Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi membantah informasi bahwa Undang-Undang (UU) Cipta Kerja memicu komersialisasi pendidikan.
Dia menyebut UU Cipta Kerja yang baru disahkan DPR hanya mengatur pendidikan formal di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Advertisement
"Ada juga berita UU Cipta Kerja ini mendorong komersialisasi pendidikan, ini juga tidak benar. Karena yang diatur hanyalah pendidikan formal di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)," jelas Jokowi saat konferensi pers terkait UU Cipta Kerja dari Istana Kepresidenan Bogor Jawa Barat, Jumat (9/10/2020).
Dia menjamin bahwa perizinan pendidikan dan pondok pesantren tidak akan diatur dalam UU Cipta Kerja. Jokowi menegaskan pendidikan di pondok pesantren masih merujuk pada aturan lama yang selama ini berlaku.
"Perizinan pendidikan tidak diatur dalam UU Cipta Kerja ini. Apalagi perizinan di pondok pesantren, tidak diatur sama sekali dalam UU Cipta Kerja dan aturannya yang selama ini ada tetap berlaku," kata dia.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Klaster Pendidikan di UU Cipta Kerja
Sebelumnya, Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriawan Salim mengungkapkan kekecewaannya terhadap pengesahan RUU Cipta Kerja. Sebab, UU tersebut masih menyisakan pasal yang memberi jalan dilakukannya komersialisasi pendidikan.
Pasal 26 Ayat 2 menyatakan "Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan diatur dengan Peraturan Pemerintah". Hal ini dinilainya bermuatan kapitalisasi pendidikan dalam RUU Cipta Kerja yang baru disahkan.
Kemudian, ada Pasal 4 yang terdapat frase "perizinan berusaha", yang dinilainya RUU Cipta Kerja telah melegalkan dan mengarahkan pendidikan dalam industri. Satriawan menilai, dengan hal ini, maka pendidikan akan semakin mahal.
"Pendidikan nanti semakin berbiaya mahal, jelas-jelas akan meminggirkan anak-anak miskin, sehingga tujuan pendidikan untuk memanusiakan manusia tidak akan pernah terjadi. Yang muncul adalah pendidikan bukan lagi sebagai aktivitas peradaban, melainkan semata-mata aktivitas mencari untung atau laba," tutur Satriawan dalam keterangannya, Selasa 6 Oktober 2020.
Advertisement