Liputan6.com, Sikka - Akibat merebaknya pandemi Covid-19, banyak usaha di bidang pariwisata terpaksa merumahkan sebagian besar karyawannya karena sepinya pengunjung. Banyak juga pekerja di bidang pariwisata yang terpaksa banting setir dan memulai usaha baru untuk bertahan hidup di tengah ketidakpastian ekonomi akibat pandemi.
Namun, ketika digeluti, pekerjaan yang awalnya hanya untuk mengisi waktu saat pembatasan sosial, justru menjadi sangat menjanjikan. Alhasil, beberapa dari mereka memutuskan untuk meneruskan usaha baru mereka.
Salah satunya yakni Fransiskus Lopis, warga Desa Habi, Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka, yang sebelumnya adalah Manager Lokaria Indah Beach Hotel. Dirinya memilih menjadi petani ubi jalar saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia.
Saat ditemui tim Liputan6.com di lahannya di Desa Habi, Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) Kamis (15/10/2020), Lopis, sapaan akrab ayah satu anak ini, tampak sedang membersihkan lahan bersama sang istri yang berprofesi sebagai guru honorer di SMPK San Karlos Habi.
Baca Juga
Advertisement
Ia mengaku, pada awalnya ketika dirumahkan, dirinya bersama sang istri mencoba menanam sayur-sayuran, namun gagal akibat dimakan hewan peliharaan tetangga. Namun, keduanya tidak menyerah dan mulai mencoba menanam ubi jalar di halaman rumahnya yang luasnya tak seberapa. Saat panen, hasil ubi jalarnya ada yang mau membeli dengan harga Rp500 ribu.
"Dari situ saya mulai tertarik untuk membudidayakan ubi jalar, mudah dan cepat dapat uang," ungkapnya.
Tertarik dengan hasil panen yang mereka tanam akhirnya mereka memilih membuka lahan baru yang luasnya kurang lebih 1 hektare.
Bukan hanya ubi jalar yang mereka tanam, tetapi mereka pun mencoba menanam beberapa jenis tanaman hortikultura, seperti brokoli, wortel, serta beberapa jenis tanaman hortikultura lainnya yang jarang ditanam di daerah pesisir yang panas, seperti di wilayah Kecamatan Kangae.
Ternyata, hasilnya memuaskan dan terbukti mampu menghasilkan uang. Belakangan, ia lebih memilih menanam ubi jalar karena dianggap lebih menguntungkan.
"Kalau ubi jalar ini panennya terus menerus, jadi satu pohon itu kadang saya ambil satu umbi, yang lainnya saya lepas. Satu tahun itu bisa tiga kali panen. Kalau diuangkan, tidak sempat dihitung karena kami dapat setiap hari, tergantung pesanan. Sekali jual itu bisa capai 100 ribu rupiah termasuk sayur-sayuran, paling banyak itu saya antar di rumah sakit. Kalau dihitung penghasilan satu bulan saya bisa dapat kurang lebih 3 jutaan, karena setiap hari orang beli sayur sedikit-sedikit selain ubi jalar," ujarnya.
Lopis mengakui, tanaman hortikultura dan ubi jalar miliknya tanpa menggunakan pupuk, hanya mengandalkan air dari sumur yang berada di lahan miliknya. Sementara untuk mendapatkan bibit ubi jalar, Lopis memesannya dari daerah Welomosa, Kabupaten Ende dan Boru, Kabupaten Flores Timur. Dirinya mengaku, ilmu menanam ubi didapatnya dari orangtua yang juga merupakan petani ubi jalar.
Baik hasil tanaman hortikultura dan ubi jalar dari lahan garapannya, ia pasarkan melalui media sosial. Pelanggan pun mulai berdatangan.
"Sementara ini saya cari penambahan lahan sekitar 2 hektare untuk kembangkan lagi ubi jalar ini," katanya.
Kendala yang kami hadapi saat ini adalah air, bagaimana cara pemasangan jaringan pipa air yang akan digunakan untuk penyiraman, juga menara air sebagai media untuk menampung air. Selama ini, cara penyaraman yang ia gunakan masih menggunakan sistem manual.
"Kalau pake siram atau sistem kincir air, tapi masih kendala di pipa dengan menara air," sebutnya.
Sementara itu, Fransiska Nona Yun, istri Fransiskus Lopis mengatakan, saat tidak ada kegiatan di sekolah, dirinya membantu suaminya bekerja di lahan.
Selain tanaman hortikultura dan ubi jalar, ternyata Lopis bersama sang istri juga menanam cabai, dan menjadi distributor di beberapa tempat usaha gorengan di Kota Maumere.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.