Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyebut Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law bertujuan untuk meningkatkan dan mengentaskan Indonesia dari middle income trap. Untuk keluar dari negara berpenghasilan menengah, maka dibutuhkan beberapa trobosan.
"Oleh karena itu Omnibus Law tujuannya adalah untuk meningkatkan dan mengembangkan Indonesia dari middle income trap," kata dia pada Pembukaan Expo Profesi Keuangan Tahun 2020, Senin (12/10).
Advertisement
Bendahara Negara itu menyebut, efisiensi, regulasi yang mudah, akan memberikan kesempatan kepada seluruh masyarakat untuk berusaha secara mudah. Di samping itu, pemerintah juga melakukan reformasi perpajakan di dalam UU Cipta Kerja dan nemberikan izin insentif untuk meningkatkan produktivitas, inovasi, dan kreativitas.
"Kalau kita bicara middle income trap di situlah letaknya," tandas dia.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU). Kesepakatan tersebut dicapai dalam sidang paripurna pembicaraan tingkat II atas pengambilan keputusan terhadap RUU tentang Cipta Kerja di Gedung DPR RI Jakarta, Senin (5/10) lalu.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sri Mulyani Ungkap Alasan Omnibus Law Perpajakan Masuk ke UU Cipta Kerja
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan alasan klaster perpajakan masuk dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Sebelumnya pemerintah berencana menerbitkan Omnibus Law perpajakan di luar dari UU Cipta Kerja.
Kemudian dalam perkembangan pembahasan UU Cipta Kerja antara DPR dengan pemerintah, terjadi komunikasi jika sebagian omnibus law perpajakan masuk dalam cipta kerja. Terutama untuk klaster yang termasuk ekosistem dari investasi.
"Sebagian dari Omnibus Law Perpajakan, itu sudah masuk di dalam Perppu Nomor 1/2020 yang sebetulnya juga sudah ditetapkan menjadi undang-undang," jelas dia dalam video conference di Jakarta, Rabu (7/10/2020).
Karena sebagian omnibus law perpajakan ada yang belum masuk dalam UU 2/2020, maka ketentuannya dimasukan dalam UU Cipta Kerja. Hal ini juga telah melewati pembahasan bersama antara pemerintah dengan DPR.
"Jadi, kalau ada yang menyatakan bahwa ini suatu pemasukan pasal-pasal dari RUU omnibus law perpajakan, itu tidak benar. Pemerintah bersama DPR, bersama-sama membahas dan ini juga antar komisi dan juga dengan Baleg," tegas Sri Mulyani.
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Nathan Kacaribu memastikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) perpajakan atau Omnibus Law Perpajakan sudah masuk ke dalam pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja. Bahkan seluruh poin penting yang ada dalam Omnibus Law Perpajakan juga masuk dalam satu bagian.
"Semuanya masuk ke Omnibus Law Cipta Kerja klaster perpajakan. Kita hemat energi dan waktu, karena suasana lagi susah, ketemu dengan DPR juga vicon (virtual)," kata dia, Kamis (1/10/2020)
Advertisement
Tidak Masalah
Penggabungan dua aturan sapu jagad itu menurutnya tidak menjadi masalah. Sebab, kedua aturan ini bertujuan sama-sama memudahkan investasi masuk ke Indonesia.
"Omnibus Law perpajakan jadi masuk ke cluster Cipta Kerja. Omnibus Law Cipta Kerja cluster perpajakan itu memang sudah disiapkan sebelumnya dan akhirnya bisa masuk ke Omnibus Law Cipta Kerja. Jadi tidak harus terpisah," jelasnya.
UU Omnibus Law Cipta Kerja sendiri berisi 15 Bab dan 174 pasal. Semula UU Cipta Kerja mencakup 79 UU, namun dalam pembahasannya mengalami perubahan menjadi 76 UU. Terdapat penghapusan tujuh UU, serta tambahan empat UU lain.
Ada tiga dari empat UU yang ditambahkan mengenai perpajakan, yakni UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan jo Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan jo. UU Nomor 36 Tahun 2008, UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambangan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Barang Mewah Jo. UU Nomor 42 Tahun 2009.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com