Menaker: Ketentuan UU 13 Tahun 2003 Sepanjang Tidak Diatur UU Cipta Kerja maka Tetap Berlaku

UU Cipta Kerja ini justru menampung ketentuan tentang pekerjaan yang sifat dan kondisinya tidak dapat mengikuti aturan dalam UU 13/2003

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 14 Okt 2020, 19:40 WIB
Menaker Ida Fauziyah.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menilai, Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja justru akan semakin melindungi tenaga kerja Indonesia di berbagai golongan usia. Termasuk dalam urusan jam kerja.

Ida pun menekankan, kehadiran UU Cipta Kerja tidak merubah inti kebijakan tentang ketenagakerjaan seperti yang tercantum dalam UU Nomor 13 Tahun 2003.

"Ketentuan yang ada di UU 13 sepanjang tidak dihapus, sepanjang tidak diatur ulang di Undang-Undang Cipta Kerja, maka ketentuannya tetap berlaku. Termasuk tentang waktu kerja ini," tegasnya dalam podcast YouTube bersama Deddy Corbuzier, Rabu (14/10/2020).

Dia menjelaskan, UU Cipta Kerja ini justru menampung ketentuan tentang pekerjaan yang sifat dan kondisinya tidak dapat mengikuti aturan dalam UU 13/2003. Sehingga perlu diatur waktu kerja khusus.

Sebagai contoh, ia menyoroti para pegawai di sektor ekonomi digital hingga ibu rumah tangga yang juga pekerja informal. Ida menyatakan, jam kerja mereka harus tetap dilindungi.

"Misalnya saya bekerja ketika selesai nganter anak. Dari jam 8-2 saja misalnya. Itu tidak sampai 7 jam. Itu tetap diakomodasi. Kan dulu enggak bisa, kan enggak boleh, ketentuan kerja dulu kalau enggak 7 jam ya 8 jam," tuturnya.

Oleh karenanya, Ida beranggapan keberadaan UU Cipta Kerja justru akan semakin melindungi waktu para pekerja. Khususnya pekerja milenial, yang dinilainya kerap jadi korban pemberi kerja.

"Anak-anak milenial itu kerja satu hari bisa dua bos, 5 jam di bos A, 5 jam lagi di bos B. Banyak (yang kayak gitu). Dinamika anak-anak sekarang kan fleksibel, gimana bentuk perlindungannya. Itu ada di Undang-Undang (Cipta Kerja) ini," ujar Ida.


Isi Lengkap UU Cipta Kerja 812 Halaman yang Diserahkan ke Jokowi

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan) memberikan pandangan akhir pemerintah mengenai UU Omnibus Law Cipta Kerja kepada Ketua DPR Puan Maharani saat Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta (5/10/2020). (Liputan6.com/Johan Tallo)

DPR RI hari ini telah menyerahkan Undang-Undang/UU Cipta Kerja ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebelumnya, DPR RI telah mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang pada sidang paripurna beberapa waktu lalu.

Usai disahkan di sidang paripurna, DPR RI melakukan sedikit revisi minor sebelum diserahkan ke Presiden Jokowi dan ditandatangani menjadi Undang-Undang.

Draf final UU itu diserahkan oleh Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar kepada Menteri Sekretariat Negara Pratikno, Rabu (14/10/2020). 

Pada saat pengesahan, draf UU Cipta Kerja yang diberikan anggota Baleg sejumlah 905 halaman. Kemudian, Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar menyebut draf final sebelum diubah format memiliki 1.035 halaman. Draf yang paling final setelah diubah format kertas menjadi legal paper berkurang menjadi 812 halaman.

Dalam draf UU Cipta Kerja versi 812 halaman ini, terdapat beberapa perubahan dari naskah sebelumnya yang setebal 1.035 halaman. Salah satunya terkait pembayaran pesangon, seperti yang tercantum di Pasal 156 halaman 355 UU Cipta Kerja.

Pada halaman tersebut, dituliskan bahwa ketentuan Pasal 156 diubah dari naskah UU Cipta Kerja sebelumnya yang setebal 1.035 halaman. Perubahan pertama terjadi di Pasal 156 ayat (1).

Lalu apa saja yang berubah dalam UU Cipta Kerja yang terdiri dari 15 bab, 11 klaster dan 186 pasal?

Simak isi lengkapnya di sini


Saksikan Video Ini


Infografis

Infografis Pasal-Pasal Fokus UU Cipta Kerja. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya