Liputan6.com, Jakarta - Puluhan ribu buruh dan mahasiswa di berbagai provinsi berkumpul menuntut pembatalan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja.
Aksi demonstrasi ini bisa jadi puncak gunung es penularan Covid-19. Diprediksi klaster baru Covid-19 akibat unjuk rasa ini terjadi dua hingga tiga minggu pascademonstrasi.
Advertisement
Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo meminta masyarakat untuk tetap menjalankan protokol kesehatan jika demonstrasi sulit dihindari. Yaitu, menjaga jarak, menggunakan masker dan mencuci tangan.
"Harus patuh protokol kesehatan, 3 M (menjaga jarak, menggunakan masker dan mencuci tangan)," kata Doni kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu (14/10/2020).
Meski demikian Doni prihatin dengan aksi demonstrasi yang terjadi di beberapa kota besar itu. "Ini membahayakan diri mereka serta keluarga mereka kalau kembali ke rumah," kata Doni.
Satgas Covid-19 meminta agar elemen masyarakat yang ikut unjuk rasa segera melakukan rapid test. Jika hasilnya reaktif, satgas akan segera melakukan kontak tracing.
Berdasarkan hasil pantauan Satgas, aksi unjuk rasa ini terdapat dua kelompok utama yaitu mahasiswa dan buruh.
Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19 Prof. Wiku Adisasmito meminta agar universitas wajib melakukan tes mahasiswanya yang ikut demonstrasi.
"Sediakan juga isolasi bagi mahasiswa yang terindikasi reaktif atau positif," ujar Wiku.
Sementara bagi kelompok buruh, Satgas meminta agar segera dibentuk Satgas Covid-19 di tingkat perusahaan. Mereka dapat berkoordonasi dengan pemerintah setempat untuk melakukan screening kepada buruh yang melakukan demonstrasi.
Satgas juga meminta TNI/Polri untuk melanjutkan testing terhadap para anggotanya yang bertugas mengamankan aksi.
"Jika ada yang reaktif segera melakukan tracing untuk juga memastikan kontak terdekatnya," ujar Wiku.
Kemudian, bagi masyarakat yang anggota keluarganya mengikuti aksi unjuk rasa tersebut segera periksakan ke fasilitas kesehatan apabila ada yang mengalami gejala Covid-19 sehingga dapat dipastikan status kesehatannya.
Dari data sementara, ada 134 demonstran dari berbagai daerah yang diamankan ternyata reakif Covid-19.
Rinciannya, di Sumatera Utara ditemukan 21 demonstran yang reaktif Covid-19 dari 253 orang yang diamankan. Sementara di Jawa Timur ditemukan, 24 demonstran reaktif dari 650 demonstran yang ditangkap.
Lalu ada 30 demonstran yang reaktif Covid-19 dari 261 orang yang diamankan di Sulawesi Selatan. 13 orang reaktif Covid-19 dari 39 demonstran yang diamankan di Jawa Barat, dan satu orang reaktif dari 95 orang yang diamankan di daerah DI Yogyakarta.
Sementara di DKI Jakarta, saat ini ada 564 demonstran yang diamakan di Polda Metro Jaya. Dari jumlah tersebut, 45 orang reaktif dan 10 di antaranya positif Covid-19.
Dengan begitu demonstran yang reaktif Covid-19 paling banyak ada di DKI Jakarta, yang juga merupakan episentrum unjuk rasa memprotes pengesahan RUU Cipta Kerja. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Dwi Oktavia pun bersiap untuk mengendalikan ledakan kasus Covid-19 dari klaster demonstrasi.
Dwi meminta agar Gugus Covid-19 di masing-masing perusahaan yang buruhnya ikut berdemonstrasi untuk memberikan edukasi protokol kesehatan. Serta menyadarkan bahwa kegiatan berkumpul seperti demonstrasi memiliki risiko besar tertular Covid-19.
"Maka harus taat pakai masker harus taat sering cuci tangan dan kemudian bisa jaga jarak dan bahwa karena aktivitas kita maka kita juga punya resiko untuk menularkan ke orang lain yang di rumah keluarga atau temen sekitar," kata Dwi kepada Liputan6.com.
Untuk itu, bagi komponen masyarakat yang ikut berunjuk rasa harus taat protokol kesehatan ketika kembali ke lingkungan masing-masing.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Lapor Jika Ada Gejala
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta agar para peserta aksi yang mengalami gejala Covid-19 segera melaporkan dirinya ke petugas kesehatan di wilayahnya masing-masing agar dapat mendapatkan penanganan.
"Bagi para peserta aksi, apabila ada keluhan-keluhan, apabila ada gejala segera melapor untuk kemudian mendapatkan penanganan dengan baik," kata Ketua Tim Mitigasi IDI Adib Khumaidi.
Selain segera mendapat perawatan, Satgas juga bisa langsung melakukan pelacakan kontak.
Adib mengatakan bahwa aksi demonstrasi yang dilakukan kemarin sebagian besar mengabaikan jaga jarak fisik. Selain itu, banyak juga peserta yang tidak menggunakan masker.
Adib juga mengatakan, aktivitas-aktivitas seperti menyanyi dan berteriak juga rentan menimbulkan terjadinya penularan Covid-19 apabila salah satu dari peserta aksi merupakan pembawa virus corona.
"Ditambah juga banyaknya kemungkinan peserta demonstrasi yang datang dari kota atau wilayah yang berbeda, yang jika terinfeksi mereka juga akhirnya dapat menyebarkan virus itu pada saat kembali ke komunitasnya, baik itu di masyarakat tempat tinggal atau bahkan di keluarga," kata Adib.
Adib mengatakan, lonjakan kasus Covid-19 dari klaster demo tidak bisa dilihat dengan cepat. Ia menyebut, meski ada beberapa peserta yang ditemukan reaktif berdasarkan tes cepat, namun masih ada potensi dari mereka yang sudah terpapar sebelum mengikuti aksi.
"Sehingga itu menjadi sumber penularan juga, yang akan menularkan kepada yang ada di sekitarnya atau yang ada di dekat para peserta aksi ini," kata Adib.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Demonstran Diminta Isolasi Diri
Sebagai upaya mencegah lonjakan COVID-19 dari klaster demo, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengimbau pendemo tetap menerapkan protokol kesehatan di dalam rumah. Ini karena mereka bisa saja menjadi carrier (pembawa) virus Corona, yang menularkan kepada anggota keluarganya.
"Ya, tetap terapkan protokol kesehatan. Jadi, para pendemo tetap menggunakan masker walau di rumah selama 10 hari ke depan," ujar Wakil Ketua Umum PB IDI Slamet Budiarto kepada Liputan6.com, Rabu (14/10/2020).
"Dan juga tetap menjaga jarak serta mencuci tangan dengan sabun," lanjutnya.
Selain penerapan 3M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, jaga jarak), pendemo dapat melakukan tes COVID-19, baik PCR maupun antibodi.
"Atau cara yang lebih bagus lagi ya pendemo melakukan tes PCR atau rapid test (tes antibodi)," lanjut Slamet.
Ahli Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Laura Navika Yamani berharap masyarakat yang ikut aksi demonstrasi langsung mengisolasi diri. Hal ini untuk mencegah kemungkinan penularan Covid-19 di lingkungan masing-masing.
"Kalau mereka sadar kemudian melakukan isolasi saya rasa ini akan menekan penyebaran kasus. Tapi kalau mereka kembali ke tempat masing-masing kemudian melakukan aktifitas seperti biasa nah ini ada kemungkinan bisa meningkatkan angka positif," kata Laura kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu (14/10/2020).
Laura mengaku tak bisa memprediksi seberapa besar lonjakan kasus Covid-19 usai demonstrasi. Sebab, risiko penularan tergantung pada interaksi antarorang dan kedisiplinannya menjalankan protokol kesehatan.
Laura juga meminta agar Satgas Covid-19 mengoptimalkan kapasitas pemeriksaan agar kasus positif Corona bisa dikendalikan. "Kita punya indikator apakah kapasitas pemeriksaan sudah bagus atau tidak dilihat dari positivity rate," kata dia.
Selain itu, Laura juga mengingatkan agar pemerintah meningkatkan testing dan tracing serta evaluasi fasilitas kesehatan untuk mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19.
