Liputan6.com, Bandung - Berbagai elemen mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi mengecam tindakan represif aparat kepolisian dalam menangani aksi massa menolak pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja. Tindakan represif kepolisian terjadi selama aksi yang berlangsung tiga hari, 6-8 Oktober 2020 di depan Gedung Sate di mana beberapa mahasiswa terlibat aksi.
Baca Juga
Advertisement
Pantauan Liputan6.com, aksi mahasiswa dilakukan di depan Mapolrestabes Bandung, Jalan Merdeka, Senin (12/10/2020). Massa berkumpul di Jalan Merdeka memblokade jalur serta membakar ban.
Sejumlah perwakilan mahasiswa menyampaikan orasinya terhadap penolakan Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja yang akan terus dikawal mahasiswa.
Dalam tuntutannya, salah seorang mahasiswa meminta Kapolrestabes Bandung untuk menemui mereka. Dia meminta kepada aparat kepolisian untuk mengevaluasi prosedur dalam pengamanan aksi demonstrasi. Sehingga kasus-kasus serupa tidak terulang serta tidak menimbulkan korban di kemudian hari.
"Kami hadir di sini menuntut agar polisi dengan tegas untuk menindak sikap represifitas atas aksi tiga hari ke belakang. Kepada Kapolrestabes yang bertanggung jawab secara penuh memangku jabatan tertinggi kepolisian di Bandung, kami menuntut sidang etik kepada seluruh jajaran yang terlibat represif mahasiswa atau maksa aksi selama tiga hari," ujar salah seorang orator.
Sementara itu, perwakilan Forum Mahasiswa Indonesia (FMI) Hariq menyatakan, persoalan Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja akan terus dikawal mahasiswa. Mereka juga menuntut agar Presiden Joko Widodo segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).
"Hari ini, kami dari beberapa elemen mahasiswa di Kota Bandung dengan tegas mengawal bahwa Omnibus harus dicabut dan kami tuntut keluarkan Perppu," ujarnya.
Menurut Hariq, hingga sejauh ini sudah ada tujuh perguruan tinggi yang berkomitmen menolak Omnibus Law. Selain itu, tindakan represif pihak kepolisian juga tidak dapat dibenarkan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun pihaknya, ada 192 mahasiswa yang mendapatkan penganiayaan yang menyebabkan luka atau penangkapan. Selain penganiayaan, mereka juga mencatat ada massa aksi yang ditahan dan mendapatkan tindakan pelecehan.
"Ada (yang ditahan) tapi kami belum mencatat secara pasti karena pihak kepolisian belum mau membuka ruang (data). Kalau bicara validitas berapa orang, kita belum benar-benar diberi tahu secara jelas berapa orang," ujarnya.
Selain itu, Hariq juga menyoroti persoalan ada perusakan fasilitas kampus di Universitas Islam Bandung (Unisba) dan pemukulan satpam.
"Bahwasanya dari Kapolrestabes itu sudah melayangkan surat permohonan maaf, tapi kita datang menginginkan surat terbuka atau konferensi pers untuk permohonan maaf," tegasnya.