Liputan6.com, Surabaya - Kericuhan demonstran tolak Undang-Undang (UU) Cipta Kerja di tiga lokasi di Surabaya, yaitu depan Kantor Gubernur Jatim, DPRD Jatim dan Gedung Negara Grahadi Surabaya, pada Kamis, 8 Oktober 2020, meninggalkan sejumlah cerita.
Cerita itu dari polisi yang terluka hingga 22 orang ditetapkan menjadi tersangka. Polisi yang dimaksud terluka itu adalah Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Jhonny Edison Isir. Hal tersebut terlihat saat dia menggelar rilis kasus kerusuhan saat demo tolak UU Omnibus Law di Mapolrestabes Surabaya, Jumat (9/10/2020).
Dalam gelar perkara tersebut, tampak tangan Isir membengkak. Bahkan jari-jarinya saat memegang microphone tak bisa melingkar rekat. Meski demikian pihaknya menuturkan, tangannya baik-baik saja dan tak menjawab apakah terluka karena lemparan atau pukulan massa.
Baca Juga
Advertisement
Isir menuturkan, ada sekitar 253 anak dan dewasa diamankan. Dari total tersebut petugas menetapkan 22 orang ini menjadi tersangka kerusuhan saat demo.
"Jadi mereka yang kita amankan ini adalah anak-anak dan orang dewasa yang anarki. Mereka membawa barang berbahaya ada yang bawa sajam, bom molotov, batu dan benda keras lainnya. Mereka merusak fasum mobil polisi, pos polisi, pintu gerbang dll. Jadi ada 22 anak yang kita tetapkan sebagai tersangka," ujarnya.
Dari 22 orang yang ditetapkan, lanjut Isir, lima orang dewasa dan 17 anak-anak. Untuk anak-anak ini adalah anak sekolah dengan umur antara 14 tahun hingga 17 tahun. Mereka diamankan lantaran merusak dan bertindak anarkis.
Pengamanan ini dilakukan sebelum dan sesudah kericuhan di sejumlah tempat di Surabaya, Kamis, 8 Oktober 2020. Dalam pengamanan kericuhan, tercatat banyak petugas yang mengalami luka dan seorang jurnalis juga mengalami luka tangannya.
Pihaknya menegaskan para pelaku kerusuhan akan dijerat UU Darurat pasal 170. Sedangkan 231 dilepaskan dengan syarat dijemput orangtua dan menulis surat pernyataan.
"Kita mengamankan banyak barang bukti dari anak-anak ini baik sebelum dan sesudah kerusuhan. Diantaranya bom molotov, parang, batu, kayu dan mobil patroli yang rusak," ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Dugaan Aksi Perampasan dan Penghapusan File Jurnalis
Sedangkan dugaan aksi perampasan dan penghapusan file jurnalis, lanjut perwira melati tiga, pihaknya akan mendalaminya. Terkait ada enam jurnalis yang melaporkan aksi anarki oleh oknum Polri tersebut ke Asosiasi Jurnalis Independen (AJI) juga akan ditindak lanjuti.
Hanya saja saat ditanya akan saksi kepada oknum Polri tersebut, pihaknya belum bisa menjawab secara detail. Sebab ada juga jurnalis yang melakukan peliputan namun tak memakai atribut jurnalistik. Sehingga adanya dugaan kesalahpahaman pun terjadi.
"Maka kalau bisa dan sebisa mungkin saat meliput jurnalis membawa atributnya. Supaya petugas kepolisian tak salah paham begitu," tegasnya.
Advertisement