Sabar, Orang Muda dan Sehat Kemungkinan Tak Dapat Vaksin Covid-19 hingga 2022

Pejabat WHO mengatakan, kalangan muda yang sehat kemungkinan tak mendapatkan vaksin Covid-19 hingga 2022.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 16 Okt 2020, 06:01 WIB
Banner Infografis Menanti Hasil Uji Klinis Calon Vaksin Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)

Liputan6.com, Jakarta - Kalangan muda yang sehat kemungkinan tak memperoleh vaksin Virus Corona Covid-19 hingga tahun 2022. Demikian diumumkan sejumlah pejabat tinggi Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO pada Rabu 14 Oktober 2020.

Kepala Ilmuwan WHO Dr. Soumya Swaminathan menjelaskan, kebijakan itu diambil lantaran vaksin kemungkinan akan diberikan terlebih dahulu kepada orang tua, petugas kesehatan, dan pekerja garis depan. Termasuk kelompok rentan lainnya.

Seperti dikutip dari CNBC, Kamis 15 Oktober 2020, langkah tersebut pun dilakukan meski rincian siapa saja yang menjadi prioritas masih dirampungkan WHO..

Untuk diketahu, hingga kini, belum ada satu pun vaksin Covid-19 yang dianggap aman dan efektif oleh WHO. Termasuk oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat.

"Orang cenderung berpikir pada  1 Januari atau 1 April 2021, saya akan mendapatkan vaksin, dan kemudian semuanya akan kembali normal." Dr. Swaminatha memaparkan. 

"Namun, tidak akan berhasil seperti itu," imbuhnya. 

Ia mengatakan, dunia diharapkan akan memiliki setidaknya satu vaksin yang aman dan efektif pada 2021. Hanya saja, akan tersedia dalam jumlah yang terbatas.

Belum lama ini, kelompok penasihat strategis yang terdiri dari para ahli imunisasi, atau SAGE menerbitkan pedoman untuk negara-negara. Panduan cara mempertimbangkan memprioritaskan kalangan masyarakat penerima vaksin. 

"Kini, ada lebih dari 10 kandidat vaksin Covid-19 di seluruh dunia yang sedang dalam uji klinis tahap akhir," ujar Dr. Swaminathan.

Adapun SAGE akan merilis panduan tentang populasi apa yang paling cocok untuk setiap vaksin. Serta, bagaimana mendistribusikannya secara logistik.

"Kebanyakan orang setuju bahwa ini dimulai dengan petugas kesehatan dan petugas garis depan, tetapi bahkan kemudian Anda perlu menentukan siapa di antara mereka yang memiliki risiko tertinggi dan kemudian orang tua dan seterusnya," jelas Swaminathan.

"Akan ada banyak panduan yang keluar, tapi saya pikir rata-rata orang, orang muda yang sehat mungkin harus menunggu hingga 2022 untuk mendapatkan vaksin," imbuhnya. 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Video Pilihan


Perbedaan Penentuan Prioritas Vaksin oleh AS-WHO

Seorang pekerja berada di dalam laboratorium di pabrik vaksin SinoVac di Beijing, Kamis (24/9/2020). Perusahaan farmasi China, Sinovac mengatakan vaksin virus corona yang dikembangkannya akan siap didistribusikan ke seluruh dunia, termasuk AS, pada awal 2021. (AP Photo/Ng Han Guan)

Tak hanya WHO, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) dan Administrasi Makanan dan Obat-obatan (FDA) pun juga sedang bersiap untuk memprioritaskan komunitas berisiko tertentu untuk distribusi dosis langka.

Tetapi di sisi lain, garis waktu AS kemungkinan akan terlihat sangat berbeda dari WHO.

AS, diketahui telah secara independen mendapatkan ratusan juta dosis dari enam perusahaan dengan vaksin potensial yang sedang dikembangkan.

Selain itu, pejabat tinggi kesehatan AS pun telah menyatakan bahwa negara tersebut dapat memiliki dosis yang cukup untuk memvaksinasi setiap warganya pada musim semi 2021, dengan distribusi terbatas untuk kelompok yang diprioritaskan mulai 2020.

Sementara pejabat tinggi WHO telah memperingatkan negara-negara agar tidak mengamankan dosis vaksin untuk warganya sendiri seperti yang telah dilakukan AS dan China, yang disebut oleh Direktur Jenderal Tedros Adhanom Ghebreyesus sebagai "nasionalisme vaksin".

Dalam inisiatifnya, WHO meluncurkan program COVAX yang dibuat untuk menjamin akses yang adil terhadap pasokan dosis vaksin untuk seluruh dunia.

Invesitasi di fasilitas tersebut pun melibatkan lebih dari 170 negara, termasuk China dan Inggris. 

Kepala Unit Penyakit dan Zoonosis di WHO, Dr. Maria Van Kerkhove mengatakan, "Kami perlu memastikan bahwa kami memvaksinasi mereka yang paling berisiko di setiap negara sebelum kami memvaksinasi semua orang di beberapa negara". 

"Sebagian dari itu tidak hanya karena komitmen pemerintah, tetapi juga pemahaman individu yang mengatakan, 'Saya orang yang lebih muda. Saya tidak memiliki kondisi yang mendasarinya. Saya mungkin perlu menunggu agar kakek nenek saya bisa mendapatkan vaksin,'"ujarnya. 

 


Penghentian Sementara Uji Coba Vaksin

Banner Infografis 180 Juta Warga Indonesia Target Vaksin Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

Tetapi, setiap rencana distribusi vaksin tentu saja bergantung pada apakah vaksin yang aman dan efektif sudah tersedia. 

Komentar WHO terbaru ini mengemuka beberapa hari setelah pengumuman Johnson & Johnson yang menghentikan uji coba vaksin tahap akhir mereka karena masalah keamanan.

Pada September 2020, uji coba tahap akhir AstraZeneca di AS juga ditunda.

Menurut pejabat kesehatan, pemberhentian sementara dalam uji klinis seperti itu biasa terjadi.

Hal itu menunjukkan bahwa dalam mengembangkan vaksin, badan pengatur mengambil tindakan pencegahan keamanan yang tepat.

Namun, Dr. Maria Van Kerkhove menekankan bahwa meski tanpa vaksin, dunia memiliki alat untuk menghentikan penyebaran Virus Corona Covid-19 untuk saat ini. 

"Saat ini kami memiliki alat yang dapat mencegah peristiwa amplifikasi,"katanya, menambahkan bahwa mengenakan masker, menghindari keramaian dan sering mencuci tangan dapat memperlambat penyebaran.

"Kami dapat mengatasi virus dan di banyak negara mereka telah mengendalikan penularan," sebutnya. 


Infografis 5 Kandidat Vaksin COVID-19 untuk Indonesia

Infografis 5 Kandidat Vaksin Covid-19 untuk Indonesia (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya