Liputan6.com, Jakarta - Mabes Polri enggan menanggapi adanya persatuan LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender) di tubuh TNI Polri. Kabar ini mencuat usai Ketua Kamar Militer Mahkamah Agung (MA) Mayor Jenderal (Purn) Burhan Dahlan buka suara di sebuah forum diskusi.
"Saya nggak mau tanggapi itu, silakan tanya kepada yang bersangkutan," tutur Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono saat dikonfirmasi, Kamis (15/10/2020).
Advertisement
Sebelumnya, Burhan Dahlan menyampaikan, pihak TNI sempat mengadukan padanya tentang adanya kelompok LGBT yang terbentuk di lingkungan TNI Polri. Hal itu dipaparkan saat menjadi pembicara dalam live streaming kegiatan Pembinaan Teknis dan Administrasi Yudisial pada Lingkungan Peradilan Seluruh Indonesia, yang disiarkan dalam chanel Youtube Mahkamah Agung Republik Indonesia pada Senin, 12 Oktober 2020.
"Belakangan ini saya diajak diskusi di Mabes AD. Ada unik yang disampaikan oleh mereka kepada saya, yakni mencermati fenomena LGBT di lingkungan TNI. LGBT itu Lesbian Gay Transgender dan Biseksual. Ternyata mereka menyampaikan kepada saya sudah ada kelompok-kelompok baru kelompok persatuan LGBT TNI Polri," tutur Burhan seperti dikutip Liputan6.com.
Burhan mengatakan, kelompok ini dipimpin oleh Sersan dan sejumlah anggotanya berpangkat Letkol. Menurutnya, fenomena seperti ini pun sudah pernah terjadi beberapa tahun silam.
"Ini unik, tapi ini memang kenyataan. Nah saya teringat dulu tahun 2008 saya menyidangkan pertama lGBT di depan TNI. Dan saya tidak menghukumnya, melainkan saya meminta komandannya itu mengobatinya sampai sembuh," jelas dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tekanan Mental
Alasan putusannya itu lantaran saksi ahli dalam persidangan menyebut, prajurit perwira menengah tersebut mengalami tekanan mental selama operasi militer di Timor Timur. Hingga dinilai memicu perubahan atas pikiran dan perasaannya.
"Pulang ke homebasenya di Makassar dia tidak menyenangi istrinya lagi. Bahkan menjadi penyenang kaum laki-laki," kata Burhan.
Sementara fenomena yang terjadi sekarang, dia berpendapat, bukan karena tekanan operasi militer melainkan diakibatkan oleh pergaulan dan menonton video tertentu lewat sosial media. Belakangan, ada kasus tersebut dan perkaranya masuk ke peradilan militer.
"Celakanya diputus di peradilan militer, mengambil putusan yang pernah saya lakukan. Tapi bukan diobati melainkan dibebaskan. Dasarnya, KUHP belum mengatur persoalan LGBT. Tentunya tidak salah, tapi bagi institusi TNI ini kesalahan besar," Burhan menandaskan.
Advertisement