HEADLINE: Akhiri Polemik, Kapan Naskah Final UU Cipta Kerja Disosialisasikan?

DPR mengungkapkan saat ini draf final UU Cipta Kerja sudah ditetapkan. Naskah 812 halaman itu akan diserahkan kepada Jokowi. Bagaimana sosialisasinya?

oleh Delvira HutabaratAdy AnugrahadiFachrur RozieLizsa Egeham diperbarui 16 Okt 2020, 19:55 WIB
Suasana Rapat Paripurna pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Fraksi Partai Demokrat dan PKS menolak pengesahan, sementara tujuh fraksi lainnya menyetujui RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Draf final UU Omnibus Law Cipta Kerja yang sebelumnya berkabut kini sudah terang benderang. DPR memastikan, bahwa naskah undang undang yang akan diserahkan kepada Presiden Jokowi berjumlah 812 halaman.

Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengungkapkan, perubahan draf UU Cipta Kerja terjadi akibat terbentur dengan mekansime pengetikan dan editing tentang kualitas dan besarnya kertas yang diketik.

Dia berdalih, proses yang berlangsung di Baleg menggunakan kertas biasa. Namun saat sudah masuk dalam tingkat II, proses pengetikan di Kesetjenan menggunakan legal paper yang sudah menjadi syarat ketentuan-ketentuan dalam UU.

"Sehingga besar tipisnya, yang berkembang ada 1.000 sekian, ada tiba-tiba 900 sekian, tapi setelah dilakukan pengetikan final berdasarkan legal drafter ditentukan dalam kesekjenan dan mekanisme, total jumlah pasal dan kertas halaman hanya sebesar 812 halaman, berikut UU dan penjelasan UU Cipta kerja," jelas Azis di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (13/10/2020).

Usai pengesahan UU Cipta Kerja oleh DPR pada Senin malam, 5 Oktober 2020 lalu, ada 5 versi draf yang berseliweran di masyarakat. Lima versi draf UU itu adalah 1.028 halaman, 905 halaman, 1.052 halaman, 1.035 halaman, dan yang teranyar hingga saat ini adalah 812 halaman.

Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian memastikan, draf yang terakhir tidak ada perubahan substansi. Dia menampik tudingan terkait adanya pasal yang diselundupkan dalam Undang-Undang Cipta Kerja tersebut.

"Jadi tudingan ada pasal selundupan itu tidak benar. Jadi perubahan itu karena redaksional semata, titik komalah itu, kan biasa ada yang diedit supaya rapi. Bukan karena ada penambahan atau pengurangan pasal atau bahkan penyeludupan pasal," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (13/10/2020).

Dia mengatakan, semua kehumasan dari kementerian terkait akan bekerja keras menyosialisasikan itu sampai ke akar rumput. Juga dari Kantor Staf Presiden bekerja keras menyampaikan ke publik untuk meluruskan bilamana ada informasi yang simpang siur.

"Jadi pemerintah dengan resources yang ada bekerja maksimal untuk menyosialisasikan agar publik paham, publik menjadi jelas dan mudah-mudahan tidak ada perdebatan lagi. Tapi kalau masih ada yang blm puas, silakan mengajukan judical review ke Mahkamah Konstitusi.

Sosialisasi itu, kata dia, akan segera dilakukan dalam pekan ini melalui berbagai kanal pada kementerian. Juru bicara juga akan tampil di publik menyampaikan tentang UU Cipta Kerja. "Semua bekerja keras melalui kanal masing-masing, media masing-masing semuanya satu suara, satu narasi dalam menyampaikan UU ini," kata dia.

Namun begitu, dia belum mengetahui kapan draf Undang-Undang tersebut akan diteken Presiden Jokowi. Bahkan dirinya juga tidak mengetahui apakah draf itu akan ditandatanganinya atau tidak.

"Kalau meneken tidak meneken itu hak presiden, saya sendiri belum punya informasi yang valid mengenai itu. Apakah presiden akan meneken, kalau iya kapan sepenuhnya merupakan hak presiden. Kita tunggu saja bagaimana kemudian yang akan beliau lakukan," kata dia.

Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Eka Sakapurnama menilai, berubah-ubahnya draf UU Cipta Kerja membuktikan tidak adanya keterbukaan dari pemerintah serta DPR. Padahal yang dibahas merupakan undang-undang yang menyangkut hajat hidup 271 juta jiwa rakyat Indonesia.

"Seharusnya transparansi dan akuntabilitas dalam perumusan kebijakan, apalagi UU, harusnya lebih jelas ya," kata dia kepada Liputan6.com, Selasa (13/10/2020).

Dia pun merasa heran mengapa hal tersebut tidak dilakukan. Padahal pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin mendapat sokongan kuat dalam perlemen. "Padahal secara politis, Presiden Jokowi saat ini kuat karena dukungan mayoritas di legislatif," ucap dia.

Eka pun mengaku sulit untuk menyosialisasikan draf UU Cipta Kerja pada saat seperti ini. Menurutnya momentum tersebut belum tepat dilakukan. "Rakyat lagi terpecah fokusnya ke covid," kata dia.

Namun Untuk mengakhiri polemik ini, Eka menyarankan agar dilakukan dialog dengan pihak-pihak yang mempermasalahkan UU Omnibus law, khususnya klaster ketenagakerjaan. Perwakilan dari mereka dapat dipanggil untuk disampaikan update pasal-pasal yang tertulis dalam draf 812 halaman tersebut.

"Kalau bisa undang seluruh stakeholder yang dipercaya masyarakat, misal Najwa Shihab, Buya Syafii Maarif, perwakilan buruh, dan perwakilan mahasiswa," ujar dia.

Sedangkan Pengamat Politik Ekonomi Ichsanuddin Noorsy mengungkapkan resep untuk mengakhiri polemik yang ditimbulkan dari UU Cipta Kerja ini. Menurutnya, solusi pertama adalah memulihkan kepercayaan masyarakat yang sudah rusak sejak 2015 lalu.

"Hentikan pola pecah bambu. Ini saya sampaikan di tiga tempat, Komisi XI DPR, Komite IV DPD, Media Centre dalam diskusi dengan wartawan DPR," ujar dia kepada Liputan6.com, Selasa (13/10/2020).

Selain itu, lanjut dia, Presiden Jokowi dapat menerbitkan Perppu bahwa Pemerintah menunda pemberlakuan UU Cipta Kerja tersebut dan mengajak masyarakat untuk memberi masukan.

"Undang para akademisi dan berbagai lapisan masyarakat untuk membahas. Tidak perlu kejar tayang, karena yang diburu adalah pulihnya kepercayaan masyarakat dan tegak moralitas kekuasaan berdasarkan rasa keadilan masyarakat," ucap dia.

 

Infografis Menanti Sosialisasi Naskah UU Cipta Kerja. (Liputan6.com/Abdillah)

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Perjalanan Draf UU Cipta Kerja

Massa dari berbagai serikat buruh menggelar aksi menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja di kawasan JIEP, Jakarta, Selasa (6/10/2020). Ratusan buruh berpawai sambil berorasi mengajak pekerja turun ke jalan menolak UU Omnibus Lawa Cipta Kerja yang dinilai merugikan buruh. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sementara itu, pengamat Politik Pangi Syarwi Chaniago menilai pengesahan RUU Cipta Kerja yang drafnya mengalami perubahan seperti memberikan cek kosong kepada pemerintah. Sebab hal itu sangat rawan adanya pasal-pasal siluman yang dimasukkan ke dalam undang-undang tersebut.

Karena itu, dia menilai harus kembali digelar rapat paripurna untuk mengesahkan draf RUU Cipta Kerja yang sudah final, yaitu 812 halaman. "Mestinya diulang paripurna lagi untuk dibaca lagi semuanya yang katanya udah final itu dibagikan semua anggota," kata Pangi kepada Liputan6.com, Selasa (13/10/2020).

