Liputan6.com, Jakarta - Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Timur (PPNI Jatim) melaporkan perawat di Jawa Timur (Jatim) yang terpapar COVID-19 mencapai 1.454 orang hingga 12 Oktober 2020.
Dari jumlah perawat di Jawa Timur terpapar COVID-19, 29 orang meninggal dunia. Ketua DPW PPNI Jatim Prof Nursalam MNurs mengatakan, ada lima kabupaten/kota di Jawa Timur yang mencatat jumlah perawat tertinggi terpapar COVID-19.
Lima wilayah itu antara lain di Surabaya sebanyak 379 orang, Kota Malang sebanyak 195 orang, Sidoarjo sebanyak 84 orang, Kabupaten Mojokerto sebanyak 65 orang, Gresik dan Kabupaten Lumajang sebanyak 51 orang.
Baca Juga
Advertisement
"Terkonfirmasi positif 1.454, dan meninggal 29," ujar Prof Nursalam saat dihubungi Liputan6.com lewat pesan singkat Senin, (12/10/2020).
Ia menuturkan, perawat meninggal karena COVID-19 sebanyak 29 orang antara lain di Surabaya sebanyak 10 orang, Sidoarjo sebanyak empat orang, Tuban, Bojonegoro, Sumenep, Kabupaten Pasuruan masing-masing dua orang.
Sementara itu, Kota Malang, Sampang, Kota Probolinggo, Bangkalan, Gresik, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang dan Pamekasan masing-masing satu orang.
"Santunan dari Kementerian Kesehatan yang sudah diberikan sebanyak 13 orang. Santunan dari DPW PPNI Jatim dan DPP PPNI sudah diberikan semua," ujar dia.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Penyebab Banyaknya Perawat Terpapar COVID-19
Prof Nursalam menuturkan, ada beberapa faktor yang mendorong jumlah perawat terpapar COVID-19 makin banyak. Pertama, intensitas waktu lebih lama dengan pasien juga turut pengaruhi terpapar COVID-19.
"Perawat satu-satunya profesi yang terus berinteraksi dengan pasien 24 jam, profesi lain paling 5 menit, 10 menit dalam 24 jam. Selain melaksanakan tindakan keperawatan, juga melakukan tindakan, pemenuhan kebutuhan dasar misalkan menyuapi, membantu bab, mengganti pampers, semua tindakan itu dilakukan perawat,” ujar dia.
Kedua, faktor orang tanpa gejala. Hal ini seiring kasus COVID-19 ditemui di poli klinik dan puskesmas. “Lonjakan juga terjadi terpapar COVID-19 di poli klinik dan puskesmas. Ini karena banyak OTG, dan sama-sama tak tahu. Perawat dalam hal ini memakai standar APD level 3. Risiko besar bagi perawat itu sendiri,” ujar dia.
Ketiga, menurut Prof Nursalam, penularan COVID-19 juga bisa lewat airborne. Akan tetapi, sekitar 5-10 persen meski sudah memakai APD level 3.
"Risiko terpapar 5-10 persen meski pakai APD dengan sirkulasi kurang sesuai. Perawatan COVID-19 risiko besar. Selain itu, ada kelelahan, ketakutan, stres, pemicu beberapa stigma di masyarakat,” tutur dia.
Prof Nursalam menuturkan, ada sejumlah upaya dilakukan untuk mengurangi risiko terpapar COVID-19. Hal itu mulai dari pengaturan jadwal dinas. “Maksimal dalam 24 jam interaksi tidak boleh lebih dari 3 jam. Setelah itu langsung bergiliran,” ujar dia.
Advertisement