Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto mengajak tiga produsen vaksin Covid-19 untuk berkolaborasi dan bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia. Dia mengajak Cansino, G42/Sinopharm, dan Sinovac untuk melakukan kerjasama transfer teknologi dengan Bio Farma.
Selain itu, Terawan juga mengajak kerjasama riset termasuk uji klinis dengan lembaga penelitian medis yang ada di Indonesia. Menanggapi ajakan tersebut, Menteri Luar negeri Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Wang Yi menyambut baik ajakan kerja sama yang diajukan Pemerintah Indonesia.
Advertisement
"China bersedia bekerja sama dengan Indonesia dalam penelitian, produksi dan distribusi vaksin," kata Wang Yi dalam siaran pers Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jakarta, Senin (12/10).
Wang YI juga telah mengusulkan dan memberikan lampu hijau agar perusahaan Tiongkok berkolaborasi dengan perusahaan Indonesia. Dia ingin Indonesia menjadi manufacturing hub untuk vaksin di Asia Tenggara.
Selain itu, Wang Yi juga mendukung pertukaran antar lembaga penelitian medis untuk memastikan akses vaksin yang terjangkau.
"Mendukung pertukaran antar lembaga penelitian medis terkait untuk membantu memastikan akses ke vaksin yang terjangkau di seluruh kawasan dan di seluruh dunia," kata Wang Yi.
Menanggapi itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan juga menyetujui usulan tersebut. Dia bahkan berharap kerjasama yang dijalin tidak hanya pertukaran antar lembaga penelitian medis.
"Saya ingin lebih banyak kerja sama antar rumah sakit, pertukaran dokter dan tenaga kesehatan, kolaborasi riset dan teknologi antara kedua negara," kata Luhut.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
**Ingat #PesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jalankan Vaksinasi Covid-19 Massal, Berapa Anggaran yang Dibutuhkan Bio Farma?
Direktur Utama PT Bio Farma(Persero) Honesti Basyir mengatakan perseroan membutuhkan anggaran besar dalam menjalankan program vaksinasi covid-19. Dia mengasumsikan jika harga vaksin Covid-19 berkisar Rp 200 ribu per dosis dan Rp 400 ribu untuk dua dosis, maka dana yang dibutuhkan tak sedikit.
"Pada saat vaksin covid-19 ini akan diproduksi, memang kita butuh biaya yang cukup besar karena pengadaan vaksin itu dari pembelian bahan baku sampai produksi," kata Honesti dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI, Senin (5/10/2020).
"Asumsi kami, kalau kita butuh 340 juta dosis itu harus dilakukan programnya, diasumsikan, saya tidak katakan harga seperti ini, katakanlah butuh Rp 200 ribu satu dosis, artinya (kalau) dua dosis Rp 400 ribu untuk melakukan pengadaan program vaksinasi," sambung dia.
Terkait hal ini, Honesti mengaku tengah mendiskusikannya dengan pemerintah. Dia juga menuturkan, nantinya akan ada Peraturan Presiden untuk menaungi masalah program vaksinasi tersebut. Dimana BUMN Farmasi akan diminta pemerintah sebagai bagian terdepan melakukan program vaksinasi.
"Kami semua yang berada dalam BUMN farmasi ini akan diminta pemerintah sebagai bagian terdepan untuk melakukan program, mulai dari pengadaan vaksinnya sendiri, produksinya, pengadaan jarum suntik, alkohol, kapas, sampai nanti di klinik nakes-nakes," jelas dia.
Vaksinasi ini, kata Honesti, akan dilakukan tahun depan. Dia memperkirakan Indonesia perlu melakukan vaksinasi kepada 170 juta penduduk atau 70 persen dari total penduduk sesuai dengan petunjuk WHO untuk bisa mencapai herd immunity.
Maka, dalam kesempatan RDP ini, Honesti meminta restu kepada Komisi VI untuk mendukung dan melancarkan program vaksinasi covid-19 massal ini.
Advertisement
Pemulihan Ekonomi Bergantung Pengadaan Vaksin Covid-19 dan Distribusinya
Sebelumnya, pemerintah memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 2,9 hingga minus 1,0 persen pada kuartal III- 2020. Alhasil, pertumbuhan ekonomi tahun ini minus 1,7 sampai minus 0,6 persen.
VP Economist Bank Permata, Josua Pardede memahami kontraksi pertumbuhan ekonomi memang masih akan berlanjut di kuartal III-2020. Hal itu terindikasi dari banyak indikator yang belum mencapai tingkat seperti sebelum pandemi.
"Beberapa indikator tersebut di antaranya ialah inflasi, penjualan mobil, dan penjualan ritel," kata Josua kepada Merdeka.com, Minggu (4/10/2020).
Dia menyebut inflasi inti pada bulan Agustus masih mengalami perlambatan hingga hanya bertumbuh sebesar 2,07 persen. Sementara penjualan mobil dan ritel masih mengalami kontraksi sebesar 71,67 persen dan 12,28 perse .
Secara nominal, baik penjualan mobil dan ritel sebenarnya sudah mengalami peningkatan dibandingkan awal masa pandemi, namun secara umum, tingkat penjualannya masih berada jauh di bawah sebelum pandemi.
Dari sisi investasi, PMI Indonesia sudah mencapai 50,8, atau berada di level ekspansi, namun, indikator lainnya seperti impor bahan baku dan barang modal, masih menunjukan adanya kontraksi dibandingkan tahun lalu.
Dia menuturkan, perekonomian Indonesia ke depan akan bergantung pada penemuan vaksin dan bagaimana pemerintah dapat menyediakannya bagi masyarakat.
Hal ini disebabkan bahwa apabila belum ada vaksin, maka perilaku konsumsi masyarakat belum akan pulih ke kondisi sebelum Covid-19, yang kemudian akan menghambat pemulihan perekonomian.
"Saat ini, salah satu skenario terbaik adalah ditemukannya vaksin yang efektif sebelum 2020 berakhir sehingga pengadaan dan distribusi vaksin dapat terimplementasi pada 1Q20, yang kemudian akan mendorong pemulihan ekonomi di 2Q20, dengan asumsi vaksin dapat terdistribusi merata di daerah-daerah prioritas," kata dia.
Dengan skenario ini, konsolidasi pemulihan perekonomian dapat mulai terjadi pada 2021-2022. Di sisi lain, salah satu skenario terburuk ialah belum adanya vaksin hingga tahun 2021, dan mengakibatkan pemulihan pertumbuhan ekonomi akan kembali pada trajectory awal di mana pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persen baru akan tercapai di tahun 2023-2024.