Kemenkeu Target Defisit APBN 2021 Sebesar 5,7 Persen

Kementerian Keuangan memperkirakan di 2021, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Indonesia akan defisit 5,7 persen.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Okt 2020, 18:30 WIB
Ilustrasi Anggaran Belanja Negara (APBN)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan di 2021, Anggaran Pendapatan  Belanja Negara (APBN) Indonesia akan defisit 5,7 persen. Kemenkeu menilai bahwa perkiraan ini harus dicermati dengan pengengelolaan belanja negara yang baik agar defisit bisa menurun secara bertahap.

Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Ubaidi Socheh Hamidi mengatakan bahwa di tahun 2023, targetnya defisit bisa turun ke angka 3 persen,

“Dari sisi belanja, kita mengedepankan spending better. Harus disiplin dan dicermati supaya supaya defisit secara bertahap turun. Di tahun 2022, defisit maksimal lebih dari 3 persen dan di 2023 maksimal kembali ke 3 persen,” kata Ubaidi dalam webinar Bincang APBN 2021, Selasa (13/10).

Ubaidi mengatakan bahwa pada pembahasan awal RAPBN 2020, Kemenkeu optimis defisit APBN 2020 berada di kisaran 3,21 persen. Namun, ketika Covid-19 mewabah di tahun 2020 ini, Indonesia mengalami defisit hingga 6,34 persen.

Angka defisit yang terus naik disebabkan oleh meningkatnya jumlah pembelanjaan negara akibat penanganan Covid-19 dan diperkirakan pada 2021, Indonesia masih akan fokus dalam penanganan Covid-19. Oleh karena itu, disepakati bahwa defisit APBN 2021 menjadi 5,7 persen.

Dia menjelaskan, pada RAPBN 2021 awalnya sebesar 2.747,5 triliun namun berubah menjadi 2.750 triliun, Inilah yang menyebabkan defisit menjadi 5,7 persen.  

“karena kita terus mendukung pemulihan ekonomi dan penanganan Covid-19 dan belanja negara yang naik menyebabkan defisit sekitar 1.006,4 triliun atau 5,7 persen PDB (Produk Domestik Bruto). Defisit ini akan dibiayai melalui hutang dan non hutang,” kata Ubaidi dalam webinar Bincang APBN 2021, Selasa (13/10).

Ubaidi memaparkan postur APBN 2021. Dia mengatakan bahwa angka pendapatan negara pada APBN 2021 lebih rendah dibandingkan RAPBN. Totalnya 1.743,6 triliun, sedangkan RAPBN berada di angka 1.775,5 triliun. Hal ini dikarenakan adanya penurunan angka penerimaan pajak.

“Dalam pembahasan, kita melakukan penyesuaian terhadap pendapatan negara, terutama di sektor perpajakan. Penerimaan pajak di RAPBN 1.481,9 triliun. Nah jadi 1.444,5 triliun di APBN,” kata Ubaidi.

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Upaya Jaga Defisit

Ilustrasi APBN

Oleh karena itu, Kemenkeu telah merancang kebijakan di sisi pendapatan negara, belanja negara, dan pembiayaan negara, yang mengupayakan defisit tetap terjaga di 5,7 persen sesuai postur APBN 2021. 

Pada pendapatan negara, pemulihan ekonomi akan terus didukung namun tetap harus memberikan insentif pajak secara selektif dan terukur. Kemudian, pelayanan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga akan ditingkatkan.

“Kita tidak ingin juga insentif yang diberikan itu tidak memberikan akselerasi yang lebih baik lagi terhadap kegiatan ekonomi. Kita juga akan relaksasi prosedur dengan meningkatkan pelayanan PNBP kepada masyarakat,” ujarnya.

Sementara itu, dari sisi belanja negara, program-program yang sudah dijalankan seperti kartu prakerja, kartu sembako, dan  Program Keluarga Harapan (PKH) akan tetap dilanjutkan. Selain itu, pemerintah akan tetap memperluas akses permodalan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)  dan koperasi melalui subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR).

“Dalam belanja negara, kita juga akan membuat program dukungan pada sektor yang terdampak. Misalnya sektor pangan dan pariwisata,” tuturnya.

Terakhir, pada sisi pembiayaan negara, Ubaidi mengatakan bahwa akses pembiayaan bagi UMKM dan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) akan ditingkatkan. Selain itu pembiayaan negara juga akan mendukung sektor perguruan tinggi, penelitian, serta kebudayaan.     

Infografis Ekonomi Indonesia di Tengah Wabah Corona (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya