Liputan6.com, Jakarta - Siapa yang tak kenal dengan cendol? Makanan tradisional bercita rasa manis ini nyaris bisa ditemukan di seluruh Tanah Air. Dengan ciri warna hijau pandan atau suji dan terbuat dari tepung beras atau ketan, cendol biasanya disajikan dingin bersama santan dan gula merah cair.
Namun, CNN lebih memilih cendol Singapura sebagai salah satu dessert terbaik di dunia, tepatnya berada di urutan ke-9. Dalam penjelasan yang dikutip Jumat (16/10/2020), cendol Singapura dinilai istimewa karena menambahkan sesendok kacang merah manis ke dalam segelas cendol.
"(Cendol) Singapora mempertahankan cita rasa klasiknya tetap menggoda," tulis CNN.
Baca Juga
Advertisement
CNN mengakui bahwa makanan manis tersebut memang banyak ditemukan di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan Malaysia. Lalu, bagaimana sebenarnya asal-usul cendol ini?
Fadly Rahman, sejarawan makanan dan dosen Program Studi Sejarah Universitas Padjajaran, mengungkapkan bahwa cendol bukanlah jenis makanan baru. Ia merupakan adopsi dari dawet yang sudah terlebih dahulu diperkenalkan oleh nenek moyang Indonesia, yakni di Jawa.
"Dawet sudah terlebih dahulu dikonsumsi dan menjadi bagian dari selera orang-orang Jawa kuno, sebagaimana tercatat dalam prasasti dan naskah kuno bahwa makanan itu dijuluki dawet," ujarnya saat dihubungi Liputan6.com pada Kamis, 15 Oktober 2020.
Penulis buku Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia itu mengatakan bahwa sebenarnya, dawet dan cendol memang memiliki bahan dasar yang identik sebagai petunjuk adanya unsur kekerabatan yang dekat. Biasanya, keduanya menggunakan daun pandan atau daun suji untuk menghasilkan pewarna hijau, tepung beras ketan, dan menggunakan unsur pemanis gula merah sebagai bahan dasarnya.
Menilik asal-usul asli dari cendol, sesuai dengan jejak sejarah yang ada, Fadly mantap mengatakan bahwa cendol adalah inovasi yang berasal dari Jawa. "Asal-usul cendol itu yang pertama kali memang merupakan inovasi yang ditemukan oleh orang-orang Jawa, di sekitar abad 19 hingga awal abad 20. Namun, tidak diketahui pasti siapa nama penemunya, dapat dikatakan anonim," katanya.
Ia mengatakan bahwa seperti yang tampak di buku-buku masak di abad tersebut, salah satu pembeda antara cendol dan dawet adalah penggunaan alat ayakan guna menghasilkan bulir-bulir pada pembuatan cendol. Ini menjadi inovasi seni boga tersendiri yang dikreasikan orang-orang Jawa kuno pada saat itu, sehingga cendol tak hanya populer di seantero Jawa, tetapi juga disukai orang-orang Eropa dan Tiongkok.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Menyebar ke Berbagai Wilayah Asia
Menilik dari sejarahnya, lokasi yang pertama kali membuat minuman cendol terkenal memang berasal dari Jawa. Namun, seiring berkembangnya waktu, cendol berkembang ke negara lain. Menurut Fadly, itu terjadi karena cendol sangat disukai oleh berbagai kalangan, dan tentunya lebih populer daripada dawet.
"Kalau kita temukan ini di Singapura, Malaysia, Thailand, atau Vietnam, ya memang karena diaspora cendol ini memang cepat sekali menyebar di abad ke-20," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa orang-orang Jawa zaman dulu membawa cendol serta dawet ke luar negeri. Yang terjauh ditemukan di Suriname, di mana orang-orang Jawa juga bermigrasi massal di peralihan abad ke-19 sampai 1930an.
"Mereka membawa banyak pernak-pernik kuliner Jawa ke Suriname, tak hanya cendol dan dawet, misalnya seperti sate dan soto,” tambahnya. Menurutnya, popularitas makanan nusantara juga tidak lepas dari diaspora orang-orang Jawa yang saat itu bermigrasi dan membawa identitas kulinernya ke mancanegara.
Berdasarkan keterangan CNN, cendol memang tersebar hampir di seluruh Asia Tenggara, tetapi cara penyajiannya pun berbeda-beda. Fadly juga menyetujui hal tersebut, dan mengatakan bahwa ada karakteristik yang membedakan dengan apa yang disajikan di Indonesia dengan di negara lain di Asia Tenggara.
"Di Indonesia identik dengan menggunakan tepung beras, gula merah, dan lainnya. Tapi di negara lain ada yang menggunakan kelapa, ada pula yang menggunakan nangka, kalau soal topping itu memang sudah selera masing-masing," imbuhnya. (Brigitta Valencia Bellion)
Advertisement