BI Pertahankan Suku Bunga Acuan 4 Persen

Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate atau suku bunga acuan di 4 persen.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 13 Okt 2020, 14:36 WIB
Gubernur BI Perry Warjiyo (kanan) didampingi DGS Destry Damayanti memberi keterangan pers hasil Rapat Dewan Gubernur di Kantor BI, Jakarta, Kamis (19/9/2019). Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,25 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 12-13 Oktober 2020 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate atau suku bunga acuan di 4 persen.

“Rapat dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 12 dan 13 Oktober 2020 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI 7 day reverse repo rate sebesar 4 persen. kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam video konferensi Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan BI, Selasa (13/10/2020).

Tidak hanya itu, BI juga mempertahankan deposit facility tetap sebesar 3,25 persen dan suku bunga lending facility tetap sebesar 4,75 persen.

"Keputusan ini memepertimbangkan perlunya menjaga stabilitas rupiah di temgah inflasi yang diprekirakakn rendah," tegas Perry.


BI Diperkirakan Kembali Tahan Bunga Acuan di 4 Persen

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo bersiap menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RGD) Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (19/12/2019). RDG tersebut, BI memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 5 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede memperkirakan, Bank Indonesia (BI) akan kembali mempertahankan suku bunga acuan alias BI 7-Day Reserve Repo Rate (BI7-DRRR) di level 4 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan ini.

Josua menjelaskan, hal tersebut mempertimbangkan tingginya ketidakpastian eksternal yang masih mendorong keluarnya dana asing di pasar keuangan negara berkembang terkait tambahan stimulus fiskal AS, pemilihan presiden AS, pemulihan ekonomi domestik serta penanganan Covid-19 di dalam negeri.

Adapun volatilitas nilai tukar rupiah, Josua menyebutkan ada kecenderungan meningkat, khususnya pada akhir September hingga awal Oktober.

“Sementara itu, investor asing masih membukukan net sell di pasar saham meskipun kepemilikan investor asing pada SBN cenderung meningkat dalam sebulan terakhir ini,” kata dia kepada Liputan6.com, Selasa (13/10/2020).

“Di samping itu, mempertimbangkan aktivitas ekonomi khususnya sisi permintaan yang masih lemah terindikasi dari rendahnya inflasi tahunan yang dipengaruhi oleh mobilitas masyarakat yang terbatas. Apalagi setelah pemda DKI memberlakukan PSBB sejak pertengahan September hingga awal Oktober,” sambung Josua.

Lebih lanjut, Josua melihat penurunan suku bunga kebijakan BI saat ini belum akan terlalu mendorong peningkatan aktivitas ekonomi yang lebih signifikan. Hal ini mengingat perilaku konsumsi masyarakat yang masih dipengaruhi oleh perkembangan kasus Covid-19 di dalam negeri.

“Penurunan suku bunga acuan BI sebesar 100 bps sejak awal tahun ini belum berimplikasi pada peningkatan permintaan kredit perbankan. Oleh sebab itu, BI masih akan mempertahankan suku bunga kebijakannya dan mengoptimalkan kebijakan quantitative easing serta bauran kebijakan lainnya untuk mendorong stabilitas nilai tukar rupiah,” pungkas dia.


Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya