koordinasi katanya," beber Siti.
Siti mengaku telah menghubungi pihak keluarga mereka. Keluarga pun mengamini keduanya belum pulang ke rumah dan tak bisa dihubungi.
"Tadi orang tuanya sempat menelepon saya, memang betul belum ke rumah katanya. Dan memang mereka juga masih mencari," jelas Siti.
2 Jurnalis Diduga Alami Kekerasan
Dua jurnalis media online dari CNNIndonesia.com dan Suara.com, diduga mengalami kekerasan oleh pihak kepolisan saat meliput demo protesnya RUU Cipta Kerja yang disahkan, Kamis 8 Oktober 2020 kemarin.
Thohirin, jurnalis CNNIdonesia.com, mengaku ponsel miliknya dirampas diduga oleh polisi di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, saat meliput demo RUU Cipta Kerja. Dia menuturkan, saat itu mengenakan identitas berikut rompi khusus wartawan.
Tak hanya dirampas, ponsel miliknya juga dibanting. Sementara kepalanya, yang menggunakan helm, sempat dipukul.
"Jangan mentang-mentang wartawan. Kerja yang benar," kata Thohirin menirukan ucapan yang diduga merupakan petugas polisi, Jumat (9/10/2020).
Sementara itu, jurnalis Suara.com Peter Rotti diduga mengalami kekerasan saat meliput demo menolak RUU Cipta Kerja yang disahkan di Jalan MH Thamrin, Jakarta.
Saat itu, dia tengah merekam sejumlah polisi yang diduga mengeroyok seorang peserta aksi di sekitar Halte TranJakarta Bank Indonesia. Bersama rekannya, tengah melakukan live report via akun YouTube.
Melihat Peter merekam, diduga petugas berusaha mengambil kameranya. "Saya sudah jelaskan kalau saya wartawan, tetapi mereka tetap merampas dan menyeret saya. Tadi saya sempat diseret dan digebukin, tangan dan pelipis saya memar," kata Peter.
Kamera yang dimilikinya dikembalikan. Namun, memori yang berisikan rekaman peliputan aksi unjuk rasa mahasiswa dan pelajar di sekitar Patung Kuda, Jakarta, diambil.
"Kamera saya akhirnya kembalikan, tetapi memorinya diambil sama mereka," Peter menandaskan.
Advertisement
Polda Metro Jaya Angkat Bicara
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus menyarankan wartawan yang menjadi korban pemukulan aparat penegak hukum saat meliput demo RUU Cipta Kerja untuk membuat laporan ke Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri.
Diketahui, wartawan dari media online Suara.com dan CNN Indonesia dipukul oleh oknum kepolisian pada saat meliput unjuk rasa terkait penolakan terhadap pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker).
"Bikin laporan ke Propam Mabes," kata Yusri di Polda Metro Jaya, Jumat (9/10/2020).
Yusri enggan berbicara lebih jauh mengenai pemukulan yang menimpa dua wartawan tersebut.
Sementara itu, Yusri juga menanggapi wartawan Merahputih.com, Ponco Sulaksono yang ditangkap saat meliput demo di kawasan Jakarta Pusat. Yusri menyatakan, yang bersangkutan telah dipulangkan.
"Temanmu sudah keluar," ucap Yusri.
Penjelasan Polri
Sejumlah awak media peliput aksi unjuk rasa memprotes RUU Cipta Kerja diduga mengalami kekerasan oleh aparat Kepolisian. Terkait hal ini Polri angkat bicara.
Menurut Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono, pihaknya selalu menjaga para jurnalis. Namun, keadaan yang memanas di lokasi membuat petugasnya mempertahankan diri.
"Kita memang harus jujur mengakui bahwa kita sebetulnya melindungi wartawan ya, tapi ketika situasinya chaos, anarkis, kadang anggota pun melindungi dirinya sendiri," tutur Argo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (9/10/2020).
Menurut Argo, perlu adanya komunikasi di awal saat melakukan peliputan aksi unjuk rasa. Hal itu dapat mencegah terjadinya kesalahpahaman antara aparat dan wartawan.
"Tentunya kita bisa saling komunikasi di lapangan, menunjukkan identitas jelas, nanti bisa terlindungi oleh teman-teman anggota. Sampaikan saja saya wartawan, saya meliput, kan tidak mungkin juga di depan anggota lempar-lemparan ya, di belakang biar terlindungi oleh anggota itu sendiri," jelas Argo.
Advertisement