Liputan6.com, Jakarta - Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU) oleh DPR RI beberapa waktu lalu terus menuai protes dari masyarakat. Berbagai isu terus disuarakan dalam penolakan terhadap aturan baru ini, termasuk dianggap merugikan pekerja dan lebih mementingkan pengusaha.
Terbaru, aksi 1310 yang diinisiasi sejumlah organisasi massa (ormas) Islam pada Selasa (13/10/2020) hari ini menuding UU Cipta Kerja merupakan titipan dari pihak asing.
Advertisement
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menilai, kehadiran UU Cipta Kerja justru mendesak setiap korporasi besar yang masuk ke Indonesia, baik asing maupun dalam negeri untuk menggandeng pengusaha kecil di level daerah.
"Itu sudah wajib. Kalau tidak, mohon maaf dalam bahasa kasarnya kita buat mereka ikut. Jadi jangan sampai ada pengusaha yang mengendalikan pejabat. Pejabat yang harus mengatur pengusaha," tegasnya dalam sesi webinar, Selasa (13/10/2020).
Lebih lanjut, Bahlil juga menyoroti Pasal 174 UU Cipta Kerja yang mengatur proses izin usaha secara terpadu. Menurut dia, pengaturan izin usaha dalam UU Cipta Kerja akan memperpendek dan memperkecil ruang terjadinya pertemuan antara pengusaha dengan pejabat untuk main belakang.
"Ini untuk pencegahan juga, pencegahan terjadinya potensi korupsi. Soalnya kalau izin ditahan-tahan, pengusaha banyak akalnya. Ada aja yang dilakukan. Dan pengusaha yang hebat dalam masalah itu cuman dua, bagaimana mensiasati aturan atau menaklukan pejabat," tuturnya.
Bahlil menegaskan, UU Cipta Kerja sama sekali tidak menarik seluruh penerbitan izin usaha dari pemerintah daerah ke pusat. Aturan tersebut sudah tercantum jelas di Pasal 174 UU Omnibus Law.
Namun, itu disertai dengan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) untuk pengurusan izin diterbitkan langsung secara online dan terpadu oleh BKPM.
"Tidak ada lagi izin yang manual-manual. Langsung di-online-kan oleh OSS (Online Single Submission). OSS ini nanti BKPM lagi membuat, karena lembaga pengelola OSS ini BKPM," ujarnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
UU Cipta Kerja Beri Kewenangan BKPM Atur Izin Usaha Secara Online
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyampaikan, Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja memberikan tugas kepada BKPM untuk mengatur proses izin usaha secara terpadu.
Bahlil mengatakan, UU Cipta Kerja hendak mempercepat proses perizinan usaha yang kerap lambat urus, baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah. Aturan ini memang tetap memberikan kewenangan bagi pemerintah daerah untuk menerbitkan izin usaha. Dengan catatan, Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) untuk pengurusan izin diterbitkan langsung secara online oleh BKPM.
"Kemudian izin dilakukan lewat elektronik. Jadi proposal elektronik yang digabungkan masuk lewat OSS (Online Single Submission). Kenapa ini dilakukan, karena pengusaha itu cuman butuh 4 hal; kemudahan, kepastian, efisiensi, kecepatan," jelas Bahlil dalam sesi webinar, Selasa (13/10/2020).
Menurut pengalamannya, proses pengurusan izin baik di tingkat pusat atau daerah selama ini kerap memakan waktu. Oleh karenanya, pemerintah coba mencari jalan tengah dengan mengatur hal tersebut di UU Cipta Kerja.
Lebih lanjut, Bahlil menegaskan, UU Cipta Kerja sama sekali tidak menarik kewenangan pemerintah daerah untuk mengeluarkan izin. Hanya saja, aturan baru tersebut coba memfasilitasi agar prosesnya tidak berputar-putar.
"Saya dalam rapat kemarin saya jujur mengatakan bahwa, sangatlah tidak elok kalau semua izin usaha ditarik ke pusat semua. Untuk apa orang jadi gubernur, untuk apa orang jadi bupati kalau izinnya semuanya ditarik. Yang benar itu adalah izin tetap di daerah, tetapi kita membuat ruang agar tidak terlalu panjang izinnya," serunya.
Advertisement
BKPM Pastikan UU Cipta Kerja Percepat Izin Usaha di Pusat dan Daerah
Dia mengambil contoh terkait penerbitan NSPK oleh BKPM untuk izin lokasi usaha. Bahlil menyatakan, UU Cipta Kerja hendak memberikan kepastian kepada pengusaha kapan izin usaha tersebut akan keluar.
"Ini lah yang dalam NSPK ini kita buat contoh 1,5 bulan. Silakan bapak-bapak (pemerintah daerah) mengeluarkan izin untuk mengeluarkan 1,5 bulan itu. Itu kewenangan daerah," ujar dia.
"Tetapi kalau 1,5 bulan tidak keluar, maka online NSPK itu dianggap disetujui dan kita keluarkan, berdasarkan peta RT/RW yang ada di Kementerian ATR. Karena peta itu semua akan dimasukan lewat OSS," pungkasnya.