Kuasa Hukum Terdakwa Jiwasraya Persoalkan Vonis Hakim yang Persis Tuntutan Jaksa

Soesilo mengatakan demikian lantaran banyak fakta sidang dan keterangan saksi yang tidak menjadi pertimbangan hakim dalam membuat putusan. ‎

oleh Fachrur Rozie diperbarui 13 Okt 2020, 07:59 WIB
Tiga terdakwa kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya dari kalangan pengusaha, Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat dan Joko Hartono Tirto (kiri ke kanan berdiri) saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (6/7/2020). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Penasihat Hukum Direktur Utama PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto, Soesilo Aribowo kecewa dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang memvonis kliennya seumur hidup dalam perkara korupsi di PT Asuransi Jiwasraya.

Pasalnya, menurut Soesilo, putusan yang dibacakan hakim terhadap kliennya tidak jelas dan hanya menyalin tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).

"Saya menilai, putusan yang dibacakan majelis hakim sama persis dengan surat tuntutan JPU, mulai titik, koma mau pun narasinya," ujar Soesilo usai pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (12/10/2020).

Menurutnya, semua pertimbangan jaksa diterima oleh hakim. Namun sayangnya, menurut Soesilo tidak sesuai dengan fakta persidangan. Soesilo mengatakan demikian lantaran banyak fakta sidang dan keterangan saksi yang tidak menjadi pertimbangan hakim dalam membuat putusan. ‎

"Mestinya kalau mau obyektif, semua fakta persidangan itu harus dipertimbangkan oleh majelis hakim. Kalau itu dibaca akan nampak jelas seperti apa kasus ini sesungguhnya," kata Soesilo.

Soesilo menilai pertimbangan majelis hakim dalam perkara Jiwasraya ini belum maksimal. Meski demikian, dia tak memungkiri tidak mudah mengadili perkara seperti ini. Namun begitu, menurutnya, semestinya hakim berada ditengah-tengah dalam menangani perkara ini.

"Kalau memang tidak ada di dalam fakta persidangan, jangan membuat kesimpulan sendiri," ucap Soesilo menyesali.

Hal yang paling disesali Soesilo lantaran hakim dalam vonisnya menyebut Joko Hartono menerima uang Rp 2 miliar atas perkara ini, padahal, menurut Soesilo, penuntut umum tidak bisa membuktikan soal penerimaan uang tersebut.

"Jadi hampir seluruhnya dikutip dari (tuntutan) jaksa, termasuk juga mengenai pemberian-pemberian uang. Padahal dalam fakta persidangan sebenarnya jaksa tidak bisa membuktikan pemberian uang itu," ujarnya.

Misalnya, pemberian fasilitas kepada Syahmirwan. Padahal fasilitas itu bukan bersumber dari Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat yang juga terdakwa dalam perkara ini. Melainkan pemberian dari perusahaan-perusahaan yang sah dan legal.

"Penerimaan yang dituduhkan kepada para pejabat asuransi Jiwasraya itu sebenarnya sudah diklarifikasi dalam persidangan. Kerugian negara juga enggak jelas. Sekali lagi, (vonis) ini copy paste persis dengan surat tuntutan," tegasnya.

Susilo mengatakan surat tuntutan soal kerugian negara juga tidak jelas. Apalagi menurutnya, penuntut umum tidak mampu mendeskripsikan dengan jelas soal kerugian negara.

"Ini rugi berapa dan siapa yang mengambil uangnya. Dan kemudian kan ada beberapa yang tentunya tidak benar. Misalnya kerugian Rp 16,8 triliun. Tetapi sementara ini ada reksa dana dan saham yang masih berada di Asuransi Jiwasraya. Dan ini tidak diperhitungkan sama sekali. Padahal harapan saya, itu bisa dikonversikan untuk mengurangi kerugian," Soesilo memungkasi.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Vonis Seumur Hidup

Diberitakan sebelumnya, Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto divonis pidana penjara seumur hidup atas kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menyatakan Joko Hartono terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan memperkaya diri bersama-sama dengan tiga mantan pejabat PT Asuransi Jiwasraya senilai Rp 16,8 triliun.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Joko Hartono Tirto terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ujat Ketua Majelis Hakim Rosmina dalam amar putusannya, Senin (12/10/2020) malam.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Joko Hartono Tirto dengan pidana penjara seumur hidup," kata Rosmina menambahkan.

Rosmina menyebut, hal yang memberatkan vonis yakni perbuatan Joko dinilai menimbulkan kerugian masyarakat banyak. Joko juga dinilai menggunakan cara licik karena mendekati Hary Prasetyo. Sementara hal meringankan, Joko berlaku sopan dalam persidangan.

Hakim mengatakan Joko Hartono telah menerima uang sebesar Rp 2 miliar dalam perkara ini. Uang ini diberikan oleh Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat dan Direktur PT Himalaya Energi Perkasa Piter Rasiman secara bertahap.

"Menimbang Joko Hartono Tirto berdasarkan fakta hukum telah menerima sesuatu terkait pengelolaan PT Asuransi Jiwasraya sebesar Rp 2 miliar yang diberikan Heru Hidayat dan Piter Rasiman secara bertahap," kata hakim.

Hakim menyebut perbuatan Joko Hartono bersama Benny Tjokro dan Heru Hidayat serta tiga mantan pejabat Jiwasraya telah menimbulkan kerugian negara. Dalam kasus ini, total kerugian negara adalah Rp 16 triliun.

Vonis ini tak jauh berbeda dengan tuntutan jaksa penuntut umum. Jaksa menuntut pidana penjara seumur hidup denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Joko terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b, ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya