Liputan6.com, Jakarta Tahun 2020 ini, Kementerian Pertanian (Kementan) mengembangkan Food Estate atau Lumbung Pangan di Provinsi Kalimantan Tengah seluas 30 ribu hektar. Dalam prosesnya, Kementan menggandeng Perhimpunan Agronomi Indonesia (Peragi) yang akan mendampingi kebijakan Food Estate dengan melakukan penelitian berkelanjutan, dan secara aktif memberikan saran serta inkubasi kepada Kementan.
Menurut Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL), program ini sangat bagus secara ekonomi, ada banyak manfaat ekonomi yang didapat petani dan masyarakat dalam pengelolaan satu kawasan Food Estate. Semua potensi ini dikembangkan secara komprehensif dan terukur.
Advertisement
“Food Estate akan menjadi sentra ekonomi baru bagi Kalteng bahkan Indonesia. Aktivitas pertanian dilakukan komprehensif dengan basis korporasi. Komoditasnya sangat beragam dengan value ekonomi besar. Intinya, Food Estate akan terus mendongkrak perekonomian masyarakat selain lumbung pangan nasional,” jelas Menteri SYL.
Masih kata Mentan SYL, munculnya hal tersebut sebagai penopang pangan nasional memang menjanjikan secara bisnis. Adapun potensi lahan pengembangan Food Estate di Kalimantan Tengah seluas 164.598 hektar (ha), terdiri dari lahan fungsional atau intensifikasi seluas 85.456 ha dan lahan sisa fungsional atau ekstensifikasi 79.142 ha.
Sedangkan lahan akan digarap pada 2020 seluas 30.000 ha yang tersebar di Kabupaten Kapuas seluas 20.000 ha dan Kabupaten Pulang Pisau seluas 10.000 ha.
"Untuk komoditi padi akan mampu memberikan pendapatan Rp 2 juta/bulan/orang. Kapasitas produksinya dinaikan menjadi 6 ton/hektar dengan durasi panen 3 kali setahun," tambahnya.
Kunci Peningkatan Food Estate
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy mengatakan, ada sejumlah kunci untuk meningkatkan produksi pertanian termasuk Food Estate. Kunci dari budidaya pada program Food Estate adalah ketersediaan air, benih berkualitas dan pupuk yang tepat.
"Langkah selanjutnya adalah melakukan kegiatan pompanisasi dan pipanisasi serta pengadaan alsintan dan memfasilitasi petani agar bisa membawa hasil panennya untuk dijual," ujar Sarwo Edhy dalam acara Diskusi Forwatan di Jakarta, Senin (12/10).
Jika semuanya sudah dilakukan, lanjut Sarwo Edhy, Food Estate akan berhasil. Kementan juga berupaya mengubah cara bertani tradisional ke modern dengan teknologi yang sudah ada. Dengan begitu, diharapkan produktivitas bisa meningkat dan mampu memperkuat ketahanan pangan nasional.
“Kami sudah siapkan alsintan traktor roda 2 dan 4 untuk mengolah lahan, kegiatan penanaman telah disiapkan mesin transplanter. Kemudian ada combine harvester untuk membantu petani saat panen termasuk memberikan bantuan dryer. Petani juga tidak lagi menjual gabah tetapi digiling dahulu dan diproses menjadi beras dengan pengemasan yang menarik," sebut Sarwo Edhy.
Pada lahan tersebut, pemerintah melakukan intensifikasi pada lahan lahan yang selama ini berupa semak belukar. Dia berharap, lahan yang produktivitasnya saat ini di bawah 4 ton gabah kering panen per hektar bisa ditingkatkan menjadi 6 ton per hektar.
“Selain itu, di lokasi ini juga dikembangkan konsep pertanian yang modern serta berkelanjutan. Dan untuk mendukung budidaya, akan dilakukan rehabilitasi jaringan irigasi, baik primer, sekunder, maupun dan tersier,” tuturnya.
Advertisement
Mulai dari Bibit Unggul
Direktur Perhimpunan Agronomi Indonesia (Peragi) Dwi Asmono mengatakan, dalam pengembanan Food Estate, harus dimulai penyiapan bibit, pemasaran, serta pabrik harus dibangun dengan benar.
"Dari sisi on farm, menjadi faktor penentu produksi adalah dengan melakukan pemilihan bibit unggul, pengelolaan tanah yang baik, pemupukan yang tepat, pengendalian hama dan penyakit, serta pengairan yang baik," jelas Dwi Asmono.
"Selain itu, aspek nutrisi perlu diperhatikan dengan kondisi lahan Food Estate, penggunaan magnesium dan kalsium. Karena kandungan nutrisi dan magnesium di Kalimantan sangat rendah," tambahnya.
(*)