Liputan6.com, Jakarta Di tahun 2020 ini, hampir semua aspek kehidupan di seluruh dunia diuji keberadaan pandemi Covid-19. Namun 10 pebisnis wanita tangguh dalam daftar Power Businesswomen Forbes Asia 2020 ini seakan menjawab tantangan itu dan menunjukkan kemampuan mereka di masa-masa sulit ini.
Para wanita dalam daftar mewakili dari berbagai industri seperti bioteknologi, tekfin dan edtecth hingga sektor yang lebih tradisional seperti ritel, logsistik, dan hukum.
Advertisement
Di mana masing-masing memiliki rekam jejak kesuksesan, baik menjalankan perusahaan dengan pendapatan yang cukup besar ataupun mendirikan perusahaan rintisan senilai lebih dari USD 1 millia,8r (Rp 14,8 triliun)
Memiliki kepemimpinan yang tangguh dan visi untuk beradaptasi di era new normal dan melihat peluang di mana orang lain melihat tantangan merupakan kesamaan yang dimiliki para wanita ini.
Melansir dari Forbes, Rabu (14/10/2020) simak siapa saja 10 pebisnis wanita di Asia Pasifik versi Forbes ini:
1. Melanie Perkins
Co-Founder dan Ceo, Canva
Negara: Australia
Mendirikan Canva bersama Cameron Adams dan Cliff Obrecht (sekarang tunangannya) pada 2013 saat masih menjadi mahasiswa di University of Western Australia.
Sejak itu, perusahaan perangkat lunak desain grafis telah mengumpulkan lebih dari USD 300 juta, dan terus berkembang hingga kini menjadi senilai USD 6 miliar.
Canva dimulai sebagai situs web gratis yang menawarkan alat desain yang memungkinkan desainer amatir untuk menghasilkan gambar yang terlihat profesional, mulai dari undangan pesta dan poster hingga brosur perusahaan.
Ketika sudah berkembang, perusahaan menawarkan paket premium berbayar untuk para profesional dan perusahan, sehingga membantunya mendapatkan keuntungan pada pertengahan 2017 dan menempatkannya dalam persaingan dengan orang-orang seperi Adobe.
Kini tersedia lebih dari 100 bahasa, Canva memiliki lebih dari 700 karyawan dan lebih dari 30 juta penggunaa aktif bulanan di 190 negara.
2. Zhao Yan
Pimpinan dan Manajer Umum Bloomage Bio Technology
Negara: China
Sejak Zhao membeli Bloomage Bio Technology pada tahun 2001, Zhao telah menjadi pembuat asam hialuronat terbesar di dunia. Bahan yang digunakan dalam obat-obatan, kosmetik dan suplemen makanan dengan lebih dari sepertiga pangsa pasar global.
Pada tahun 2019, Zhao merupakan salah satu wanita terkaya di China, dengan kekayaan senilai USD 6,4 miliar. Pada 2019, laba bersih perusahaannya naik 38 persen menjadi 586 juta yuan (USD 84 juta) dengan lonjakan pendapatan 49 persen menjadi 1,9 miliar yuan.
Zhao juga memimpin Bloomage Internasional Investments Group yang bergerak di bidang real estat, keuangan dan olahraga.
Pekerjaan pertamanya adalah guru perguruan tinggi. Dia bahkan sempat menjadi penjual lemari es dan menjalankan pabrik pakaian.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Daftar Berikutnya
3. Lily Kong
Presiden ke 5, Singapore Management University
Negara: Singapore
Dia menjadi wanita pertama yang memimpin salah satu universitas top di Singapura. Kong memimpin SMU pada Januari 2019. Sejak itu, ia terus mengembangkan kapasitas kewirausahaan SMU bagi mahasiswa.
Pada bulan Februari, SMU membuka Gedung baru yang mencakup ruang inkubasi seluas 700 meter persegi yang dirancang untuk mendorong inovasi dan kewirausahaan di kalangan mahasiswa, alumni dan bisnis lokal.
4. Roshi Nadar Malhotra
Ketua HCL Technology
Negara: India
Pada pertengahan bulan Juli, Roshi menjadi ketua dari India IT raksasa HCL Technology, di mana gelar sebelumnya dipegang sang ayah, Shiv Nadar yang kini berusia 75 tahun.
Nadar sudah bekerja di HCL selama 12 tahun, sebelumnya menjabat sebagai wakil ketua selama 2 tahun.
Terlepas dari beberapa kelemahan dalam bisnis perusahaan karena pandemi, dalam jangka panjang Nadar dapat optimis karena proses digitalisasi akan menciptakan perminataan akan layanan dan produk yang ditawarkan HCL.
Advertisement
Selanjutnya
5. Caroline Russell
Ketua ekseskutif dan CEO BOH Plantations
Negara: Malaysia
Russell merupakan generasi ketiga yang memimpin produsen teh terbesar di Malaysia berdasarkan output, BOH Plantations yang didirikan sang kakek pada tahun 1929. BOH sendiri berarti dataran tinggi terbaik.
Bisnis keluarga ini memiliki 4 perkebunan yang tersebar seluas 1.200 ha yang setiap tahun menghasilkan sekitar 4,5 juta kilogram teh. Sekitar 70 persen dari produksi teh Malaysia.
Russell sendiri bergabung dengan departemen pemasaran BOH pada tahun 1988 setelah mendapatkan gelar dari University of Edinburgh.
Mengambil alih kepemimpinan sebagai CEO pada tahun 2003, Russell telah memperluas rangkaian teh BOH dan penjualan internasional.
Selain itu dia juga berfokus pada pertumbuhan berkelanjutan, termasuk produk yang dapat terurai secara hayati, kemasan yang dapat didaur ulang dan bermitra dengan LSM lingkungan. Russell diangkat sebagai ketua eksekutif setelah ayahnya pensiun.
6. Preeyanart Soontornwata
Ketua dan CEO B.Grimm Power
Negara: Thailand
Selama 2 dekade terakhir, Preeyanart telah mengembangkan unit pembangkit listrik konglomerat Thailand B.Grimm menjadi perusahaan senilai USD 3,7 miliar, yang mengoperasikan 47 pembangkit listrik di Thailand, Laos dan Vietnam dengan 5 lagi dalam pengembangan. Perusahaan melakukan IPO pada 2017.
B.Grimm Power tidak terpengaruh pandemi Covid-19, terlihat dari perolehan laba bersih yang melonjak lebih dari 60 persen pada kuartal kedua yang berakhir pada Juni. Ini seiring peningkatan kapasitas produksi dan pelanggan industri.
Portofolio yang ia miliki adalah menggabungkan proyek konvensional dan terbaru, termasuk pembangkit listrik tenaga gas, surya, hidro dan angin.
Preeyanart mulai membangun B.Grimm 28 tahun yang lalu sebagai chief financial officer. Kemudian ditunjuk memimpin B.Grimm Power ketika didirikan pada 1996.
7. Aya Komaki
Ketua dan CEO Sanrio Entertainment
Negara: Jepang
Karier Komaki melalui jalan panjang. Dia bergabung dengan Sanrio usai lulus dari Universitas Tokyo yang bergengsi di Jepang, tempat dia mendapatkan gelar master dalam pendidikan. Namun dia sempat berhenti pada tahun 1984 untuk membina sebuah keluarga.
Namun pada 2003, setelah kehilangan salah satu anaknya dan bercerai, dia kembali ke perusahaan tersebut.
Dia kemudian menjadi direktur dewan pada 2015, di anak perusahaan hiburan Sanrio Entertainment. Pada tahun berikutnya bekerja di taman hiburan Puroland. Komaki melakukan banyak perubahan di Puroland dan taman Sanrio kedua, Harmonyland.
Pada awal 2018, operasi taman memang kembali menurun. Meski demikian, saat pandemi memaksa bisnisnya tutup selama 5 minggu, perusahaannya tetap membukukan pendapatan per pelanggan yang lebih tinggi pada tahun fiskail terakhir (berakhir pada 31 Maret).
8. Samantha Du
Pendiri, ketua dan CEO, Zai Lab
Negara: China
Dia memulai Shanghai-based pharma Zai Lab pada 2014. Di mana, nilai kapitalisasi pasarnya telah mencapai USD 6 miliar, naik 3 kali lipat sejak IPO di Nasdaq pada 2017.
Bisnis utama perusahaan untuk melisensikan perusahaan obat asing untuk dijual di China, termasuk Zejula, obat kanker ovarium yang popular dari GlaxoSmithKline.
Pada pertengahan Agustus, hasil paruh pertama Zai Lab menunjukkan jika pendapatan perusahaan melonjak hampir 6 kali lipat dari tahun ke tahun, menjadi sekitar USD 19 juta meskipun perusahaan masih belum mendapatkan untung.
Advertisement
9. Divya Gokulnath
9. Divya Gokulnath
Co-Founder Byju’s
Negara: India
Banyak anak-anak sekolah di India harus terjebak di rumah karena pandemi. Ini ternyata memberi keuntungan bagi Gokulnath dari bisnis sekolah daring tempatnya bekerja.
“Kami telah menambahkan 20 juta siswa hanya dalam empat bulan terakhir,” kata Gokulnath yang mengawasi konten, pengalaman pengguna dan pemasaran merek di perusahaan edtech Byju’s yang menawarkan kursus daring untuk siswa.
Gokulnath dan suaminya Byju Raceendren melihat perlunya aplikasi untuk mendidik siswa usia sekolah menengah. Perusahaan mendapatkan 64 juta pengguna aktif di 1.700 kota di India dan luar negeri.
10. Yang Yoon-sun
Pendiri dan CEO Medipost
Negara: Korea Selatan
Yoon-sun Menyadari potensi darah tali pusat pada tahun 2000 saat menjadi dokter di rumah sakit terkemuka di Seoul. Darah tali pusat mengandung sel punca yang berguna untuk mengobati penyakit dan cedera. Yoon-sin berhenti dari pekerjaan untuk meluncurkan Medipost, menawarkan penelitian, terapi dan penyimpan darah tali pusat.
Tahun 2005, Medipost mengumpulkan 16,5 miliar won (USD 14 juta) dalam IPO di bursa Kosdaq Korea. Sekarang nilainya sekitar 470 miliar won dengan penjualan 46 miliar won tahun lalu.
Menurut data pemerintah, Medipost menjalankan bank darah tali pusat terbesar di Korea, meyimpan 43 persen dari darah tali pusat negara. Sekarang Medipost sedang menjalankan pengobatan untuk tulang rawan sendi yang rusak.
Reporter: Tasya Stevany