Dia menilai bila draf UU itu dipaksakan untuk diundangkan, maka sangat rawan menimbulkan conflic of interest. Untuk itu, perlu dipelajari kembali pasal-pasal yang terkandung dalam draf 812 halaman tersebut.

"Iya dibaca lagi yang 812 halaman ini, poin per poin oleh LSM, NGO kelompok kepentingan, partai politik, termasuk diminta jejak pendapat akedimisi hal yang biasa dalam proses undang-undang, meminta aspirasi masyarakat kepada buruh sehingga dibaca lebih detail apakah itu benar-benar hoaks atau memang benar-benar ini pasal merugikan masyarakat rakyat dan buruh," ujar Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting ini.

Dalam menyosialisasikan draf UU ini, dapat dilakukan oleh masyarakat, maupun politisi. Namun ini menjadi proses awal lagi lantaran pengesahan UU yang kemarin berlangsung dinilai tidak sah. "Harus disidangkankan lagi, ketok palu lagi, jadi ketok palu kemarin gagal, enggak sah," kata dia.

Pangi menilai, dengan menyosialisasikan draf final ini, akan mengurangi tensi politik karena sudah dibuat terbuka semuanya. Masyarakat pun dapat membacanya sehingga tidak ada lagi dusta di antara sesama.

"Jadi semuanya sudah klir, aman, dan masyarakat baca," kata dia.

Setelah DPR mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja pada Senin malam, 5 Oktober 2020, muncul polemik terkait perubahan draf undang undang tersebut.

Draf pertama muncul dalam di situs resmi DPR. Publik pun dapat mengakses dengan mengunduhnya melalui http://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/BALEG-RJ-20200605-100224-2372.pdf. Namun begitu, dalam draf sebanyak 1.028 halaman tersebut tidak disebutkan waktu penyusunannya. Hanya bertuliskan file bernama BALEG-RJ-20200605-100224-2372.pdf.

Kemudian ada lagi draf berjumlah 905 halaman. Tertera dalam naskah itu tanggal 5 Oktober, hari Senin ketika DPR mengesahkannya pada jelang tengah malam. Jumlah halaman draf ini berkurang dari file yang diunggah di situs resmi.

Empat hari setelahnya, beredar draf sebanyak 1.052 halaman pada 9 Oktober 2020. Jumlah ini kembali bertambah dari draf yang ada pada 5 Oktober 2020.

Dan perubahan itu masih terjadi pada 12 Oktober 2020. Draf itu berisi 1.035 halaman dengan adanya keterangan nama di bagian akhir halaman, yaitu Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.

Dan terakhir, naskah RUU Cipta Kerja akhirnya sudah selesai diedit. Naskah final tersebut kembali mengubah jumlah halaman menjadi 812 halaman.

"812 halaman final," kata Sekjen DPR Indra Iskandar saat dikonfirmasi, Selasa (13/10/2020

Indra menyebut adanya perubahanan jumlah halaman lantaran adanya perubahan format dalam draft. “Perubahan format,” ucapnya.

Sedangkan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengungkapkan, usai ditandatangi pimpinan DPR, draf UU Cipta Kerja itu selanjutnya akan diserahkan kepada Presiden Jokowi. Dokumen ini akan diserahkan pada Rabu 14 Oktober 2020. 

"Nanti besok kami kirim (kepada Presiden Jokowi) kemudian nanti secara mekanisme dan dalam waktu 30 hari, presiden akan mengeluarkan dalam hal ini sebagai kepala pemerintahan mengeluarkan yang namanya lembaran Berita Negara (LBN) dan secara otomatis undang-undang ini berlaku," kata Azis.


