KSPI: Apanya yang Dibaca, Draf UU Cipta Kerjanya Saja Enggak Jelas

Dia mengatakan, rakyat dibodohi dengan retorika pemerintah meminta rakyat baca UU Cipta Kerja, tapi dari informasi, keputusan Panja Baleg itu adalah mengesahkan kertas kosong.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Okt 2020, 18:52 WIB
Presiden KSPI Said Iqbal memberi keterangan saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (25/9/2019). Kendati menilai revisi UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan merugikan buruh, serikat pekerja meminta buruh menahan diri dan mengedepankan keutuhan NKRI. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menjelaskan, beberapa isi tentang Undang-Undang Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan yang diprotes buruh. Beberapa hal yang diprotes seperti soal Upah Minimun.

"Isu tentang Upah Minimum masih, betul, memang ada masih ada atau mereka menyebutnya di dalam draf adalah istilahnya UMP dan UMK Bersyarat. Yang dimaksud UMK bersyarat kita belum jelas," kata Said dalam konferensi pers secara virtual, Senin (12/10/2020).

"Kami enggak setuju ada istilah UMK bersyarat, dalam menyampaikan isu ini, pemerintah sebaiknya jujur. Kalau dibilang masih ada UMK, ya UMK yang bagaimana? yang ditolak buruh adalah kata-kata bersyaratnya itu, kita tidak mengenal itu. dengan kata lain kita meminta dikembalikan pada UU 13 2003. Dan upah minimum yang dikeluhkan itu kan sekarang hanya ada UMP dan UMK bersyarat," sambungnya.

Ia pun membantah jika buruh menyebarkan hoaks tentang UU Cipta Kerja. Salah satunya yakni soal Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) yang dikatakan hilang.

"Begitu pula katanya UMSK katanya hoaks, UMSK itu hilang. Kalau UMSK hilang, masa pabrik kerupuk dengan pabrik Toyota sama upah minimumnya, kan enggak masuk akal. Pabrik sendal jepit masa sama dengan Standard Chartered upah minimumnya, bagi kami tidak ada lagi sama rata sama rasa, maka harus ada UMSK," ujarnya

"Kan sekarang Rp 4.9 juta di Jabodetabek, masa nanti hilang, tiba-tiba upah minimum provinsi di Jawa Barat misal Rp 1,8 juta, itu ekstrem sekali, itu tidak hoaks," sambungnya.

Ia pun mengaku ikut dalam perumusan dalam membahas UU Cipta Kerja serta membangun komunikasi dengan Panitia Kerja Badan Legislatif (Panja Baleg). Sehingga, dirinya membantah jika buruh telah menyebarkan hoaks.

"Karena kami ikut tim perumus, kemudian membangun komunikasi dengan anggota panja Baleg yang diskusi dengan pemerintah ada kami buktinya. Itulah dasar kami berpendapat, jadi bukan hoaks. Begitu pula sumber yang lain dari sosial media, kami verifikasi ke panja Baleg, ini bener enggak nih. Dua ini yang kami jadi dasar," ungkapnya.

Selain itu, Iqbal mempertayankan dewan yang hingga kini masih belum memiliki salinan asli dari RUU Cipta Kerja. Kondisi ini membuat pemerintah tidak bisa memaksa masyarakat untuk mempelajari UU tersebut.

"Menteri kan selalu bilang, baca dulu lah apanya yang dibaca? orang drafnya aja enggak jelas. Dari 905 halaman berubah 1028 halaman, berubah lagi 1052, sekarang berubah lagi sampai terakhir 1035 halaman. Ini berbahaya sekali," jelasnya.

"Rakyat dibodohi dengan retorika pemerintah meminta rakyat baca, tapi berdasarkan informasi keputusan Panja Baleg itu adalah mengesahkan kertas kosong. Wah, memalukan dan berbahaya sekali, yang sudah disahkan nanti, kita akan sandingkan dengan UU 13 2003," sambungnya.

 

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Perlindungan Karyawan Kontrak Dipertanyakan

Dalam konferensi pers tersebut, Iqbal mempertanyakan terkait perlindungan bagi karyawan kontrak yang terancam berstatus kontrak seumur hidup. Kemudian, terkait dana Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

Selanjutnya mengenai uang pesangon buruh yang diputus hubungan kerja serta klausul penetapan Upah Minimum Kota dan Kabupaten yang dinilai tidak relevan.

"Pesangon dalam kesepakatan panja Baleg dan pemerintah yang sudah diketok kemarin, itu 32 bulan upah diubah jadi 25 bulan upah, 19 bulan upah dibayar pemberi kerja, 6 bulan dibayar oleh badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, BPJS naker oleh pemerintah," tutupnya.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi buka suara terkait aksi unjuk rasa penolakan Undang-undang (UU) Cipta Kerja. Dia mengatakan aksi demo itu lantaran adanya hoaks mengenai substansi dari UU Cipta Kerja.

"Saya melihat adanya unjuk rasa penolakan Undang-undang Cipta kerja yang pada dasarnya dilatarbelakangi oleh disinformasi, mengenai substansi dari undang-undang ini dan hoaks di media sosial," ujar Jokowi saat memberikan keterangan pers melalui Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (9/10).

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya