Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerima naskah final Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja setebal 812 halaman. Itu menandakan realisasi UU Cipta Kerja semakin dekat meski pasal-pasal di dalamnya terus menuai protes.
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio enggan berkomentar jauh terkait isi dari UU Cipta Kerja. Sebab, ia menilai aturan baru tersebut telah menyalahi sistem penerbitan undang-undang yang telah ditetapkan pemerintah.
Advertisement
"Saya sampai hari ini memang belum bicara soal isi dari UU Cipta Kerja, karena saya tidak percaya pada prosesnya. Jadi saya tidak akan membahas ini karena memprosesnya saja belum bener," ungkapnya kepada Liputan6.com, Rabu (14/10/2020).
Menurut dia, Omnibus Law UU Cipta Kerja telah menyimpang dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, tentang tata cara Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
"Di situ tidak ada hirarki namanya Omnibus Law. Adanya Undang-Undang Dasar (UUD), Undang-Undang pengganti Undang-Undang, terus sampai ke bawah kepada Peraturan Menteri, Pergub, Perda, dan seterusnya. Jadi enggak ada Omnibus Law," tegasnya.
Agus menekankan, pemerintah seharusnya mengubah dulu aturan yang tercantum dalam UU 12/2011, dan memasukan Omnibus Law sebagai kebijakan yang sah secara undang-undang. Dia pun mempertanyakan implementasi UU Cipta Kerja yang disusun dengan metode Omnibus Law untuk menggantikan 1.203 pasal dalam 76 undang-undang.
"Ya diubah dulu UU 12-nya, karena enggak ada Omnibus Law di situ. Diubah dulu undang-undangnya sebelum dimasukan. Kalaupun itu benar (isinya), menjalankannya bagaimana? Siapa yang akan ngawasin? 76 undang-undang jadi satu, lalu yang akan awasin siapa? Sektor mana? Saya belum tahu itu," cibirnya.
Oleh karenanya, ia pun sangsi akan rencana penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) turunan yang bakal mempertegas tiap poin aturan dalam berbagai pasal di UU Cipta Kerja.
"Enggak ngerti saya mau dibawa ke mana kebijakannya. Sudah pasti amburadul sebuah peraturan dibuat terburu-buru. Apalagi ini 76 undang-undang dijadikan satu, saya enggak kebayang," ujar Agus.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Draf Final Diterima Istana, Pemerintah Mulai Susun Aturan Turunan UU Cipta Kerja
Sebelumnya, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Donny Gahral Adian mengatakan, pemerintah akan mulai membahas dan menyusun aturan turunan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.
Hal ini dilakukan setelah DPR menyerahkan draf final UU Cipta Kerja ke Istana.
"Artinya sekarang pemerintah akan bekerja untuk menyusun peraturan turunan yang memang akan menjelaskan secara lebih detail apa-apa yang diatur di UU," jelas Donny kepada wartawan, Rabu (14/10/2020).
Aturan turunan ini nantinya bisa berupa Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Presiden (Perpres). Presiden Joko Widodo atau Jokowi sendiri sebelumnya menargetkan aturan turunan rampung dalam 3 bulan.
"Sesegera mungkin karena Presiden kan bilang maksimal tiga bulan. Jadi saya kira tim penyusun sudah mulai bekerja," kata Donny.
Dalam penyusunannya, dia menyebut pemerintah terbuka menerima masukan dari publik. Tim penyusun nantinya akan mengundang akademisi hingga organisasi kemasyarakatan (ormas).
"Tim penyusun pasti akan mengundang akademisi, tokoh masyarakat, ormas semua yang bisa memberi masukan terhadap aturan turunan ini," tutur Donny.
Sebagai informasi, DPR RI menyerahkan naskah final UU Cipta Kerja ke Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Draf final UU itu diserahkan oleh Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar melalui Menteri Sekretariat Negara Pratikno, Rabu siang.
Advertisement