Pejabat WHO: Orang Muda Sehat Bisa Tak Dapat Vaksin COVID-19 Sampai 2022

WHO mengatakan bahwa kalangan muda yang sehat kemungkinan tidak mendapatkan vaksin COVID-19 hingga tahun 2022.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 15 Okt 2020, 23:09 WIB
Banner Vaksin Covid-19 (Liputan6.com/Triyasni)

Liputan6.com, Jakarta- Sejumlah pejabat tinggi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa kalangan muda yang sehat kemungkinan tidak mendapatkan vaksin Virus Corona COVID-19 hingga tahun 2022. Demikian menurut pejabat tinggi dari organisasi tersebut pada Rabu 14 Oktober 2020.

Menurut Kepala Ilmuwan WHO, Dr. Soumya Swaminathan, hal itu dilakukan karena vaksin kemungkinan akan diberikan kepada orang tua, petugas kesehatan, pekerja garis depan dan kelompok rentan lainnya terlebih dahulu. Demikian seperti dikutip dari CNBC, Kamis (15/10/2020). 

Langkah tersebut pun dilakukan meski rincian siapa saja yang menjadi prioritas masih dirampungkan oleh WHO. 

Diketahui bahwa hingga kini, masih belum ada satupun vaksin COVID-19 yang dianggap aman dan efektif oleh WHO, Uni Eropa atau Amerika Serikat.

Dr. Swaminatha memaparkan, "Orang cenderung berpikir bahwa pada tanggal 1 Januari atau 1 April, saya akan mendapatkan vaksin, dan kemudian semuanya akan kembali normal".

Tetapi "Tidak akan berhasil seperti itu," katanya. 

Ia menambahkan, bahwa dunia diharapkan akan memiliki setidaknya satu vaksin yang aman dan efektif pada tahun 2021, tetapi akan tersedia dalam "jumlah yang terbatas".

Beru-baru ini, kelompok penasihat strategis yang terdiri dari para ahli imunisasi, atau SAGE menerbitkan pedoman untuk negara-negara tentang cara mempertimbangkan untuk memprioritaskan kalangan masyarakat penerima vaksin. 

Saat ini, ada lebih dari 10 vaksin COVID-19 di seluruh dunia yang sedang dalam uji klinis tahap akhir, kata Dr. Swaminathan.

Sementara itu, SAGE akan merilis panduan tentang populasi apa yang paling cocok untuk setiap vaksin dan bagaimana mendistribusikannya secara logistik.

"Kebanyakan orang setuju bahwa ini dimulai dengan petugas kesehatan dan petugas garis depan, tetapi bahkan kemudian Anda perlu menentukan siapa di antara mereka yang memiliki risiko tertinggi dan kemudian orang tua dan seterusnya," jelas Swaminathan.

"Akan ada banyak panduan yang keluar, tapi saya pikir rata-rata orang, orang muda yang sehat mungkin harus menunggu hingga 2022 untuk mendapatkan vaksin," imbuhnya. 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

 

Load More

Saksikan Video Berikut Ini:


Perbedaan Penentuan Prioritas Vaksin oleh AS-WHO

Pekerja berada di laboratorium vaksin SinoVac di Beijing, Kamis (24/9/2020). Perusahaan farmasi China, Sinovac mengatakan vaksin virus corona yang dikembangkannya akan siap didistribusikan ke seluruh dunia, termasuk AS, pada awal 2021. (AP Photo/Ng Han Guan)

Tak hanya WHO, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) dan Administrasi Makanan dan Obat-obatan (FDA) pun juga sedang bersiap untuk memprioritaskan komunitas berisiko tertentu untuk distribusi dosis langka.

Tetapi di sisi lain, garis waktu AS kemungkinan akan terlihat sangat berbeda dari WHO.

AS, diketahui telah secara independen mendapatkan ratusan juta dosis dari enam perusahaan dengan vaksin potensial yang sedang dikembangkan.

Selain itu, pejabat tinggi kesehatan AS pun telah menyatakan bahwa negara tersebut dapat memiliki dosis yang cukup untuk memvaksinasi setiap warganya pada musim semi 2021, dengan distribusi terbatas untuk kelompok yang diprioritaskan mulai 2020.

Sementara pejabat tinggi WHO telah memperingatkan negara-negara agar tidak mengamankan dosis vaksin untuk warganya sendiri seperti yang telah dilakukan AS dan China, yang disebut oleh Direktur Jenderal Tedros Adhanom Ghebreyesus sebagai "nasionalisme vaksin".

Dalam inisiatifnya, WHO meluncurkan program COVAX yang dibuat untuk menjamin akses yang adil terhadap pasokan dosis vaksin untuk seluruh dunia.

Invesitasi di fasilitas tersebut pun melibatkan lebih dari 170 negara, termasuk China dan Inggris. 

Kepala Unit Penyakit dan Zoonosis di WHO, Dr. Maria Van Kerkhove mengatakan, "Kami perlu memastikan bahwa kami memvaksinasi mereka yang paling berisiko di setiap negara sebelum kami memvaksinasi semua orang di beberapa negara". 

"Sebagian dari itu tidak hanya karena komitmen pemerintah, tetapi juga pemahaman individu yang mengatakan, 'Saya orang yang lebih muda. Saya tidak memiliki kondisi yang mendasarinya. Saya mungkin perlu menunggu agar kakek nenek saya bisa mendapatkan vaksin,'"ujarnya. 

 


Penghentian Sementara Uji Coba Vaksin

Ilustrasi Foto Vaksin (iStockphoto)

Tetapi, setiap rencana distribusi vaksin tentu saja bergantung pada apakah vaksin yang aman dan efektif sudah tersedia. 

Komentar WHO terbaru ini mengemuka beberapa hari setelah pengumuman Johnson & Johnson yang menghentikan uji coba vaksin tahap akhir mereka karena masalah keamanan.

Pada September 2020, uji coba tahap akhir AstraZeneca di AS juga ditunda.

Menurut pejabat kesehatan, pemberhentian sementara dalam uji klinis seperti itu biasa terjadi.

Hal itu menunjukkan bahwa dalam mengembangkan vaksin, badan pengatur mengambil tindakan pencegahan keamanan yang tepat.

Namun, Dr. Maria Van Kerkhove menekankan bahwa meski tanpa vaksin, dunia memiliki alat untuk menghentikan penyebaran Virus Corona COVID-19 untuk saat ini. 

"Saat ini kami memiliki alat yang dapat mencegah peristiwa amplifikasi,"katanya, menambahkan bahwa mengenakan masker, menghindari keramaian dan sering mencuci tangan dapat memperlambat penyebaran.

"Kami dapat mengatasi virus dan di banyak negara mereka telah mengendalikan penularan," sebutnya. 


Infografis 5 Kandidat Vaksin COVID-19 untuk Indonesia

Infografis 5 Kandidat Vaksin COVID-19 untuk Indonesia (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya