Liputan6.com, Jakarta - WHO memberikan pernyataan yang cukup menggegerkan. Organisasi kesehatan dunia itu meminta agar lockdown jangan dijadikan solusi utama pencegahan COVID-19, sebab bisa menambah kemiskinan.
Pernyataan WHO senada dengan laporan terbaru Bank Dunia berjudul Reversals of Fortune. Dalam laporan itu, 100 juta orang diperkirakan akan mengalami kemiskinan ekstrem (extreme poverty) pada 2020 akibat COVID-19.
Kemiskinan ekstrem adalah jika pengeluaran di bawah US$ 1,9 per hari (Rp 27 ribu).
Baca Juga
Advertisement
"Bersamaan dengan kerugian langsung ke nyawa-nyawa manusia, COVID-19 telah mengakibatkan bencana ekonomi ke seluruh dunia yang gelombang kejutnya terus menyebar, sehingga lebih banyak nyawa terancam," tulis laporan Bank Dunia seperti dikutip Senin (12/10/2020).
Negara-negara pendapatan menengah (middle income countries) akan terdampak berat. Sebanyak 72 juta orang diperkirakan akan menjadi miskin pada skenario baseline), tapi skenario downside dampaknya bisa 94 juta.
Banyak orang miskin baru diperkirakan berasal dari perkotaan. Ini karena adanya efek lockdown ke beberapa sektor. Orang-orang miskin baru juga lebih terdidik dan memiliki aset-aset ketimbang mereka yang miskin pada tahun lalu.
"Banyak orang miskin baru kemungkinan besar berada di pelayanan informal, konstruksi, dan manufaktur, sektor-sektor yang terdampak lockdown dan pembatasan mobilitas lainnya, serta social distancing wajib," tulis Bank Dunia.
"Orang miskin baru kemungkinan lebih banyak bekerja di luar sektor agrikultur (contohnya, di manufaktur, konstruksi, dan perdagangan wholesale dan ritel di Afrika Selatan; dan pada sektor jasa di Nigeria dan Indonesia)," lanjut laporan itu.
Bank Dunia berkata penurunan kesejahteraan akan berlanjut hingga virus terkendali, lockdown dilonggarkan, dan pertumbuhan kembali berlanjut.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Shared Prosperity
Bank Dunia menegaskan bahwa dampak ekonomi COVID-19 terjadi di seluruh dunia. Dampaknya pun bisa jangka panjang kepada golongan tertentu. Ini terutama berdampak ke 40 persen warga termiskin.
Bank Dunia memberikan data shared prosperity yang fokus pada 40 persen populasi yang miskin di suatu negara. Shared prosperity menyorot kemampuan konsumsi rumah tangga pada kalangan 40 persen tersebut.
Melalui data itu, maka akan terlihat dampak pertumbuhan ekonomi ke masyarakat miskin di suatu negara. Angka 40 persen itu dipilih agar memperkecil kemungkinan terjadinya data error.
Di tengah pandemi COVID-19 dan lockdown, pertumbuhan ekonomi bagi kalangan 40 persen itu akan semakin menurun di beberapa negara.
Daerah yang paling terdampak adalah Timur tengah dan Afrika utara yang pertumbuhan shared prosperity-nya minus 1,5 atau 2 basis poin lebih rendah dari 2012-2017. Sementara, pertumbuhan shared prosperity di Amerika Latin dan Karibia adalah minus 1 persen, turun 3,2 basis poin pada 2012-2017.
Daerah Asia Timur dan Pasifik masih mengalami pertumbuhan yakni 1,92 persen, meski turun nyaris 3 basis poin dari 2012-2017.
Rata-rata shared prosperity adalah 2,3 persen di periode 2012-2017. Bank Dunia memprediksi pertumbuhan shared proserity bisa makin parah jika ekonomi tidak pulih.
"Rata-rata shared prosperity untuk 2019-2021 adalah minus 0,02 persen, artinya maka tak ada pertumbuhan bagi bawah 40. Lebih lama kontraksi (ekonomi) yang saat ini terjadi, maka akan makin besar penurunan pada shared prosperity," tulis World Bank.
Advertisement