"Jadi ini PR besar buat pemerintah karena akhir-akhir ini kita menghadapi sesuatu kegiatan yang beresiko terhadap peningkatan kasus atau penyebaran kasus. Pertama pilkada juga ada demonstrasi," ujar Laura.
Laura mengusulkan agar pemerintah menambah jumlah rumah isolasi, rumah sakit rujukan Covid-19 dan alat kesehatan serta sumber daya manusianya.
Epidemiolog Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan, Covid-19 menular sangat cepat saat buruh menggelar aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja. Sebab, saat demonstrasi berlangsung, buruh sulit menjaga jarak aman.
"Kalau di situ ada kasus (positif Covid-19) akan terjadi penularan yang hebat," kata Tri.
Tri menyebut, ada tiga hal yang menyebabkan Covid-19 menular sangat cepat. Dua di antaranya yakni kontak erat dan durasi kontak.
"Kalau demo kan terjadi kontak erat. Nah akan terjadi (penularan) besar di situ," ucap dia.
Advertisement
Kesiapan RS Hadapi Ledakan Covid-19 Pascademo
Wakil Ketua Umum PB IDI Slamet Budiarto memandang penambahan jumlah RS rujukan Covid-19 saat ini belum perlu dilakukan. Sebab ketersediaan tempat tidur masih cukup meski akan terjadi ledakan kasus Covid-19 pascademonstrasi.
"Saya pikir cukup ya ketersediaan tenaga kesehatan (juga fasilitas di rumah sakit). Karena pasien juga kan tidak seramai bulan September 2020," ujar Slamet.
Adapun perkembangan keterisian tempat tidur ICU di RS Rujukan COVID-19 di Jakarta terjadi penurunan sampai 11,77 persen. Kini, ketersediaan tempat tidur ICU 70,52 persen.
Kementerian Kesehatan sendiri mengungkapkan ketersediaan ruang isolasi di seluruh rumah sakit (RS) rujukan Covid-19 di berbagai provinsi Indonesia masih memadai untuk merawat pasien Covid-19. Sehingga tidak akan kekurangan tempat tidur jika ada lonjakan kasus Covid-19 pascademonstrasi.
Saat ini di Indonesia terdapat 903 rumah sakit rujukan Covid-19 seiring terus bertambahnya kapasitas ruang isolasi.
"Saat ini kita mempunyai 132 RS rujukan Kemenkes dan 771 RS rujukan berdasarkan SK gubernur. Dengan bertambahnya jumlah RS rujukan ini maka kapasitas RS yang punya ruang isolasi meningkat," kata Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan, Rita Rogayah berdasarkan keterangan pers Kementerian Kesehatan, Rabu (14/10/2020).
Saat ini, kata dia, ruang isolasi terus bertambah sejak Maret sampai Oktober 2020. Dari RS rujukan Covid-19 terdapat 35 ribu tempat tidur sementara dari RS rujukan berdasarkan SK gubernur terdapat 51.222 tempat tidur isolasi.
"Jadi kami lihat saat ini terutama yang jadi fokus perhatian adalah Jakarta. Jakarta saat ini sudah punya sekitar 5 ribu tempat tidur dengan penambahan itu terlihat dari satu bulan ini yang tadinya punya 4 ribu saat ini punya 6 ribu tempat tidur," tambahnya.
Ia menjelaskan bahwa Jakarta adalah salah satu dari 11 provinsi prioritas penanganan Covid-19 oleh pemerintah. Ke-11 provinsi tersebut antara lain DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Bali, Papua, Banten, dan Aceh.
"Kapasitas dari 11 provinsi yang ada maka persentase penggunaan ruang isolasi masih di 40 hingga 60 persen. Kondisi rasio penggunaan tempat tidur dengan ruang isolasi yang tersedia masih mencukupi. Mudah-mudahan tidak bertambah kasusnya, tapi kami siapkan RS rujukan COVID-19 baik yang berdasarkan SK Menkes maupun SK gubernur," kata Rita Rogayah.
Sementara, Kepala Penerangan Kogabwilhan I Kolonel Marinir Aris Mudian memastikan RS Khusus Covid-19 Wisma Atlet masih mampu menampung pasien Covid-19 jika terjadi lonjakan pascademo.
"Sesuai prosedur Wisma Atlet sampai saat ini siap," kata Aris kepada Liputan6.com.