Demo Kembali Rusuh

Pasukan Brimob menggunakan tameng saat berlindung dari lemparan batu oleh massa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Selasa (13/10/2020). Kepolisian mengerahkan pasukan Brimob Nusantara untuk mengamankan bentrokan saat aksi menolak UU Cipta Kerja. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Gelombang aksi demonstrasi menolak UU Cipta Kerja masih terus terjadi. Di Jakarta, aksi damai yang dilakukan Persatuan Alumni (PA) 212 dan elemen lain di kawasan Jalan Medan Merdeka, sekitar Patung Kuda, Jakarta Pusat, Selasa (13/10/2020) berakhir ricuh.

Pantauan di lapangan, massa yang berupaya menerobos barikade polisi yang menutup akses mengarah ke Istana Kepresidenan, Jalan Medan Merdeka Utara, melakukan perlawanan dengan melempar batu dan pecahan kaca.

Polisi yang melakukan upaya bertahan, akhirnya melepaskan tembakan gas air mata. Konsentrasi massa kemudian terpecah, massa berhamburan ke arah Jalan Thamrin dan Jalan Budi Kemulian. Kendati berlarian, massa tetap berupaya melakukan aksi provokasi dengan mengibarkan bendera yel-yel dan meneriaki makian ke arah polisi.

Polisi, melalui pengeras suara meminta massa untuk membubarkan diri.

"Cepat bubar, bubar! Ini sudah anarkis. Semua bubar. Ayo bubar,” ucap salah seorang polisi melalui pengeras suara,” ucap polisi tersebut.

Barikade polisi pun terus maju ke arah massa bersama beberapa unit kendaraan taktis. Situasi di sekitar Patung Kuda pun jadi memanas. Massa masih bertahan dan belum membubarkan diri.

Tak hanya di Patung Kuda, sejumlah remaja tanggung juga masih bertahan di sekitar lokasi demo menolak pengesahan RUU Cipta Kerja, Selasa (13/10/2020). Hingga pukul 17.50 WIB, sejumlah remaja masih berdiri di kawasan Toko Gunung Agung, Jakarta Pusat.

Polisi dengan tegas memerintahkan mereka untuk membubarkan diri. Polisi bahkan mengancam akan menangkap mereka yang masih bertahan.

"Bubar kalian bubar, kalau enggak bubar saya tangkap," seru seorang polisi dari mobil komando.

Sejak sekitar pukul 16.00 WIB, massa aksi demo tolak RUU Cipta Kerja dihalau polisi dengan tembakan gas air mata. Mereka secara perlahan terpukul mundur. Namun, tampak remaja tanggung melemparkan batu dan kerikil ke arah petugas sebagai isyarat perlawanan.

Massa pun mundur hingga ke gang-gang permukiman warga di kawasan Kwitang, Jakarta Pusat. Mereka dipukul mundur oleh aparat kepolisian yang mengejar massa dengan menggunakan motor trail dan kendaraan taktis.

Tindakan aparat kepolisian ini dilakukan agar massa aksi mau membubarkan diri. Sebab, tembakan gas air mata seolah tak dihiraukan para massa aksi.

Dalam aksi ini, sebanyak 500 orang yang menyusup di tengah-tengah demo yang mengastanamakan Aliansi Nasional Anti Komunis atau ANAK NKRI ditangkap.

"Sampai saat ini sekitar 500 orang yang kita tangkap termasuk anarko yang ada di wilayah," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana di Halte Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa (13/10/2020).

Dia menjelaskan alasan polisi memberi label kepada 500 sebagai perusuh. Mereka, kata Nana, memprovokasi peserta demo lainnya untuk bertindak anarki. Aksi yang awalnya berlangsung damai pun berubah menjadi ricuh.

"Aksi berjalan lancar dari jam 1 sampai jam 4 dan kami sudah ada kesepakatan selesai jam 4. Ketika ANAK NKRI selesai mereka kembali, anak-anak anarko inilah kemudian bermain," ujar Nana soal penyusup demo.

Nana memprediksi ada lebih dari 600 orang anarko berupaya memprovokasi peserta demo. Mereka melempari kepolisian dengan bantu. Saat ini, 500 orang anarko pun telah ditangkap.

"Anarko rata-rata pelajar," ujar Nana.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya