Liputan6.com, Jakarta Ketentuan pesangon Indonesia disebut menjadi yang tertinggi di dunia. Dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, ketentuan pesangon yang diberikan pekerja mencapai 32 kali dari gaji yang dibayarkan perusahaan tiap bulannya.
"Pesangon di Indonesia tertinggi di dunia itu data dari Bank Dunia," kata Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan, Dita Indahsari dalam Webinar bertajuk UU Cipta Kerja dan Dampaknya Bagi Kepentingan Publik, Jakarta, Selasa (13/10/2020).
Advertisement
Dia membandingkan ketentuan pesangon beberapa negara di ASEAN, maksimal tidak ada yang mencapai 30 kali gaji. Di Malaysia maksimal pesangon yang diberikan hanya 20 kali gaji per bulan.
Sayangnya, tingginya pesangon yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan tidak berbanding lurus dengan produktivitas pekerja. Bahkan, pekerja Indonesia menempati urutan ketiga dari bawah di dunia untuk dari sisi produktivitasnya.
"Sementara tingkat produktivitas kita ini 3 terendah di dunia," jelas Dita.
Selain itu, tidak semua perusahaan sanggup membayarkan pesangon bagi pekerjanya sesuai dengan ketentuan yang ada.
Pengusaha dikatakan bukan tidak mau mengikuti ketentuan yang ada, sebaliknya banyak perusahaan yang tidak mampu menjalankan ketentuan tersebut.
Rata-rata perusahaan hanya sanggup memberikan pesangon 15 sampai 16 kali gaji karyawan. Berangkat dari fenomena tersebut pemerintah mengambil inisiatif untuk memangkasnya hingga 19 kali gaji.
Alasannya agar tidak terlalu jauh dari kemampuan perusahaan dan tidak terlalu jauh ketentuan sebelumnya. Meskipun yang tercantum dalam Undang-Undang Omnibus Law Cipa Kerja hanya 19 kali gaji, namun pemerintah ikut menanggung beban dengan memberikan jaminan pekerjaan baru.
"Makanya ada jaminan pekerjaan baru yang hanya ada di omnibus law. Dalam hal ini tidak ada tambahan iuran, baik bagi perusahaan maupun yang dibayarkan peserta BP Jamsostek," kata Dita mengakhiri.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Kepala BKPM: Draft Final UU Cipta Kerja Diserahkan DPR ke Pemerintah Besok
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan, draft Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja kini telah memasuki tahap final. Dia memaparkan, aturan baru ini terdiri dari 15 bab, 11 klaster, 812 halaman, 186 pasal, dan akumulasi dari 76 undang-undang lain yang dicomot.
"Mungkin besok DPR akan menyerahkan itu kepada eksekutif. Insya Allah draft itu sudah final mereka," kata Bahlil dalam sesi webinar, Selasa (13/10/2020).
Bahlil mengatakan, beberapa pihak sebenarnya telah menerima draft final UU Cipta Kerja. Namun, ia meminta kepada mereka untuk tidak disebarluaskan dulu sebelum resmi diserahkan pada esok hari.
Dia menyebutkan, salah satu fokus UU Cipta Kerja yakni untuk mewadahi jumlah tenaga kerja dalam negeri yang terus bertambah. Menurut catatannya, Indonesia saat ini punya tenaga kerja eksisting berjumlah 7 juta orang.
Adapun angkatan kerja per tahun tamatan SMA dan perguruan tinggi mencapai 2,9 juta orang. Sedangkan sebanyak 3,5 juta tenaga kerja yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan kini terkena aksi pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat Covid-19.
"Tetapi menurut data dari Kadin dan HIPMI, itu kurang lebih sekitar 5-6 juta. Kalau dihitung total, itu sekarang ada sekitar 15 juta (tenaga kerja). Inilah yang harus kita menyiapkan lapangan pekerjaan," ungkap Bahlil.
Secara aturan undang-undang, pemerintah disebutnya wajib memfasilitasi lapangan kerja bagi 15 juta orang tersebut. Tapi, ia menambahkan, tidak mungkin seluruhnya bisa diterima sebagai PNS, karyawan BUMN, atau TNI/Polri.
"Maka harus dilakukan terobosan. Terobosannya ini tidak lain dan tidak bukan bagaimana kita bisa mendatangkan investasi untuk menanamkan modal," sambung dia.
"Penanaman modal ini jangan diartikan hanya yang untuk besar-besar saja. Sekarang kami diperintahkan oleh bapak Presiden termasuk UMKM juga diurus. Tidak hanya asing, tapi juga dalam negeri," tandasnya.
Advertisement
Saksikan video di bawah ini:
Infografis Pasal-Pasal Fokus UU Cipta Kerja.
Advertisement